Bab 10. Suka Gak Sih?

1162 Words
Sadar jika sudah tidak ada lagi jarak di antara mereka, Sasha spontan mundur hingga belakang punggungnya menabrak kemudi. “Aww!” teriak Sasha karena rasakan nyeri di belakang punggungnya. Anehnya, Gala justru reflek menarik tubuh Sasha untuk mendekat ke arahnya. Mungkin ia takut jika punggung Sasha menabrak kemudi lagi. “Kamu gak apa-apa?” tanyanya khawatir. Gala bahkan mengusap-usap punggung Sasha dengan lembut tanpa menyadari jika perlakuannya membuat gadis yang masih berada dalam pangkuannya melambung tinggi. Pipi Sasha bahkan langsung memerah. “Pipi kamu kenapa tiba-tiba merah?” Entah kenapa Gala mempertanyakan hal yang jelas ia sendiri tahu jawabannya. Yang jelas, pertanyaan Gala spontan membuat Sasha menutup wajah dengan kedua tangannya. “Om Gala! Aku malu, tau!” protesnya tanpa mengubah posisi yang masih berada di atas pangkuan Gala. Reaksi yang ditampilkan Sasha, justru membuat Gala tersenyum lebar karena menghibur baginya. Ia jadi bisa lupakan sejenak segala beban pikiran yang mengganggu belakangan. “Bukannya biasanya malu-maluin, ya?” goda Gala. Ia sendiri seolah tidak mempermasalahkan posisi Sasha yang masih berada di pangkuannya. “Ih! Om Gala!” protes Sasha sambil memukul depan tubuh Gala kuat-kuat hingga membuat pria 37 tahun itu terbatuk-batuk. Benar-benar sesuai dugaan. Reflek yang ditunjukkan Sasha ternyata menyakiti fisik Gala. Lucunya lagi, Gala justru merasa terhibur karena raut kesal Sasha langsung berubah panik saat mendengar Gala terbatuk kesakitan. “Om Gala, maaf, Om. Sasha gak bermaksud nyakitin Om,” ucapnya. “Kalau gak mau nyakitin, turun dulu dari pangkuanku.” “Astaga! Maaf, Om!” Sasha sendiri baru sadar jika ia masih berada di atas pangkuan Gala. Ia segara turun dari pangkuan Gala dengan salah tingkah. Dia lantas memasang sabuk pengaman untuk menutupi salah tingkahnya. Sementara Gala, jelas menertawakan sikap salah tingkah yang ditunjukkan Sasha. Pria itu bahkan tak henti-hentinya tersenyum saat menyalakan mesin kendaraannya. Apalagi, melihat reaksi Sasha yang terpantul dari kaca spion, semakin membuat senyum Gala semakin melebar. “Sekarang, mau kan fitting baju?” tanya Gala sambil melajukan kendaraannya keluar dari area parkir. Tentu Sasha tidak bisa tunjukkan kemarahannya lagi. Rasa malunya terlalu mendominasi. Akhirnya, ia hanya bisa mengangguk tanpa menoleh. Ia masih berusaha menutupi sikap salah tingkahnya. *** Dua hari telah berlalu. Hari ini, Nadia, Rena, Gala berkumpul di rumah Sasha untuk melihat keadaan Hendra yang baru saja diperbolehkan pulang. Selain itu, mereka juga berencana untuk membahas masalah pernikahan antara Gala dan Sasha yang akan di gelar tiga hari lagi. “Cie … yang mau nikah sama sang pujaan kelihatan seneng banget?” goda Rena kepada Sasha sembari menyenggol lengan temannya itu. “Apaan sih, Ren?” Meski terkesan menolak, namun rona kemerahan pada pipi Sasha tak bisa terbantahkan. Ia segera menjejalkan minuman kaleng pada tangan Rena berharap bisa membungkam mulut temannya itu. “Cie … pake malu-malu.” Rena ternyata masih belum puas menggoda. “Tuh! Ditungguin sama calon suami kamu di sana,” ucap Rena sambil menunjuk keberadaan Gala yang sedang berbincang dengan lawan bicaranya di depan teras rumah Sasha dari ponselnya. Mau ditahanpun, Sasha tetap saja mengikuti arah telunjuk Rena, tempat di mana keberadaan Gala. Lalu, suara cekikikan Rena langsung menyadarkan Sasha untuk segera alihkan pandangannya. “Rena, ih!” protesnya sambil tersipu malu. “Kenapa ini para gadis kok cengengesan?” Suara itu berasal dari Nadia yang tiba-tiba muncul dari arah dapur sambil membawa nampan berisi camilan. Dia lantas meletakkan nampan itu di depan Sasha dan Rena. “Wah … martabak manis kesukaanku!” seru Rena yang langsung mengambil martabak dari nampan di depannya. “Rena! Kebiasaan. Langsung nyomot aja.” Nadia memperingatkan. “Yang punya rumah dulu dong yang ngambil,” imbuhnya. “Gak apa-apa Tante. Lagian yang bawa martabak kan, Tante juga.” Semuanya lantas tertawa setelah mendengar ucapan Sasha. “Bener juga,” ucap Nadia yang kembali tertawa diikuti Sasha maupun Rena. Mereka lantas kembali berbincang, membicarakan hal-hal yang biasanya dibicarakan oleh para wanita. Lalu, tak berselang lama, Gala masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu lantas duduk di sebelah Sasha, karena hanya tersisa satu tempat kosong, yaitu di sebelah Sasha. Merasa canggung dan salah tingkah, Sasha lantas menawarkan, “Mau martabak, Om?” Ya, setelah insiden dirinya naik ke pangkuan Gala dua hari yang lalu, Sasha merasa belum terbiasa jika harus bersikap wajar kepada Gala. Ia masih merasa malu atas kejadian itu. Belum sempat Gala menjawab, Rena lebih dulu menggoda mereka “Ehem, ehem! Makin mesra aja!” soraknya sambil cekikikan. Hal itu sontak menjadikan Gala urung menerima martabak yang hampir saja Sasha berikan. Dia ganti molotot ke arah Rena sambil mengacungkan tinju tanda tidak suka. “Awas, ya!” ancamnya tanpa suara. Hanya saja, Rena malah menjulurkan lidah, seolah tunjukkan sama sekali tidak takut dengan ancaman yang omnya berikan itu. Ya, Rena selalu menyukai reaksi marah yang ditunjukkan Gala dan hal itu membuatnya merasa berhasil telah mengerjainya. Anehnya lagi, Gala selalu saja terpancing dengan ejekan Rena, meski hal itu sudah sering kali Rena lakukan. “Udah, udah. Kalian ini selalu begitu. Gak malu apa dilihat Sasha?” Nadia yang hafal dengan kelakuan adik dan anaknya itu, selalu dibuat pusing ketika mereka saling lemparkan ejekan. “Sekarang mending kita bicarain gimana konsep pernikahan kalian, Gala.” Gala yang awalnya menanggapi ejekan Rena dengan saling lempat pelototan, akhirnya menyudahi aksinya. Dia langsung ke mode serius saat menjawab Nadia. “Apa gak tunggu Pak Hendra bangun dulu?” tanyanya. Namun, Sasha buru-buru menjawab, “Gak usah, Om. Biarin Bapak istirahat aja. Sasha yakin Bapak pasti setuju sama apapun hasilnya.” Gala mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oke kalau gitu. Kalau aku sih, terserah Mbak aja. Yang penting nikah, beres,” ucap Gala santai. “Loh, kok terserah aku. Ya terserah kalian dong, wong yang nikah itu kalian bukan Mbak.” Merasa berbicara dengan orang yang salah, Nadia ganti beralih ke Sasha. “Gimana Sha? Kamu pengen yang kayak gimana?” Sasha yang awalnya hanya terdiam akhirnya turut berbicara. “Sasha nurut sama Om Gala, aja Tante.” Sebenarnya Sasha ingin sekali menikah dengan konsep ala-ala putri kerajaan, seperti yang pernah dilihatnya di drama-drama korea langganannya. Hanya saja, ia tidak berani mengutarakan pendapat. Ia sejujurnya merasa kecewa dengan ucapan Gala yang terkesan cuek dan tidak memperhatikan konsep pernikahan. Padahal, setelah insiden memalukan di mobil dua hari yang lalu, seharusnya bisa mengubah sikap cuek Gala terhadap Sasha. “Tuh, kan … Sasha aja nurut sama aku. Udahlah Mbak, terserah mau gimana yang penting nikah aja udah.” Mendengar ucapan Gala, Sasha baru ingat jika tujuan Gala menikahinya bukan karena cinta. Melainkan hanya untuk membuat Karin berhenti menganggunya. Ia jadi mendadak kesal jika ingat bagaimana cara Gala menatap Karin waktu itu. Lalu, kekesalannya semakin menjadi karena Gala kembali berbicara, “Aku terlalu sibuk buat ngurusin pernikahan. Aku cuma mau terima beres aja, Mbak.” “Terlalu sibuk? Apa dia akan mantau si wanita itu lagi?” batin Sasha kesal mendengar ucapan Gala. Tak bisa lagi mengontrol emosi, Sasha spontan mengutarakan unek-unek yang dirasakannya. Tanpa canggung dan malu di depan Rena dan Nadia, Sasha bertanya, “Sebenarnya Om Gala tuh suka gak sih sama aku?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD