BUKAN SEKARANG SAATNYA

1040 Words
“Kalau untuk nafkah materi anak dan istri aku kuat. Aku sanggup tapi kesiapan batinku yang belum ada. Jadi kalau aku ditantang untuk saat ini juga melamarmu, aku jelas mengatakan Bukan saatnya aku maju untuk melamar anak orang. JANGAN BILANG AKU NGGAK SERIUS dalam berhubungan,” Nadia terdiam, dia tahu Banyu serius padanya dan sungguh serius mencintainya tulus walau dia belum bisa mengimbangi cinta tulus Banyu. Nadia bahkan merasa kalau cinta Banyu padanya lebih besardaru cinta Damar. Hanya sayang hatinya yang telah salah terpenjara di hati Damar. “Aku, serius, sangat serius. Justru karena aku sangat serius aku tidak mau terikat dengan orang yang baru dekat dengan aku dua minggu, yang belum aku tahu luar dalamnya. Aku baru tahu luarnya, itu pun seujung kuku. Jadi sekali lagi aku tekankan aku serius dan karena aku serius aku minta waktu minimal satu tahun buat memutuskan melamarmu atau tidak.” “Tapi sekali lagi aku tidak pernah main-main. Tidak pernah main-main. Camkan itu, jadi kita tidak putus bila memang kamu tidak menikah ndengan orang lain, aku akan serius sampai satu tahun ke depan. Itu keputusan aku soal permintaan mamamu agar aku segera melamarmu.” “Tapi kalau kamu mau putus karena akan menikah, ya monggo yang penting bukan aku yang memutuskan, karena aku selalu serius,| ujar Banyu. Nadia diam, dia tahu apa yang diungkapkan oleh Banyu adalah benar. Siapa laki-laki yang mau ditodong baru kenal dua minggu langsung diajak menikah? Menikah itu kan butuh proses, mereka juga bukan cuma sekedar tanda tangan di buku pernikahan, mereka harus berpikir kedepannya bagaimana. Tujuannya ke mana, mau belok kanan atau mau belok kiri. Mau ambil warna biru atau warna kuning. Semua itu ada yang harus dibicarakan tidak tiba-tiba harus langsung tanda tangan jadi saja. Nadia sadar itu dan dia yakin bahwa itu benar. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Itu bukan serius namanya,” ujar Firda Gentala, Mama Nadia ketika diberitahu keputusan Banyu oleh Nadia. “Aku merasa Banyu benar, sangat benar. Lelaki mana yang mau tiba-tiba menikah hanya kenal dua minggu? Kami belum membicarakan kelak kami mau tinggal di mana. Masa tiba-tiba tinggal di tempat mertua? Entah itu di rumah Banyu atau di sini. Tentu nggak enak, kami ntak bebas. Kami belum membicarakan kami mau melangkah bagaimana. A pa aku nanti setelah menikah punya anak atau bebaskan dulu menyelesaikan kuliahku dan segala macamnya.” “Itu harus kita bahas. Tidak tiba-tiba kita duduk di depan penghulu,” ucap Nadia dengan berani. Padahal biasanya dia cuma diam. Tapi sekarang nggak. Ini waktunya dia bicara walau tidak terlalu keras. “Ya sudah. Mama enggak mau tahu pokoknya bulan depan kamu menikah. Kalau Banyu enggak mau ya sudah, Mama carikan jodohmu,” tegas Firda Gentala. Dia tak mau dibantah. “Aku nggak mau menikah dengan siapa pun selain dengan yang aku inginkan. Banyu bilang dia akan mendalami interaksi kami selama satu tahun. Jadi aku dan Banyu nanti akan memutuskan kita melangkah bersama atau tidak. Tapi ya itu tidak sekarang, melainkan satu tahun lagi,” kata Nadia. Dia sekarang sudah mulai mengerti pemikiran bersih dari lelaki yang tidak mempunyai nomor telepon orang yang tidak berkepentingan dengannya. Lelaki itu bilang dia tidak main-main. Dia menolak permintaan mamanya bukan karena Banyu main-main tapi karena dia sangat serius. Dia tidak mau emosi, baru dua minggu pacaran langsung menikah dan Nadia mengerti itu. Nadia sangat mengerti. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Alhamdulillah,” kata Eni Isvandiari, sahabat Falisha mendengar cerita satu minggu ini dari mulai malam Selasa sampai malam minggu kemarin penghasilan harian Falisha bagus, sehingga nanti kemungkinan bulan depan dia akan mulai kredit motor kembali. “Yang penting nggak turun prestasimu ya. Aku pasti nggak suka kalau nilaimu turun apalagi anjlok atau terjun bebas.” “Insya Allah nggaklah. Enggak ada yang berat kok kerjaannya. Dan biasanya memang jam segitu juga aku belum tidur. Kamu nggak usah berpikir yang macam-macam ya. Yang penting kita maju terus,” balas Falisha. “Iya yang penting itu,” balas Eni. “Falisha bisa ngobrol sebentar enggak?” tanya seorang lelaki bernama Agung Priambodo. “Iya Kak. Ada apa ya?” tanya Falisha ramah. “Aku mau masukin kamu sama Eni ke Pengurus Angkatan ya,” Agung adalah aktivis kampus. Dia sudah semester enam. “Kalau saya janganlah Kak. Saya sudah teramat sibuk. Mungkin Eni bisa,” jawab Falisha. “Enggak ah, aku nggak mau untuk urusan organisasi. Izinnya itu repot Kak. Aku sudah pastikan ikut ternyata nanti orang tuaku enggak izinkan, kalau seperti ini kasihan teman-teman yang lain yang berharap banyak dari kesuksesan pengurus. Jadi lebih baik aku saran pemikiran saja,” tolak Eni. Dia tahu diri mengenai izin orang tuanya yang sangat ketat.| “Kalau misalnya ada sedikit dana mungkin aku bisa bantu untuk kegiatan, tapi kalau untuk terjun di kepengurusan aku nggak berani. Bukan karena enggak ada waktu se[erti Falisha, tapi aku itu …, Kakak tahulah aku nggak boleh banyak kegiatan di luar kuliah oleh ayahku. Jadi aku nggak berani walau aku kepengen banget. Tapi aku nggak berani.” “Maaf Kak Agung, Eni bicara dengan jujur, dia itu anak pingitan. boro-boro bisa keluar untuk ikut kegiatan, masih bagus dikasih kuliah di Akademi Sekretaris sesuai permintaannya. Kalau menurut Papa dan mamanya tentu mereka maunya di kedokteran,” jelas Falisha. Dia tak ingin Eni dibilang sombong karena berani menjanjikan memberikan dana, tapi tak mau ikut kegiatan. “Wah tak apalah, walau aku ingin sekali kalian ikut terjun. Falisha sibuk apa sih? kan enggak ada larangan kan? Apa pacarmu yang melarang?” tanya Agung. Dia harap-harap cemas mendapat jawaban dari Falisha kalau memang benar yang melarang adalah kekasih Falisha, karena dia menyukai Falisha sejak melihatnya di perkenalan mahasiswa baru. “Kakak kan tahu sejak dulu aku bekerja sambil kuliah. Jadi ada waktu aku cuma buat itu. Di luar pelajaran kuliah aku harus mengatur stamina tubuhku untuk istirahat,” jelas Falisha. “Belum lagi dia di rumah kan melakukan pekerjaan perempuan Kak,” kata Eni. “Jadi janganlah dia banyak menghabiskan waktu diluar kuliah dan kerja, nanti dia memberatkan pekerjaan ibunya. Kasihan ibunya kalau harus mengerjakan tugas yang biasa Falisha kerjakan di rumah.” “Kami bukan yang nggak mau bergabung dalam organisasi, tapi itu keterbatasan kondisi kami berdua,” jelas Falisha. ‘Mereka berdua saling dukung. Aku salut atas hubungan persahabatan mereka,’ Agung bisa menilai persahabatan kedua gadis ini sangat tulus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD