Chapter 6

1408 Words
Masing-masing peserta sudah diberikan senter kecil yang akan mereka pakai untuk penerangan. Namun tak menutup kemungkinan mereka juga menggunakan lampu dari ponsel. Karena memang untuk senter yang di berikan, pencahayaannya sangatlah minim. Jadi mau tidak mau, mereka harus menggunakan cahaya pada ponsel mereka. Namun syaratnya adalah, lampus senter pada ponsel bisa digunakan memang saat keadaan terdesak. "Kalian sudah lakukan persiapan?" "Sudaah!" teriak peserta. "Ingat ya! Jangan ada yang mementingkan ego sendiri. Kalian satu tim dan harus kompak. Jika ada yang sedang tak enakan dengan anggota lainnya, buang rasa ite terlebih dahulu. Paham?" Setelah semua peserta berteria Paham, acara pun secara perlahan sudah mulai dilaksanakan. Lidia melihat ke sekelilingnya ,dan seperti biasanya, banyak yang juga ikut bermain. Bahkan Lidia bisa melihat makhluk tersebut mengelilingi teman-temannya. "Gila! Dingin banget sumpah!" celetuk Gema . Lidia melihat Gema sibuk mengeratkan jaketnya. Padahal sebenarnya, pria itu sedang dikelilingi mbak Kun Kun. "Gema!" teriak Lidia. Cowok itu langsung menghentikan langkahnya. "Lo sini deh jalannya. Jangan jauh-jauh." Mendengar Lidia berkata seperti itu, Gema langsung berlari menghampiri Lidia. Pasalnya Gema tahu jika Lidia bisa melihat makhluk halus. "Apa? Lo liat apa?" tanya Gema pelan. "Tante kun kun.." jawabnya pelan membuat Gema melotot kaget tak percaya. "Gila lo! Seriusan?" Lidia mengangguk. "Makanya gue panggil lo ke samping gue." bisik Lidia lagi. Gema terlihat takut. Ia mengeratkan jaketnya dan semakin mendekatkan dirinya pada Lidia membuat gadis itu tertawa. "Gema!! Lo ngapain sih pake acara nempel-nempel gitu sama Lidia?" kali ini giliran Cika yang bersuara. "Emangnya kenapa? Syirik lo!" "Eh bacot. Gue dibilang syirik. Ini malam woi! Kita mesti cari benderanya. Gue nggak mau lama-lama di tengah hutan." ucap Cika kesal. Melihat pertengkaran temannya, Lidia dan yang lain pun hanya tertawa menanggapi. Mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka. Dan suasana semakin lama semakin sunyi. Yang terdengar hanyalah suara jangkrik dan suara kodok. "Kok gini amat ya suasananya. Serem bro.." Gema merapatkan tubuhnya pada Bagus. "Bukan lo doang yang ngerasa. Gue juga ini. Tapi jangan pelukan juga. Gue masih normal." "k*****t lo Pe-A. Lo pikir gue nggak normal?" "Kalau lo normal jangan peluk gue." "Sialan nih bocah. Gue takut." "Woi!! Kalian bisa diam nggak sih! Tengan hutan kaliam ribut." teriak Cia. "Benderanya cari. Pasang mata kalian. Bukannya saling pelukan!" Tawa terdengar dari beberapa anggota lainnya. Sedari tadi mereka sudah fokus, namun Cia dan Gema selalu merusak konsetrasi mereka. Lidia menfokuskan dirinya mencari bendera. Ia mengarahkan senter yang ia pegang ke arah pepohonan. Dan ya, seperti biasanya. Banyak sekali yang ia lihat. Dan berbagai jenisnya. Tapi ngomong-ngomong ,ia tak melihat keberadaan Arya sedikitpun. Entah kemana cowok itu pergi ,yang kelas sejak siang tadi, ia tak melihat lagi keberadaan Arya. Lidia melirik ke sana kemari. Berharap Arya bisa menemaninya di sini. Namun hasil tatapannya sangat nihil. "Ketemu!" teriak Cia dengan suara nyaringnya. Ia mengibarkan bendera kecil itu pada anggota lainnya. "Dapat lagi!" Kali ini giliran Nina yang berteriak. "Wuiiihh, mantap banget kalian!" "Ya Iyalah. Emang lo! Penakut!" "Jleb banget gue Gema." "Hahaha.. Makanya, jangan ngebacot lo.." "Kalian dua-duanya sama. Sama-sama penakut. Ini kita udah nemuin dua, kalian apa kabar? Badan doang yang gede, nyali kalian ambyar." ucap Cia dengan ledekan. Baik Gema maupun Bagus hanya bisa mendengus. "Di balik pohon....." "Astaghfirullah. Arya!!" teriak Lidia tanpa sadar saat Arya tiba-tiba muncul di belakangnya. "Kenapa Lid?" tanya Cia. Dengan bingung, Lidia menggeleng. "Nggak kenapa-kenapa kok. Gue kaget doang." jawabnya. "Kamu kagetan banget ya orangnya?" ucap Arya bertanya. Lidia spontan menatapnya tajam, "Bisa tidak kau tak muncul tiba-tiba?" "Aku terbiasa muncul seperti ini." Lidia berdecak kesal. Lidia tak lagi merespon Arya. Gadis itu memilih berjalan maju, namun Arya mengikutinya dari belakang. Sebenarnya ia kesal, namun jika dipikir-pikir, kehadiran Arya di sini cukup membantu. Karena ia merasa Arya bisa memberitahunya di mana posisi bendera di sembunyikan. Lidia melirik teman-temannya yang masih sibuk mencari bendera. Mereka bahkan sampai mengarahkan senter mereka pada pepohonan yang bisa Lidia lihat Miss Kun Kun sedang duduk manis di sana. Andaikan kalian tahu siapa yang saat ini kalian senteri, pasti kalian semua sudah lari terbirit-b***t. Tapi beruntung kalian tak melihatnya, karena jika mereka menampakkan diri ,kalian pasti akan lari atau pingsan, dan acara tak jadi selesai. "Ketemu!" teriak Gema. Dia bersorak menyodorkan bendera tersebut pada anggota tim yang lain. Seiring keseriusan mereka mencari dan di bantu juga oleh Arya, akhirnya mereka berhasil mengumpulkan delapan bendera. Dan bisa kemungkinan mereka yang akan menang. Tak ingin melanjutkan lagi, mereka pun memutuskan untuk kembali ke tenda. "Nggak nyangka kita bisa dapat banyak. Pasti menang nih!" seru Gema dengan penuh semangat yang juga ikut diangguki oleh yang lain. Saat sampai di tenda, sudah ada dua tim yang kembali, ditambah tim mereka jadi bertiga. "Dapat bendera berapa?" tanya Agil dari tim Emas. "Delapan dong. Tahu nggak sih lo! Gue nyarinya sampai perjuangan paling ekstrim." Gema mulai mengeluarkan kebacotannya dalam mengarang cerita. "Bahkan gue sampai lompat dan manjat pohon." lanjutnya. "Beneran Cia?" "Lo percaya bacotnya dia Vin?" Vinzy yang tadi bertanya seketika menggeleng. "Nah berarti dia bohong." "Eh enak aja lo bilang gue bohong." "Ya iya emang lo bohong kan? Mana ada lo sampai manjat pohon. Yang ada juga gue yang kewalahan ngambilnya." "Waahh! Ni cewek benar benar ya." Saling adu argumen masih berlanjut, dan itu sukses menjadi hiburan untuk mereka yang menontonnya termasuk Lidia dan Arya. "Aku bisa ramal, kalau mereka nantinya bakalan jadian." Lidia melirik Arya, "Jadian apaan. Mereka itu nggak bakalan akur." "Percaya sama aku. Mereka bakal jadian." "Percaya sama hantu?" Arya menatap Lidia tajam. "Gue bukan hantu." "Trus lo apa? Setan?" Plaaakk! Awwww.. Lidia meringis saat kepalanya ditepuk oleh Arya. "Kamu kalau ngomong hati-hati. Jangan asal bilang aku setan.!" sewot Arya. "Habisnya kalau bukan setan, apaan? Lo bahkan enggak bisa dilihat sama temen-temen gue, bahkan sekelas Amel yang juga indigo pun nggak bisa lihat lo. jadi apa itu namanya kalau bukan setan?" "pakai bahasa lain kek, apa kek, jangan setan juga kali." "Contohnya?" "sitampan kek. kan lebih enak didengar." Lidia seketika mencibir, "Dasar lo makhluk haus pujian." "semua makhluk juga haus pujian kali, khususnya manusia. gue yakin kalau ada yang bilang kamu cantik, Pasti kamu bakalan senyum juga. pasti kamu terbang juga." "Nggak! gue nggak bakalan gitu." "sekarang aja yang enggak, besok belum tahu." Lidia mendengus kesal. ia memilih kembali fokus menonton aksi keributan antara Cia dan Gema yang ternyata belum selesai dari tadi. ***** Matahari pagi sudah menyingsing naik. Para peserta kemah juga sudah selesai membereskan semua barang-barang mereka untuk mereka pulang kembali ke rumah. Sebagian dari peserta sudah ada yang memasukkan barang-barang mereka ke dalam bus. Dan sebagian lagi ada yang mengantri giliran. "Koper lo mana?" tanya Reisya pada Lidia. "Itu di sana. Gue nunggu giliran aja. Soalnya kalau harus desak-desakan nanti ada yang lecet." Reisya mengangguk, "Oh ya Lid. Gue perhatiin dari kemaren Amel kok lihatin lo mulu ya. Lo berantem sama dia?" Lidia seketika melirik Amel dan tepat sekali saat itu Amel masih meliriknya. Lidia mengangkat bahunya acuh, "Nggak tahu gue." "Tapi aneh lo! Nggak biasa-biasanya Amel begitu kan? Kenapa dia lihatin lo begitu banget." Lagi-lagi Lidia mengangkat bahunya, "Nge fans kali dia sama gue. Hahaha.!" candanya yang juga dibalas tawa oleh Reisya. Lidia melihat pada bus. Sudah tak ada lagi yang memasukkan barang-barang. Ia berjalan menuju kopernya dan membawa koper tersebut menuju bus dan memasukkannya ke dalam bagasi bus sambil dibantu oleh Alex. Setelah tasnya masuk ke dalam, ia pun melirik ke sana kemari. Ia tak melihat keberadaan Arya. Sudah sejak bangun tidur tadi ia tak melihat keberadaan Arya. Entah kemana pria itu pergi. "Baiklah semuanya. Sebentar lagi kita akan siap-siap kembali ke Sekolah. Jadi saya harap tak ada barang-barang kalian yang tertinggal. Mohon kembali diperiksa semuanya." perintah kakak pembina. Lidia tak terlalu merespon apa yang dikatakan kakak pembina. Ia hanya melakukan apa yang ia mau. Dan yang sangat ingin ia temukan sekarang adalah Arya. Sampai mereka masuk ke dalam bus dan bus itu berangkat, Lidia tetap tak menemukan Arya. Namun saat ia sampai di batu besar tempat Arya pertama kali ia lihat, ia bisa melihat keberadaan Arya di sana bersama seorang anak kecil yang, itu bukannya yang gangguin gue kemaren? Ucapnya dalam hati. Ia terus melirik Arya yang tak merespon dirinya. Bahkan sampai bus itu berbelok meninggalkan tempat itu jauh, Arya tetap tak melihat Lidia bahkan tak merespon bus tersebut. ****** Maaf ya aku lama up. soalnya lagi persiapan ikut lomba. aku lagi ikut lomba dan aku mohon teman2 buat bantu ya..^^ judul novelnya 'Love Private (Cinta Permen Kapas). hari ini part 1 nya akan aku up.^^ dukung aku dengan klik lambang love nya ya. satu pembaca satu Love.^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD