Bab 11. Provokasi Karin

1305 Words
Awalnya Gala terkejut dengan pertanyaan yang dilayangkan Sasha. Apalagi sorot Rena dan Nadia yang duduk di depannya, seolah juga menanti jawaban darinya. Entah jawaban apa yang mereka harapkan. Yang jelas, Gala memilih menghindari pertanyaan Sasha, karena kemungkinan bisa timbulkan rasa tidak nyama di antara mereka. “Kenapa jadi nanyain itu? Kita kan lagi bahas pernikahan?” ucap Gala berusaha mengalihkan. Ia jelas tidak bisa menjawab seperti yang Sasha harapkan dan takut menyakiti jika dirinya berbicara jujur. Rengutan Sasha semakin kentara karena tidak puas dengan jawaban Gala yang terkesan menghindar. Gadis itu tiba-tiba jadi teringat dengan kejadian dua hari lalu saat mereka fitting baju. Saat itu Gala berkata, “Terserah kamu mau pilih baju mana yang kamu suka.” “Kemarin pas fitting baju, Om juga bilang terserah maunya aku apa, kan?” ucap Sasha mengulang kalimat Gala waktu itu. “Iya … biar cepet beres aja semuanya.” Sayangnya, jawaban Gala justru semakin tumbuhkan rasa kecewa dalam diri Sasha. Awalnya Sasha sudah sangat percaya diri dan menyakini jika laki-laki yang akan menjadi suaminya itu mulai melunak tidak secuek biasanya. Dia mengira, Gala yang membiarkannya memilih gaun pengantin sesukanya, karena Gala memang ingin menyenangkan Sasha. Namun, yang didapat hanyalah kekecewaan saat tahu kebenaran yang sebenarnya. Sasha spontan berdiri dan menghentakkan kaki kuat-kuat sebelum meninggalkan tempat lalu masuk ke dalam kamarnya. Tak ada ucapan ataupun omelan, melainkan sorot penuh kekecewaan saat kedua matanya menatap Gala. “Lah! Salahnya aku di mana?” Gala mempertanyakan sikap Sasha yang dianggapnya absurt itu. Tentu saja sikap Gala langsung memancing kekesalan dari Rena. “Masih tanya salahnya di mana, Om?” Dia jadi ikutan kesal dengan omnya itu karena sama sekali tidak peka terhadap perasaan Sasha, temannya. “Kejar sana, kek! Masak diem aja?” “Lah, ngapain?” “Kok ngapain? Ya buat nenangin Sasha, lah!” “Kita bukan anak kecil lagi Rena. Sasha sama aku—“ “Aduh …! Stop deh, kalian! Pusing aku dengernya.” Nadia tidak bisa lagi menahan. Dia selalu pusing setiap kali adik dan putrinya itu beradu mulut yang tidak ada hentinya. “Rena, udah kita gak usah ikut campur. Ini urusan Sasha dan Gala. Biar mereka selesaikan masalah sendiri. “Tapi, Mah … kasihan Sasha,” rengek Rena yang tidak terima temannya disakiti Gala. “Udah, kita pulang aja.” Nadia menggeret tangan Rena untuk segera berdiri dan pergi. Tak lupa ia berpesan kepada Gala sebelum menajuh. “Gala, kamu tenangin Sasha sana. Jangan buat keadaan semakin rumit. Ingat, pernikahan kalian tinggal 2 hari lagi.” Gala yang awalnya ingin menolak, hanya bisa pasrah sambil menghela napas panjang. “Iya, Mbak,” jawabnya akhirnya. Ia sendiri tidak yakin harus bagaimana menenangkan Sasha. Sepeninggal Rena dan Nadia, Gala masih berdiam diri di sofa, berpikir apa yang harus dilakukan untuk membuat Sasha keluar dari kamarnya. Tidak mungkin jika ia harus menyusul masuk ke dalam kamar karena akan menimbulkan fitnah jika ada yang memergokinya. Gala trauma dengan sudah yang pernah terjadi sebelumnya. Hanya saja, tidak ada jalan lain selain Gala menghampiri Sasha ke kamarnya. Ia sejujurnya juga takut dengan Hendra yang mungkin saja bisa terbangun dan mempertanyakan gadisnya itu. Akhirnya, mau tidak mau, Gala beranjak menuju kamar Sasha. Diketuknya secara perlahan pintu kamar gadis itu. “Sha?” panggilnya setelah mengetuk pintu. Sekali ketukan, tidak ada jawaban yang terdengar. “Duh! Belum jadi istri aja udah nyusahin banget kek gini,” gerutunya. Gala kembali mengetuk, namun belum juga ada kata yang terucap dari penghuni di dalam. “Sha ….” Lagi, Gala mencoba membujuk gadis yang masih dianggapnya sebagai bocah polos itu. “Apa?!” Teriakan nyaring yang terdengar dari dalam kamar baru melegakan untuk Gala meski menyakiti telinganya. Setidaknya ia tidak sia-sia karena sudah mengetuk pintu berkali-kali. “Sini keluar, aku punya sesuatu buat kamu.” Entah dapat ide dari mana, Gala terpikir untuk membujuk Sasha dengan cara seperti itu. Padahal ia sama sekali tidak menyiapkan sesuatu yang bisa diberikan kepada Sasha. Namun, anehnya, setelah mendengar hal itu, Sasha langsung membuka pintu meski hanya sebatas bahu dan hanya menampilkan sebagian kepalanya yang menjulur keluar. “Apa?” tanyanya masih dengan nada ketus. “Keluar dulu, dong,” jawab Gala masih mencoba membujuk. Akhirnya, meski agak ragu dan sedikit malu-malu, Sasha pun keluar dari kamarnya. Gala bisa melihat wajah gadis itu yang sedikit cemberut, tapi ada rasa penasaran yang terlihat jelas di matanya. Gala merasa berhasil karena bisa membuat Sasha keluar hanya dengan rayuan receh. Begitu Sasha benar-benar keluar, Gala langsung menyambut dengan pertanyaan, “Kemarin kamu minta apa ke aku?” Gala berusaha mengingat interaksi yang terjadi antara dirinya dan Sasha. Menurutnya, hal itu bisa membuat para wanita merasa diprhatikan. Sasha yang tidak mengerti maksud Gala langsung mempertanyakan, “Apa? Aku gak minta apa-apa,” jawabnya karena merasa tidak pernah memintak sesuatu kepada Gala. “Masak? Dua hari lalu kamu gak inget ngomong apa?” tanya Gala mencoba membangkitkan kenangan dua hari yang lalu. “Iya. Aku gak pernah sesuatu sama Om.” Sasha bahkan menggeleng, merasa tidak pernah apapun kepada Gala. “Bukannya kemarin kamu minta cincin, ya?” tanya Gala dengan senyuman nakal. Ucapan Gala sontak membuat Sasha melebarkan mata. Dia tidak percaya jika Gala mengingat dengan ucapan Sasha dua hari lalu. Saat itu Sasha memang tidak meminta secara gamblang. Dia hanya meminta lewat sindiran dan tidak ditanggapi Gala saat itu. Hatinya seketika berbunga-bunga, merasa Gala mulai peduli dengannya. “Om Gala ingat?” tanyanya tak percaya. Rasa marahnya seketika tergantikan rasa bahagia karena ternyata Gala masih perhatian kepadanya. “Ingat, dong,” jawab Gala santai. “Mau beli sekarang?” tawarnya. Senyuman Sasha tidak bisa dibendung lagi. Ia mengangguk antusias dan langsung mengapit lengan Gala. “Ayok, Om.” Gala tersenyum melihat perubahan sikap Sasha. Walaupun masalah mereka belum selesai, setidaknya, hari ini, suasana hati Sasha sedikit lebih baik. *** Setelah beberapa menit berjalan, Sasha dan Gala akhirnya sampai di sebuah toko perhiasan yang cukup terkenal. Suasana di dalam toko itu sangat nyaman, dengan pencahayaan lembut dan koleksi cincin yang sangat elegan. Gala merasa sedikit lebih tenang karena akhirnya ia bisa membuat Sasha kembali tersenyum dengan membeli cincin pengantin yang diinginkannya. Sasha tersenyum lebar melihat-lihat cincin yang dipajang di etalase. "Wah, Om, yang ini lucu banget!" ujarnya sambil menunjuk cincin berlian yang agak besar, membuat matanya berbinar. Gala tersenyum mengimbangi Sasha. “Kamu mau yang ini?” tunjuknya pada cincin yang sebelumnya Sasha pilih. Sasha mengangguk antusias, hatinya sudah jauh lebih bahagia dari sebelumnya. “Mbak, saya ambil yang ini,” ucap Gala kepada penjaga toko. “Baik, Bapak. Silahkan ikut saya untuk p********n. Setelahnya, Gala mengikuti penjaga toko untuk menuju kasir yang letaknya agak jauh. Sementara Sasha memilih menunggu Gala di tempat dengan kembali melihat-lihat model perhiasan yang terpajang di etalase. Namun, ketenangan yang dirasa Sasha langsung terusik ketika mendengar suara feminine yang tiba-tiba berada di dekatnya sambil menyapa, “Kamu bocah yang akan menjadi istri Gala, kan?” Sasha seketika menoleh. Suara yang didengar juga terasa tidak asing. Benar saja, ternyata Karin, sudah berada di sana dengan tatapan penuh permusuhan. Belum juga Sasha menjawab, wanita itu kembali berkata, “Kamu yakin dengan pernikahan yang Gala janjikan?” Sasha seketika mengerutkan alis, mencoba mencerna ucapan Karin. “Kamu tahu kan, kalau Gala itu masih sangat mencintaiku. Kamu hanya dijadikannya alat untuk membalas dendam kepadaku. Kamu hanya bisa memiliki raga Gala. Tapi jiwa dan pikiran Gala hanya tertuju kepadaku.” Mau menyanggah, namun Sasha merasa semua ucapan Karin memang benar. Hal itu memang yang sedang dirasakan Sasha saat ini. belum selesai memikirkan ucapan Karin, wanita itu kembali berkata sesuatu hal yang semakin Sasha frustasi. Katanya, “Aku dan Gala punya anak yang jelas akan mempererat hubungan kita. Kamu mau merusak masa depan kamu dengan itu? Kamu mau menyiksa diri?” “Anak?” Sasha seketika terkejut. Gala tidak pernah bercerita perihal anak. “Jadi, Om Gala punya anak dari Tante?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD