Penghianat

2104 Words
Maria berjalan memasuki ke kelasnya, dia melihat teman-temanya menyorakinya. Beralih melihat tulisan di papan tulis. "Si jelek miskin Maria." Yang tertulis di papan. "Siapa ini yang buat?" teriak Maria. Tidak ada yang menyaut Maria, mereka terdiam, apalagi melihat Maria dengan tatapan tajamnya. "Gue! Lu mau apa memangnya? Emang lu jelek dan miskin. Sekarang belagu pake acara nembak cowok ganteng Lu,," teriak Dira teman sekelasnya, dia anak guru di sekolahnya. "Heh, Lu emang cantik, tapi cuma punya wajah pucat doank, belagu! Hanya bedanya lu anak guru yang banyak duit, bukan duit kamu juga, lagi numpang di gedein yang kerjanya minta duit doank," balas Maria lantang. "Kamu...," Dira terbata. Maria berjalan mendekati gadis itu, Dira mundur beberapa langkah hingga terpojok dengan tatapan Maria yang tajam hingga terbentur meja. "Lu bilang apa? Tadi gue nembak? Nembak siapa?" tatap Maria mengerutkan dahinya. Tidak ada yang berani bicara, jika melihat Maria dengan tataan tajamnya. Namun, Ina datang memasuku kerumunan dan membuyarkan suasana. "Maria! Kamu keluar gih, ada banyak orang di luar," teriak Nina. Beralih melihat Ina yang memanggilnya, Maria berjalan menghampirinya dan keluar kelasnya. Terdengar teriakan dan ejekan dari para siswa siswi disana. Bahkan meneriaki Maria dengan pandangan tidak suka. "Ada apa ini?" tanya Maria menatap ke arah Nana yang menatap Maria penuh arti. "Hei! Ini nih yang nembak Nana kita," teriak Iwan. Para siswa siswi yang berkerumunan bersorak dengan tatapan sorakan tidak suka pada Maria. "Nih surat cintanya yang di berikan pada Nana," teriak Iwan menebarkan kertasnya. "Aku cinta padamu Nana,dari Maria," batin Maria. Maria membaca isi tulisan di dalam surat itu dan terdiam. Ia mengerutkan dahinya memikirkan isi surat itu. Bahkan itu bukan tulisannya. Dengan geram dan kesal. Maria merebut kertas itu dari tangan Iwan yang sedang bersorak ria. Ia terdiam dan mengerutkan dahinya. Maria membaca kertas yang ada di tangannya dan juga terkejut dengan isi surat itu. "Itu tulisanmu Maria," jawab seseorang dari kelasnya tapi tidak tahu dimana yang berbicara hingga terdengar sorakan kembali. Mendengar hal itu, Maria geram dan mencari asal suara tadi. Namun tidak berhasil menemukannya. Mengingat begitu banyak yang berkumpul mengelilinginya. Ia menghampiri Nana yang sedang melihatnya dari tadi. "Nih aku tahu maksud kamu berteman denganku untuk mengujiku kan? Dan ini aku bahkan tidak ada waktu untuk menulis hal seperti ini," ucap Maria. "Aku bisa jadi saksi kalo itu tulisan Maria! Diakan sebangku denganku," ucap Nina dari belakang Maria. "Kau," tatap Maria. "Aku juga tahu setiap bukumu kau tulis nama Nana," ucap Ina memberikan buku Maria yang banyak tulisan nama Love Nana. Maria geram dan kesal saat mendengar penuturan temannya itu. Pasalnya bukannya menolongnya. Nina justru malah menuduhnya sesuka hatinya. "Hei, Nina bodoh!" teriak Maria geram. "Aku juga tahu, kamu mencium Nana kemarin," ucap Ina kembali membuat semua orang berkisruh membicarakan Maria. "Huh, cewek munafik emang. Lu doank yang suka Nana," ucap seseorang. Maria terdiam, ia melihat ke arah Nana yang terdiam. Lalu melihat Nina tatapannnya tajam, dia mendorongnya hingga jatuh. Maria meninggalkan kerumunan dan semua bersorak meledeknya. Dalam keadaan kesal, Maria pergi meninggalkan kerumunan dan memasuki kelasnya dengan perasaan yang teramat kesal dan geram terhadap temannya Ina. Pasalnya yang selalu mencoret-coret bukunya adalah Ina, teman sebangkunya. Akan tetapi untuk apa dia melakukan hal itu pada Maria. Itu yang ada di pikiran Maria saat ini. Maria duduk di kursinya yang di ikuti Atikah. Nana yang melihat Maria pergi dengan kesal, ia melihat kertas yang sudah di remas Maria, ia juga mengambil buku yang bertulisan namanya. Maria kesal dengan wajah merah karna kesal dengan apa yang terjadi. Jam masuk sudah berbunyi semua murid duduk di tempatnya. Lain dengan Ina. Ia pindah duduk tidak denganya lagi. Maria geram dan semakin kesal, karna temannya seperti itu. Saking kesalnya Maria ia menggebrak meja dan berdiri menghampiri meja Ina. Karna tidak ada pelajaran guru di kelas hari ini. "Hei bodoh, kenapa Lu lakuin ini sama gue hah?!" teriak Maria memegang kerah baju Nina yang ketakutan. Teman sekelas terkejut dengan yang Maria lakukan, dan terdiam menyaksikan hal itu. "Gue tahu, kamu yang suka sama si Nana itu dan juga kamu yang tulis namanya di bukuku. Saat aku pikir kamu gak ada maksud, heh kalau kamu suka, katakan. Kenapa malah mitnah aku hah!" teriak Maria. Nina tidak menjawab dia hanya diam ketakutan. "Jawab cewek licik," teriak Maria. "Mana keberanianmu, yang mitnah aku? Mana sifat so munafikmu itu hah?" teriak Maria kembali. "Huh, menjijikan!," seru Maria. Maria meninggalkan Ina yang tertunduk diam, tiba- tiba saja Ina berteriak pada Maria. "Kamu cuma cewek jelek dan miskin dan juga bahasamu dan kelakuanmu jelek, tapi kenapa kamu dekat denganya, bahkan berciuman denganya," teriak Nina tersenyum. Ia ingin membalikan fakta. Maria berbalik dan menggebrak meja Nina. "Bagus pria itu tak melirikmu, karena kamu menjijikan di luar manis so lembut bersahabat, tapi hatimu busuk dan menjijikan. Aku yakin tidak akan ada yang mau sama cewek menjijikan kaya kamu," tegas Maria. Maria pergi meninggalkan Ina yang terdiam. Dia yang kesal dengan penghianatan Ina, teman sebangkunya ia duduk kembali di kursinya, ia menatap Nina yang tertunduk setelah Maria marahi. "Aku tidak tahu bahwa teman sebangkuku bunga beracun," ucap Maria. Atikah yang melihat dan menyaksikan kemarahan Maria, ia menoleh ke arah Maria. "Sudah pernah aku bilang dia mencurigakan," ucap Atikah. "Biarkanlah, aku malas membahasnya," ucap Maria. Maria terdiam ia beradu dengan pikiranya sendiri. "Astaga, bagaimana caranya aku bertemu si Nana itu lagi, aku pasti malu banget lagian si Ina itu masa bikin surat cinta atas namaku kan jadi bingung aku ntar kalo ketemu dia," batin Maria. "Maria cepetan kita udah mau mulai nihkan kita mau lomba," teriak Lena ketua tim putri, memasuki kelasnya. Maria terbangun dari duduknya, ia mengangguk dan bergegas keluar kelas. Maria menatap Ina dengan tajam juga ada Dira yang melihat ke arahnya. "Huh dasar cewek miskin, belagu," ucap Dira. Maria kini sudah ada di tengah lapangan, bermain dengan baik di teamnya. Maria menggunakan tangan kananya, yang masih terasa perih bekas air panasnya, terkadang ia meringis dan mengibaskan tanganya. ***** Nana yang sedang terduduk di bangku halaman sekolah, ia termenung dengan pikiranya, ia melihat buku tulis milik Maria,membolak balik bukunya melihat tulisan Maria. "Tulisanya bahkan berbeda, apa dia memang tidak menulis suratnya, tapi sepertinya dari sifatnya dia tidak mungkin seperti itu," ucap Nana. "Apa aku harus bicara padanya?" gumam Nana. Terdengar teriakan di lapangan. Nana melihat Maria yang sedang bermain voli, ia melihat Maria yang meringis dan mengibaskan tanganya. "Gadis ceroboh, sudah sakit tapi masih saja main, bagaimana kalo tambah parah?" gerutu Nana. Nana melihat permainan team Maria. terutama Maria. Terkadang ia tersenyum melihat gadis itu, kadang ia geram dengan tingkah gadis itu yang menahan sakit di tanganya. Permainan kini sudah selesai, permainan di menangkan sekolahan team Maria, Nana melihat Maria yang terduduk di bawah pohon ia menghampiri Maria dan duduk di sampingnya, Maria tampak tidak sadar ada Nana duduk di sampingnya. "Apa tanganmu sakit?" tanya Nana. Maria terkejut melihat ke arah sampingnya yang ternyata ada Nana, ia hendak berdiri tapi di tahan Nana. "Jangan pergi! Duduklah aku akan bicara," pinta Nana. "Tidak ada yang perlu di bicarakan," ucap Maria. "Sebentar saja," pinta Nana. Maria duduk kembali, ia mencoba mendengarkan apa yang akan Nana bicarakan. "Kamu cape?" tanya Nana. "Sebenarnya ada apa?" tanya Maria. "Kalaupun itu tulisanmu, aku akan senang ko," ucap Nana memandang Maria dan tersenyum. "Maksudmu?" tanya Maria heran. "Aku bilang, kalau itu yang kamu tulispun aku akan senang juga suka," tambah Nana. "Tapi itu bukan tulisanku," teriak Maria. "Aku berharap itu tulisanmu," ucap Nana tersenyum. "Terserahlah," balas Maria. "Kita pacaran," ucap Nana tersenyum. "Hah, apa ini maksudnya dia nembak ya?" batin Maria. Maria terdiam dengan pikiran yang semeraut Maria tidak menjawab ataupun menggeleng. "Jadi?" tanya Nana tersenyum. "Aku kenapa aku?" tanya Maria. "Memang kenapa?" ucap Nana. "Tapi, aku seperti ini kamu taukan, maksudku?" ucap Maria. "Aku tidak perduli kamu pacarku," tegas Nana. Nana tersenyum ia memandang Maria yang masih terdiam, ia pamit untuk kembali dengan tersenyum, lain dengan Maria ia bahkan tidak mengerti apa yang terjadi. "Aaah, terserahlah aku pusing lebih baik cepat beres-beres pulang," ucap Maria. "Maria ini," teriak Lena memberikan amplop putih. "Apa ini?" tanya Maria. "Itu bonus bukan surat cinta, aku balik ya," ucap Lena tersenyum. "Waaah, gajian nih," ucap Atikah. "Apanya yang gajih ini cuman uang 35rb Tikah, jajan yu?" Ajak Maria. Saat pulang seperti biasa Nana menunggu di gerbang sekolah. "Aku antar pulang," ajak Nana. "Tidak usah aku pulang ya by Nana," teriak Maria berlari pergi. Maria sampai rumah tepat waktuMaria melihat adiknya Lia sedang mengenakan pakaian yang baru ibu beli. Maria menghampiri mereka. "Ngapain kamu disitu sana masak," teriak ibu Maria. "Bu, apa aku bisa beli seragam sekolah baru?" tanya Maria. "Kakakmu kan juga sekolah di sana, pakai punya kakakmu saja, katanya baju kakakmu kecil jadi dia harus ganti, kamukan bisa pakai punya kakakmu," ucap ibu Maria. "Tapi Bu, setidaknya ada yang baru aku pakai," ucap Maria. "Kamu jangan banyak maunya,masih untung bisa sekolah ada seragam juga," bentak ibu Maria. "Baik Bu," ucap Maria. "Bu, apa Ibu akan datang saat kumpul orang tua murid?" tanya Maria. "Bapakmu kesana nanti," jawab ibu Maria. Maria tersenyum bahagia,selama ini orangtuanya tidak pernah mau datang kalau ada kumpulan orangtua, Hari ini Maria tersenyum karna akhirnya ada yang datang atas nama Maria. Maria masak sayur asam malam ini, ia menggoreng ikan asin dan sambal. Maria mengambil setiap makanan ke tengah rumah, untuk makan keluarganya. "Apa ini kenapa ikan asinya gak kerasa asin?" tanya ibu Maria. "Karena ikan ini berasal dari laut Bu," ucap Lia. "Laut apanya dari mana kamu tahu?" tanya ibu Maria. "Dari ka Maria," ucap Lia. "Huh, kakakmu itu bodoh jangan kamu dengarkan, laut aja dia tidak tau apa lagi ikannya huh," ucap ibu Maria. Maria yang mendengar itu, ia tak menghiraukanya, ia tetap makan walau ia tak satu kerumunan dengan keluarganya. Malam ini Maria tidak bisa tidur, ia berguling-guling di atas kasurnya. "Masa iyah aku pacar dia, akukan kata orang bukan cewek haha," ucap Maria. "Tidur jangan berisik!" teriak ibu Maria. Maria yang mendengar teriakan ibunya, ia tertidur dan tidak bersuara lagi. Sepertiga malam Maria sudah terbangun, ia masak nasi dan air. Paginya ia mandi dan bersiap karna hari ini pembagian kelulusan para orangtua murid akan hadir. Maria sedang duduk di halaman sekolah dengan Atikah yang membaca buku. "Kau yakin bapakmu akan datang?" tanya Atikah. "Semoga saja," jawab Maria. Nana dan teman-temanya lewat di hadapan Maria, Nana tersenyum mengangguk, begitupun Maria mengangguk dan tersenyum. "Ada apa? Kau berbaikan denganya setelah apa yang terjadi?" tanya Atikah. "Kenapa? Apa salah dia dan aku, bukankah yang bermasalah itu dia," ucap Maria menunjuk seorang gadis yang duduk di kejauhan sendiri. "Huh, bahkan tidak ada yang mau berteman denganya karena dia yang so suci," ucap Atikah. "Wah ... wah, kau ada kemajuan ya sudah bisa memaki orang," ucap Maria. "Itu karena aku berteman dengan singa," jawab Atikah malas. "Hahaha, berarti aku berkahmu donk," ucap Maria tertawa. "Iya kamu adalah berkah bagiku Maria,kamu temanku," ucap Atikah tersenyum. "Woow, aku baru tahu senyumu sangat menawan kawan," ucap Maria tertawa kembali. "Diamlah mana bapakmu acara bahkan sudah selesai, kau ambil saja surat kelulusanmu sendiri gih aku tunggu disini," ucap Atikah. "Hmmm, baiklah aku ke pak Nasum dulu deh kali aja di kasih," ucap Maria lemas. Maria memang tidak terlalu berharap orangtuanya datang mengambil kelulusanya, memang dari dulu tidak pernah ada yang mau datang karnanya. Maria menghampiri wali kelasnya. Kini ia berada di ruang guru. Hanya untuk mengambil Ijazah dan mendaftar untuk melanjutkan sekolahnya. Maria selalu bersikap lebih dewasa dan mandiri dalam hal apapun termasuk keluarganya. Baginya semua yang di lakukannya semata-mata untuk keluarganya dan tidak terkecuali adik-adiknya.Apapun yang berhubungan tentang kepentingan keluarganya, apalagi adiknya, Maria akan selalu mengutamakan mereka, begitu besar kecintaannya pad saudara-saudaranya. "Turnamen akan di mulai, kamu harus bersiap dulu dan jangan melupakan kewajibanmu nanti," tegas Wali kelasnya. "Baik Pak, kan saya sudah bilang bersedia," jawab Maria tersenyum kepada wali kelasnya. "Kamu harus bersiap dan berlatih, bisakah kamu ikut latihan dan berlatih dengan baik!" seru wali kelasnya. "Insyallaah Pak, saya pasti akan semaksimal mungkin buat yang terbaik Pak, anda jangan khawatir," balas Maria tersenyum dan berpamitan pada Wali kelasnya. Setelah mengambilnya, Maria keluar dan menghampiri Atikah yang sudah menunggunya sedari tadi. Kini keduanya berbincang bersama tanpa menghiraukan orang-orang yang memperhatikan antara pertemanan Maria dengan Atika. Meskipun pada kenyataannya persahabatan Maria sudah terjalin. Cukup lama sebelum Maria mengenal dengan temannya yang bernama ini memang terlihat cukup aneh dengan Maria yang sangat cantik dengan wajahnya yang putih mulus. Ia bersahabat dengan Atika seorang gadis yang pendiam bahkan tidak berdandan seperti yang lainnya namun Maria memang seorang gadis yang memang tidak pernah pilih-pilih dalam persahabatan, dimana dia merasa sudah nyaman dengan seseorang. Maria tidak pernah mengecewakan orang itu selama temannya itu memang berperilaku baik kepada dirinya, ataupun pada orang lain begitulah Maria Ia memang tidak pernah pilih-pilih dalam berteman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD