ARJUNA

1732 Words
Tidak terasa tiga bulan sudah Alin menjalani kehidupan sebagai seorang karyawan. Banyak pelajaran yang dia ambil selama hidup sebagai perantau. Salah satunya adalah bagaimana susahnya mencari uang. Selama ini, yang dia tau hanya berapa jumlah uang yang di transfer orang tuanya, kemudian menggunakannya sesuka hati. Setelah tiga bulan bekerja, Alin bisa mendapatkan cuti pertamanya selama 14 hari. "Besok jadi pulang?" tanya Pak Rudi melalui sambungan video call. "Jadi, Pah. Besok Alin pake pesawat pagi," jawab Alin. "Oke, nanti Papa jemput." "Mau Mama masakan apa?" Kali ini Ibu Dewi yang bertanya. "Nggak usah deh, Ma. Besok Alin pengen Makan coto makassar." "Oh ... jadi kamu lebih kangen sama coto Makassar daripada masakan Mama?" tanya Bu Dewi sinis. "Ha ... ha ... ha, sejak kapan Mama jadi suka ngambek?" tanya Alin sambil tertawa. "Sejak kamu tinggal pergi, Mama jadi lebih sensitif, gampang merajuk," beber Pak Rudi. Ayah dan anak itu kompak menertawakan Bu Dewi. "Ketawa aja sampe puas," rajuk Bu Dewi dengan wajah cemberutnya. "Jangan ngambek dong, Ma. Alin kangen kok sama masakan Mama, kangen banget malah. Tapi Besok Alin pengen trakrir Mama sama Papa," ujar Alin lembut. *** Alin sudah sampai di bandara Sepinggan. Dia melebarkan langkah, dan mengembangkan senyum saat melihat kedua orang tuanya. "Kangen," kata Alin sambil memeluk Mamanya. "Mama juga kangen," balas Bu Dewi dengan suara tercekat. "Loh, kok nangis." Alin mengusap pipi Bu Dewi yang sudah basah. "Mama seneng, liat Alin pulang," ujar Bu Dewi lirih. "Sudah, sudah. Jadi nggak nih, makan coto Makassarnya?" tanya Pak Rudi. "Papa sudah laper banget." lanjutnya. "Loh, koper kamu mana, Dek?" tanya Pak Rudi saat akan masuk mobil. "Alin cuma bawa ini," jawab Alin sambil menunjukkan tas ransel kecilnya. "Oh." Pak Rudi menghidupkan mesin mobilnya. Sadar jika kursi di sebelahnya kosong, dia pun menoleh ke belakang. "Loh, kok Mama duduk di situ, sih. Memangnya Papa supir Grab." "Nggak usah protes! Cepetan jalan! Katanya lapar," ujar Bu Dewi. "Baik, Bu." Pak Rudi menirukan gaya supir taksi online. Mereka bertiga tergelak. Inilah yang sangat dirindukan Alin saat dia jauh dari keluarganya. *** Sejak Randi memaksa Alin untuk menemaninya lembur, hubungan keduanya semakin dekat. Hanya saja, Randi semakin tidak suka saat Alin dekat dengan pria lain. Baru dua hari tidak bertemu Alin, Randi merasa rindu. Apalagi dia sama sekali tidak bisa menghubungi gadis itu. "Cha, kok ponsel Alin nggak bisa di hubungin?" tanya Randi setelah mendudukkan diri di kursi Alin. "Nomernya yang mana?" tanya Icha yang tetap fokus pada layar komputer. Randi mengernyit. "Nomer yang biasa dia pakelah." "Oh, sengaja dinonaktifkan sama Alin." "Hah?" "Itukan nomer buat kerja." "Oh," sahut Randi kecewa. Randi memperhatikan meja kerja Alin, tidak ada yang istimewa. Kemudian tangannya lancang membuka laci meja itu. Dia melihat sebuah figura lecil yang diletakkan terbalik. Diambilnya figura yang menampilkan foto keluarga. Dipandanginya foto tersebut. "Mas Randi nggak sopan banget, buka-buka laci orang," tegur Icha. Yang ditegur hanya cengengesan. "Alin keliatan cantik 'kan dengan rambut blondenya?" tanya Icha. "Iya, cocok sama kulit putihnya," jawab Randi. Matanya tetap fokus pada foto keluarga Alin. Di foto itu Alin tampil dengan rambut blonde yang panjangnya hampir menyentuh pinggang. "Cantik," gumamnya. Saat dia akan meletakkan kembali figura itu, matanya menangkap sebuah foto tanpa figura yang letaknya di bagian terdalam laci. "Ini foto siapa, Cha?" "Oh, itu mantan pacar Alin." "Mantan pacar?" tanya Randi, sedikit bingung, kenapa Alin masih menyimpan foto sang mantan? "Iya, namanya Arjuna. Dia pacar pertama Alin. Cowok itu meninggal karena kecelakaan 3 tahun yang lalu," jelas Icha. "Awas!" Icha menyuruh Randi untuk sedikit menjauh karena ada sesuatu yang ingin dia ambil dari laci Alin. Icha menyerahkan selembar foto pada Randi. Di foto itu Alin dan Juna tampak mesra, Juna duduk diatas motor sport, merangkul bahu dan mengecup kening Alin yang berdiri di sampingnya. "Mereka serasi, 'kan?" tanya Icha. "Iya," jawab Randi. "Sejak Juna meninggal, Alin nggak pernah pacaran lagi. "Aku pernah tanya, kenapa dia nggak pacaran lagi? Padahal yang mau sama dia banyak. Dia bilang belum ada cowok yang bisa bikin jantung berdebar, seperti Juna," beber Icha. Randi mendengarkan dengan saksama sambil memandangi foto Juna dan Alin. "Mereka pacaran dari Alin kelas satu SMA dan Juna satu tingkat diatasnya. Bagi Alin, Juna itu cowok sempurna, meskipun dia tau nggak ada manusia yang sempurna. Juna sama sekali nggak pernah ngomong kasar seribut apapun mereka." Icha menarik napas panjang. Dia teringat bagaimana Alin berusaha menahan tangis saat menceritakan tentang Arjuna padanya. "Arjuna itu orangnya sabar, penyayang, pengertian, pokoknya menurut Alin cocok banget sama dia yang manja. Kebayang 'kan gimana hancurnya Alin waktu kehilangan Juna. Bahkan, sampai sekarang Alin belum bisa lupain Juna." Icha mengakhiri ceritanya. Randi terdiam. Sepertinya jalannya untuk mendapatkan Alin tidak mudah. Di hati gadis itu terpatri sebuah nama yang akan sulit untuk digantikan. Namun, dia tidak akan menyerah. Dia akan berusaha untuk manjadikan Alin miliknya. "Cha, minta nomer HP Alin, dong!" "Buat apa?" "Nggak buat apa-apa." "Kalau cuma buat koleksi kontak di HP-mu, lebih baik nggak usah. Aku nggak ikhlas kalau Alin jadi salah satu korbanmu," ucap Icha ketus. "Astaga, Cha. Jelek banget pikiranmu." "Kasih Alasan kenapa aku harus kasih nomer Alin ke Mas Randi?" tanya Icha. "Karena aku atasan kalian," ujar Randi. "Kan sudah punya nomeh Hp Alin yang untuk kerja." "Oke, Oke. Aku suka sama Alin," akunya jujur. "Ck, sudah kuduga. Playboy emang gitu, nggak bisa liat cewek bening dikit, pasti langsung dijadikan target," sindir Icha. "Kali ini aku serius, Cha!" Icha menatap Randi, mencari kebohongan di mata pria itu. Icha akui, sikap Randi pada Alin sangat berbeda dari mantan-mantan Randi yang tersebar hampir di seluruh penjuru perusahaan. "Janji, jangan pernah nyakiti perasaan Alin." "Janji," ucap Randi penuh kesungguhan. Icha mengotak-atik HP-nya. "Sudah aku kirim." Icha meletakkan kembali HP-nya di atas meja. "Makasih," ucap Randi sambil tersenyum. Selain nomer Hp, Randi juga minta nama akun media sosial Alin. Ternyata Alin tidak menggunakan nama dan fotonya pada profil alun media sosialnya. Pantas saja Randi tidak bisa menemukannya. Randi mem-follow akun media sosial Alin. Tidak perlu menunggu lama, permintaan pertemanannya langsung disetujui. Randi melihat semua postingan poto di akun i********: milik Alin. Randi tersenyum saat melihat foto gadis pejuaannya dengan berbagai pose. Cantik, kata itu digumamkannya berkali-kali. Ah, ternyata Alin sangat suka mewarnai rambutnya. Mulai dari coklat, blonde, sampai Merah maroon. Semua warna itu sangat cocok dengan Alin, tapi yang menjadi favorit Randi adalah rambut blonde Alin yang panjangnya hampir sepinggang. Rapunzel. Tiba-tiba dadanya sesak, saat melihat deretan poto Alin dengan Juna. Poto-poto mesra mereka masih menghiasi laman i********: Alin. Alin selalu memposting poto pria itu pada tanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya, dengan caption 'Happy b'day love.' hal yang semakin membuat Randi yakin bahwa nama Arjuna masih terukit jelas di hati Alin. Sepertinya perjuangannya tidak akan mudah. *** "Ih ... gembul banget sih kamu," ucap Alin gemas, sambil mencolek pipi keponakannya. "Boleh gendong nggak, Mbak?" tanya Alin. "Boleh," jawab Sarah. Sarah menyerahkan Kiara pada Alin. Dengan hati-hati Alin menggendong Kiara. Alin memperhatikan wajah bayi yang ada dalam gendongannya. "Kira-kira aku bisa punya yang kayak gini nggak, ya?" tanya Alin. "Move on dulu dari masa lalu, buka hati untuk pria lain," jawab Sarah. Keluarga tau, kalau Alin belum bisa melupakan Juna. Alin memang tipe orang yang sulit untuk jatuh cinta, tetapi jika sudah cinta maka dia juga akan sulit untuk melupakan. "Bukan belum bisa move on, Mbak, tapi belum ada cowok yang cocok sama Alin," kilah Alin. "Kamu yang kurang membuka diri untuk cowok lain, Dek. Mau sampe kapan kamu memutup hati kamu?" "Lupain Juna itu nggak mudah, Mbak. Aku sudah berusaha." Alin menunduk. "Nggak harus melupakan, tapi cukup dikenang. Jangan jadikan ini sebagai penghambat kamu dalam meraih kebahagiaan. Ikhlaskan Juna, Dek." Sarah mengelus rambut adik iparnya. Alin hanya diam, rasanya belum sanggup mengeluarkan nama Juna dari dalam hatinya *** "Kenapa senyum-senyum sendiri? Jangan bilang Mas Randi stres gara-gara kangen sama Alin?" tanya Icha saat mereka bertemu di pantri. "Ngawur aja," jawab Randi sambil memukul lengan Icha pakai gulungan kertas. "Jadi, kenapa situ senyum-senyum kayak orang gila?" tanyanya lagi sambil mengusap lengannya "Besok aku berangkat ke Balikpapan buat training selama empat hari," ucap Randi girang. "Apa istimewanya? Bukannya Mas Randi sering berangkat ke luar kota buat training?" tanya Icha heran. "Kamu nggak bakalan ngerti." Randi berlalu. " Honey Bakery!" seru Icha Randi menghentikan langkahnya, dan membalikkan badannya sambil mengernyitkan alis. "Toko kue milik Mamanya Alin." Randi langsung tersenyum. "Makasih, Cha." "Ingat janji, Mas ke Aku." "Mas akan selalu ingat, Cha," ucap Randi lirih. *** Hari ini Randi akan bertolak ke kota Alin. Meskipun tujuannya ke sana untuk mengikuti training, tapi terselip sebuah harapan semoga Dewi Fortuna memberinya keberuntungan agar bisa bertemu Alin. Randi sampai di hotel saat hari sudah gelap.Rencananya untuk langsung mengunjungi toko kue Mama Alin saat tiba di Balikpapan, harus dia batalkan karena pesawat yang dia tumpangi delay. Beruntung trainingnya dimulai pada hari Jum'at, jadi dia memiliki waktu libur di hari Sabtu dan minggu. Seminggu lebih tidak bertemu Alin membuatnya rindu setengah mati. Randi sudah berusaha menghubungi Alin, tapi gadis itu tidak pernah mengangkat telpon atau membalas chat-nya. Malam ini Randi ingin berjalan-jalan untuk menghilangkan jenuh. Dia sudah memesan sebuah taksi online. "Mas, Honey Bakery itu di mana?" tanya Randi pada driver taksi online. "Oh, itu di daerah Teratai, Mas, nggak jauh dari salah satu Rumah Sakit swasta. Mau lewat sana, Mas?" tawar driver taksi online. "Boleh. Kira-kira bukanya dari jam berapa, ya?" "Jam 8 sampai jam 5 sore, Mas." *** Hari ini training sudah dimulai. Berhubung hari jumat, maka kelas ditutup jam tiga sore, dan dilanjutkan pada hari senin. 'Masih sempat mampir ke sana,' ucap Randi dalam hati. Dia memasuki toko kue dan disambut dengan ramah oleh wanita paruh baya yang masih terlihat cantik. Randi yakin kalau wanita yang menyambutnya adalah Ibunya Alin, mereka memiliki mata yang sama. Randi duduk di salah satu meja di dekat pintu masuk. Dia terus berdoa agar hari ini keberuntungan berpihak padanya. Saat sedang asik menikmati sepotong cheesecake, pintu toko terbuka. Randi mendongak melihat ke arah pintu. Dadanya berdebar saat melihat sosok yang dia rindukan memasuki toko. Rambut hitam Alin di kuncir kuda membuat leher jenjangnya terpampang. Dapat Randi lihat dengan jelas kaki mulus Alin, karena gadis itu hanya menggunakan hotpants. Ini kali pertama Randi melihat Alin berpenampilan seperti ini. Biasanya Alin akan menggunakan celana jeans panjang dengan atasan Sweater. Cantik, selalu cantik. "Alin," sapa Randi. Alin terkejut saat mengetahui siapa yang memanggil namanya. Matanya membulat, mulutnya sedikit terbuka. 'Astaga, kenapa dia ada di sini,' batin Alin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD