Bagian 5

1040 Words
Aku akan menceraikanmu saat ini juga. Itulah kalimat terakhir yang didengar Clarissa ketika bersama dengan Aiden. Setelah itu, dia tidak pernah bertegur sapa dengan pria tersebut. Meski berada di rumah yang sama dengan Aiden, dia enggan menatap pria tersebut. Clarissa selalu keluar ketika Aiden sudah pergi dari rumahnya. Bahkan, dia sudah tidak peduli ketika dia harus mendengar desahan di sebelah kamar, tepatnya di sebelah kamar yang ditempati Aiden, mamembiarkan pria yang akan menjadi mantan suaminya membawa wanita lain ke ranjangnya. Satu bulan lagi, batin Clarissa dengan mata menatap ke arah langit malam yang terlihat begitu gelap. Membiarkan angin malam mulai masuk ke dalam kimono tidur yang sejak tadi dikenakan. Dia bahkan tidak peduli jika angin malam tersebut akan membuatnya jatuh sakit. Mati. Itulah hal pertama yang terpikirkan dalam otaknya. Namun, sekali lagi dia mengurungkan niatnya, merasa masih memiliki orang yang menyayangi membuat Clarissa tetap kuat menjalani kehidupan. Suara pintu terbuka menyadarkan lamunan Clarissa. Namun, dia hanya diam dan enggan mengalihkan pandangan. Dia berpikir mbak Asih yang masuk ke kamarnya. Namun, ketika pendengarannya menangkap suara pintu yang terkunci, dengan cepat dia berbalik. Matanya melebar ketika melihat Aiden yang sudah masuk ke kamarnya dengan senyum licik. “Aiden,” gumam Clarissa dengan tatapan takut. Dia merasa ada hal aneh dengan pria di depannya. “Senang melihatmu masih baik-baik saja, Rissa,” ucap Aiden dengan sebelah bibir terangkat. Kakinya terus melangkah mendekati Clarissa berada dengan tangan yang sibuk menggulung lengan pakaian kerjanya. Clarissa yang melihat segera melangkah masuk. “Untuk apa kamu ke sini? Ini bukan kamarmu. Kembalilah ke kamar kamu dan jalangmu,” desis Clarissa sembari menumjuk ke arah pintu. Namun, bukannya berhenti dan keluar, Aiden malah tertawa kecil dan menatap Clarissa dengan tatapan remeh. “Kenapa? Kamu cemburu kalau aku berhubungan dengan wanita lain?” tanya Aiden dengan penuh rasa percaya diri. “Ah, satu lagi. Aku harus mengingatkan kalau dia bukan jalang, tetapi calon istriku.” Seketika, Clarissa yang mendengar tertawa keras. “Calon istrimu itu seorang jalang. Itu sebabnya ia mau dengan suami orang lain,” ejek Clarissa. Dia tahu, saat ini Aiden tengah emosi dengan semua ucapannya. “Jaga ucapan kamu, Rissa,” desis Aiden yang langsung mendekat ke arah Clarissa dan menarik tangan wanita tersebut. Matanya menatap lekat wajah yang masih menunjukan kesombongan di depannya. “Akan aku tunjukan seperti apa seorang jalang mendesah karena sentuhanku,” bisik Aiden membuat Clarissa membelalak. Dia baru akan melawan ketika Aiden menariknya dan menjatuhkannya di ranjang dengan cukup keras. Clarissa menatap ke arah Aiden yang masih membuka satu per satu kancing pakaiannya, membuat perut yang sudah terbentuk indah terlihat seketika. “Mau pergi, hah?” celetuk Aiden ketika Clarissa sudah akan bangkti, tetapi terhenti karena Aiden yang menindihnya. Dia mengabaikan niatnya masuk ke kamar wanita tersebut. Ya, dia memang berniat masuk untuk menyelesaikan mengenai masalah harta yang akan diberikan untuk mantan istrinya. Namun, semua berubah ketika dia mendengar ucapan tidak mengenakan Clarissa tentang wanitanya. “Jangan macam-macam, Aiden. Aku akan membunuhmu kalau sampai kamu menyentuhku,” teriak Clarissa ketika Aiden sudah menarik kedua tangannya ke atas, mengunci semua geraknya. Aiden yang mendapat ancaman hanya tertawa kecil. Dia melanjutkan kembali aksinya dan membuka pakaian wanitanya di bawahnya. Matanya menatap d**a Clarissa yang terlihat menggodanya. “Aiden, jangan ... aahh,” ucap Clarissa berganti desahan katika Aiden sudah memasukan dadanya ke dalam mulut. Matanya terpejam merasakan sentuhan yang Aiden berikan untuknya. Aiden tertawa riang ketika melihat wajah Clarissa yang sudah benar-benar pasrah di bawahnya. Dengan cepat, dia memberikan sentuhan demi sentuhan, mencoba membobol pertahanan dari wanita tersebut. Kita lihat sampai kapan kamu akan bertahan dengan keangkuhan kamu, Rissa, batin Aiden. Tangannya segera turun, menyentuh lubang yang selama ini sudah dirindukannya, membuat Clarissa membuka mata dan menggeleng keras. “Jangan,” teriak Clarissa ketika Aiden menyentuhnya. Namun, semua gagal. Aiden sudah memasukan jemarinya, menggoda lubang yang sudah terasa basah, membuat Clarissaa semakin tidak karuan. Jangan lagi, batin Clarissa ketika merasakan sesuatu yang akan keluar. Sekuat tenaga, dia menahan hal tersebut. Namun, Aiden yang hafal dengan reaksi tubuh Clarissa segera mempercepat kocokan, membuat Clarissa mencapai puncak kenikmatannya. Clarissa mengatur napasnya yang tidak karuan karena ulah Aiden. Aiden yang melihat Clarissa tengah mengatur napas hanya diam dengan tatapan dingin. Dengan cepat, dia melepaskan celananya dan kembali menindih Clarissa. “Aiden, hentikan,” ucap Clarissa dengan penuh permohonan. “Tidak akan, Rissa. Kamu mengatakan kalau Vina adalah seorang jalang, kan?” ucap Aiden dengan wajah menakutkan. “Tidak, aku menarik ucapanku,” sahut Clarissa dengan tatapan takut. Sekuat tenaga, dia mencoba mendorong tubuh kekar Aiden, tetapi gagal. Bagaimanapun dia hanya seorang wanita dan tidak memiliki tenaga sekuat Aiden. Aiden hanya diam dan tidak menanggapinya sama sekali. Dia memilih mengarahkan adik kecilnya yang sudah menegang ke arah lubang kenikmatan Clarissa, membuat istrinya menggeleng keras. “Aiden, jangan,” teriak Clarissa bersamaan dengan Aiden yang menyatukan tubuh dengannya. Selesai, batin Clarissa dengan air mata mengalir. Aiden mengabaikan tangis dan kesedihan yang kembali Clarissa tunjukan. Dengan tanpa perasaan, dia terus mengeluarkan dan memasukan kembali pusakanya, mencoba mencari kenikmatan yang sudah lama tidak dirasakannya bersama dengan Clarissa. Clarissa hanya mampu pasrah ketika Aiden mendorong keras pusakanya, merasakan air yang keluar dengan sangat deras. Membuat rahimnya benar-benar terasa penuh dengan cairan yang diberikan Aiden. Hening. Hanya ada deru napas tidak beraturan dari keduanya. Clarissa bahkan sudah diam dan menatap langit-langit rumah dengan air mata tertahan. “Pergi.” Clarissa mulai membuka suara. Aiden yang mendengar hanya diam dan bangkit. Dengan tanpa perasaan, dia membenarkan celana kerjanya dan menatap Clarissa dengan tatapan merendahkan. “Kamu mengatakan kalau Vina jalang, kan? Lalu, apa sebutan yang pas untuk kamu sekarang? Wanita suci?” ucap Aiden tanpa perasaan sama sekali. “Nyatanya kamu sama saja mendesah di ketika aku menyentuhmu. Jadi, bukankah kamu sama jalangnya dengan Vina? Mengatakan tidak mau, tetapi menikmati semuanya,” lanjut Aiden merendahkan. Clarissa hanya menutup mata dengan tangan meremas sepresi kamar. Rasanya sakit ketika mendengar hal tersebut dikatakan oleh Aiden. Sampai terdengar suara pintu terbuka dan kembali tertutup. Clarissa menatap pintu tersebut dengan air mata yang kembali mengalir. “Aaaa,” teriak Clarissa sembari membuang bantalnya. Hening. Clarissa hanya meringkuk dengan rasa sakit yang sudah dirasakannya. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Rasanya benar-benar terhina dengan apa yang sudah Aiden lakukan dengannya. Jadi, bukankah kamu sama jalangnya dengan Vina? Perkataaan yang Aiden lontrakan membuat dia semakin memejamkan mata dengan air mata mengalir deras. Aku memang jalang. Aku sama saja dengan dia, batin Clarissa dengan air mata deras, menambah daftar luka yang telah Aiden torehkan dalam hidupnya. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD