Artemesia

1213 Words
Bagian ini didedikasikan untuk seseorang yang berhasil membuatku jatuh cinta. Mungkin saat ini kamu sedikit terkejut karena namamu berada dalam judul bagian dari cerita ini. Tahun 2019 yang lalu, aku sudah pernah meminta izin padamu untuk menggunakan nama belakangmu sebagai judul dari sebuah cerita yang akan aku tulis. Dan kau— menyetujuinya. Tahun-tahunku selalu hadir kisah tentang rasa yang terhenti pada titik dimana aku hanya dapat mengagumi. Sebab ada beberapa hal yang lebih dari cukup untuk dinikmati, tanpa ada langkah untuk memiliki. Mereka menyebutku pengangum rahasia, yang selalu sadar akan dimana posisinya. Tak perlu berbalas rasa maupun mengemis cinta. Siapapun pandai menghayati cinta, tapi tak seorang pun pandai menilai cinta. Karena cinta bukanlah suatu objek yang bisa dilihat oleh kasat mata. Sebaliknya, cinta hanya dapat dirasakan melalui hati dan perasaan saja. Menuju tahun kedua, hatiku tak kunjung berpaling darimu. Entah sudah berapa ribu prosa yang pernah ku tulis tentangmu. Rasanya aku ingin berhenti sejenak untuk bercerita. Cukup diam di sini, memandangimu dari kejauhan. Aku selalu kehabisan kata-kata. Kemampuanku untuk menciptakan diksi yang rumit secepat itu menghilang. Hingga aksara menjelma bak rantai yang membelenggu seluruh isi hatiku. Aku tak menaruh harapan lebih padamu. Tapi— hanya ingin kau tahu, ada seseorang yang sepenuh hati sedang kau tatap, meski sejujurnya berada di sampingmu tanpa kau tahu, perasaanku pun sudah bahagia. Memang, hanya sebatas memandang. Tapi rasa membuncah tak karuan. Cemburu, bukan hak. Memiliki, apalagi. Karena nyatanya kamu bukan atau bahkan tak akan termiliki. "Oyy!" Sapamu singkat. Aku hanya tersenyum melihatmu berjalan mendahuluiku. Aku melamun sejenak, teringat adegan tahun lalu tepatnya bulan Februari 2018. Aku sedikit berbagi jajan ke teman sekelas dalam rangka hari ulang tahunku. Kelas cukup ramai saat itu, hingga beberapa orang dari kelas sebelah ikut menimbrung lalu mengucapkan selamat untuk diriku. Termasuk kamu. Kamu mengucapkan 'selamat ulang tahun' dengan jelas kepadaku. Bahkan jika saat itu aku sedang memegang ponsel, mungkin aku akan suka rela merekam ucapanmu. Kau tahu seberapa bahagianya diriku? Hal kecil yang menurutmu tidak berarti dan mudah kau lupakan itu justru akan selalu membekas dalam ingatanku hingga tahun ini. Aku cukup kecewa saat kau langsung pergi menjauh dariku. Kita memang tidak pernah dekat bahkan bisa dikatakan hanyalah orang asing yang kebetulan satu angkatan. Tapi orang asing ini justru menyempatkan diri membuat akun palsu untuk mengintaimu, mencari tahu apa kegiatanmu, apa yang kau sukai, bahkan siapa yang sedang kau dekati. Ternyata mencintaimu saja tidaklah cukup. Aku tetaplah pecundang bodoh yang terlalu takut akan jawabanmu suatu hari nanti. Akulah pihak yang bersalah akan kisah yang ingin ku rangkai. Aku takut gagal bahkan sebelum memulai. Jikalau pun aku harus mengakui perasaanku padamu. Yang pertama akan ku ungkapkan bahwa aku pernah sebegitu dalam menyimpan rasa padamu. Kurang lebih hampir 2 tahun ini. Maaf sebelumnya, aku tak pandai mengungkapkan cinta dan aku sadar diri kepada siapa aku jatuh cinta. Jika cinta memang jatuh pada orang yang tidak bisa bersamaku. Maka biarkan rasa unu aku simpan beberapa waktu hingga waktu tertentu. Kemudian, yang kedua. Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu. Terima kasih, sebab dari mencintaimu. Aku percaya bahwa mencintai tak harus memiliki. Mungkin ini hanyalah kisah cinta yang belum kesampaian. Tahukah kamu bahwa cinta yang paling romantis adalah cinta yang tidak pernah kejadian? Dan yang ketiga, maaf. Aku minta maaf jika aku sering mengambil fotomu tanpa seizinmu. Aku bahkan meminta beberapa fotomu pada teman sekelasmu yang aku kenal. Hanya untuk memastikan bahwa aku selalu mengingat wajah itu. "Happy birthday!" Seru beberapa orang di kelas dengan semangat. Aku tersenyum lebar, apalagi melihat beberapa bingkisan kado tergeletak di atas mejaku. "Dari siapa ini?" Tanyaku penasaran. Tanganku mulai meraih bingkisan kado tersebut dan berniat membukanya. "Eitsss, dibuka di rumah saja." Cegah Arvela. "Baiklah." *** Ujian Akhir Semester (UAS) sedang dilaksanakan. 1 Bulan lagi kami akan mengangkatkan kaki dari sekolah ini. 3 Tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menemui lika-liku perjalanan remaja menuju kedewasaan. Bahkan di Tahun terakhir, aku diuji banyak cobaan yang menghadang. Mulai dari kepergian Ayah, kedekatan Ibu dengan orang baru yang mungkin akan segera ku panggil Ayah, hingga kegagalanku mendaftar ke Perguruan Tinggi selanjutnya. Hidup akan terus berjalan meskipun banyak kesedihan yang menerjang. Hari ketiga UAS telah selesai, aku berjalan terlebih dahulu menuju parkiran sekolah untuk menempelkan sticky notes di speedometer motormu (si carlo) untuk mengucapkan 'good luck' padamu. Sebenarnya aku memiliki nomor w******p-mu, namun aku mengurungkan niat untuk membongkar identitas asliku lebih cepat. Setelah itu, kamu mengirim pesan ke akun palsuku dan mengucapkan terima kasih. Apakah kau tahu? Pesan itu masih ada hingga saat ini. Lucu memang, tapi cukup dikenang saja. Karena kita sudah memiliki kisah masing-masing meskipun kita tak pernah memiliki kisah yang pantas untuk dikisahkan. Perihal perjuangan tak berbalas atau mendapati kenyataan bahwa ada orang lain yang sudah menetap adalah hal yang wajar dan pantas. Jatuh dan patah hati pun sebenarnya risiko yang harus ku terima sejak awal dengan tegas. Satu-satunya kesalahan yang ku buat ialah tak pernah ada keberanian sedikit pun untuk mendekatimu. Mungkin aku akan menyesali hal itu namun seiring berjalannya waktu, kita pasti akan menemukan pasangan yang tepat kelak di hari yang telah ditentukan. Sebulan berlalu, hari ini tepat acara wisuda kita. Bukankah ini hari yang tepat untuk membongkar rahasia? Lagipula aku sudah berjanji padamu akan menemui dirimu sebagai pengangum rahasia yang selama ini menguntitmu. Rasa gugup mulai menghantuiku. Aku berjalan menghamparkan pandangan mencari barang hidungmu. Sebenarnya aku sudah menyiapkan bingkisan kecil untukmu, tapi ku rasa akan ku berikan saat terakhir kali pertemuan kita supaya hal itu akan teringat dalam benakku. Entah bagaimana denganmu? Sorot mataku kini tertuju pada sosok berjas abu-abu di antara para laki-laki yang memakai jas hitam. Entah ide apa yang membuat dirimu seolah ingin berbeda dari yang lainnya. "Hey!" Sapaku. Kamu langsung menghampiriku dan menjabat tanganku. "Foto yuk!" Imbuhku. Kamu setuju dan mengajakku ke tempat dimana memang sudah disediakan fotografer dan background foto di acara wisuda itu. Beberapa temanku tersenyum menggoda saat melihatku berdampingan dengan dirimu. Andaikan waktu bisa berhenti meskipun sebentar saja, aku masih ingin dirangkul olehmu. "Aku elrn." Ucapku menyebut nama akun palsuku. Aku bisa melihat jelas ekspresi terkejut dari raut wajahmu. Bagaimana? Terkejut, bukan? Penggemar rahasiamu hanyalah gadis bertubuh pendek yang tak pernah terlihat feminim. Gadis yang selama ini berada di sebelah kelasmu. Gadis yang pernah mengajarimu rumus limit di mata pelajaran Matematika. Gadis yang pernah meminta foto bersamamu saat kau sedang bertanding futsal di kota waktu itu. Bahkan saat itu aku sedikit sulit mendapatkan izin dari orang tuaku. Karena menurut mereka, tempat itu terlalu jauh. Padahal perjalanan bisa ditempuh hanya 30 menitan saja. Meskipun begitu, akhirnya aku tetap mendapatkan izin. "I have something for u, tapi akan aku bawa saat kita ambil ijazah ya." "Hmm oke," Jawabmu singkat. Aku membalasmu dengn tersenyum simpul lalu pergi bersama temanku. Setelah hari itu dan hari selanjutnya saat pemberian sesuatuku untukmu tiba. Aku menyadari akan satu hal. Aku tidak akan menjadi bagian dalam kisah hidupmu. Tapi tak apa, aku pun juga akan melepas rasa ini secara perlahan hingga saatnya tiba, aku akan bertemu dengan orang yang tepat untukku. Begitu pula denganmu. Kau terlalu jauh seperti matahari, takkan bisa ku gapai meski aku sudah babak belur. Untuk matahariku, Terima kasih, masa putih abu-abuku tidak lagi abu-abu. Mengungkapkan diksiku tak akan pernah mampu. Karena 100 tahun itu terlalu lama. Dan mungkin aku telah tiada. Semoga kau segera temukan dirimu dan separuh dirimu. Dari aku, yang berfotosintesis karenamu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD