Selamat membaca.
---
Cinta itu seperti rambut, dia akan terus-menerus tumbuh, walau terus dipotong, atau anggap saja walau terus disakiti, cinta tidak dnegan mudah hilang atau pun pudar
- Dari Gita, kepada Alvin, yang sudah tega menyelingkuhi Gita sebanyak tiga kali.
---
"Valdo mana?" Teriak Gita di depan kelas, hari ini hari Rabu, dan Gita sedang melaksanakan tugas kewarganegaraannya, yaitu mengisi absen.
Lidia memutar matanya males, ternyata Gita ini mempunyai banyak penyakit, yaitu, cengen, suka ngambek, dan sekarang penyakit Gita bertambah satu, dia pelupa.
"Bukannya Valdo sama Gilang izin buat ikut seleksi pemain sepak bola ya?” Lidia menjawab, ia tidak tahan mendengar teriakan Gita yang mengausai satu kelasnya, lagi pula, bukan kali ini saja Valdo dan Gilang izin, bahkan mereka berdua sudah izin setiap minggunya, dan Gita selalu saja lupa dengan kebiasaan dua laki-laki itu.
Gita menautkan alisnya, lalu bertanya kepada Bayu selaku ketua kelas, dan Bayu juga mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan Lidia.
"Makanya, kalau Valdo ngomong itu dengerin, ini malah iya-iya tapi waktu orangnya sudah enggak ada dicariin." Lidia mengingatkan Gita, pasalnya Gilang dan Valdo selalu izin untuk latihan futsalnya, yah dua orang itu memang didik untuk mengembangkan bakat bermain bolanya, dan sekolah juag sangat setuju dengan kemampuan yang dimiliki remaja itu, sekolah jelas saja mengizinkan dan menunjang bakat Valdo dan Gilang, memberikan mereka kebebsan untuk melakukan latihan disetiap hari yang ditentukan oleh pelatih.
Gita hanya memajukan wajahnya, menautkan alisnya sekali lagi, dan memiringkan wajahnya, tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Lidia kepadanya tadi.
Lidia mengangkat bahunya, mengacuhkan Gita yang nampak tengah berpikir itu.
"Oh! Iya gue lupa dia tadi izin ke gue ya?" kata Gita akhirnya, setelah mengingat-ngeingat kejadian yang sudah lalu, di aman Jovan sudah izin kepadanya sebelum meninggalkan sekolah, agar Gita seperti baisa menuliskan bahwa dirinya hadir ke sekolah.
Lidia tidak mengatakan "iya" atau pun "tidak" kepada Gita, bodo amat lah, terserah kepada Gita saja, Lidia sudah lelah atas apa yang dilakukan Gita akhir-akhir ini, Gita yang tidak memiliki fokus bagus, makin menjadi lola saat berpisah dengan Alvin, sungguh menambah beban Lidia sebagai teman dekatnya, dan, bisa-bisanya Lidia berteman dengan perempuan seperti Gita ya.
Setelah melakukan tugasnya, Gita menaruh tasnya di atas meja dan menelungkupkan badannya, dia mulai mengutak-atik semartphoennya, melakukan hal yang sia-sia, karena ia hanya membuka dam menutup aplikasi di poselnya itu. Setelah hening beberapa saat, Lidia yang duduk di samping perempuan itu etrperanjat saat Gita mengebrak meja dengan kekuatan yang cukup keras, hingga menimbulkan suara yang tidak hanya membuat Lidia terkejut, tapi beberapa temannya yang duduk berdekatan dengan mereka.
Mata Gita membulat saat melihat isi komentar dari foto yang dia lihat di ponselnya, ia seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat, tapi Gita juga tidak bisa menyangkal, karena terlihat foto itu adalah foto asli, dan kebenarannya diakui.
Gita langsung heboh memanggil Lidia yang dengan jelas duduk di sampingnya sambil memandang wajah yang semua orang tahu bahwa Lidia tengah lelah berteman dengan Gita. "Lid, Lid, gue sudah nemu akunnya selingkuhan Alvin." Giat berucap dengan semangat, sejak ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Alvin beberapa wkatu itu, Gita memang masih menahan niatnya untuk mencari tahu siapa perempuan yang membuat Alvin melakukan kesalahannya lagi, kesini-kesini, jelas saja rasa penasaran Gita tidak hilang, mau pun terkikis, Gita malah semakin bertanya-tanya, tentang perempuan itu.
Secantik apa perempuan itu?
Sekaya apa dia?
Seimut apa perempaun itu?
Apa ia satu sekolah dengan Alvin?
Apa rumahnya berdekatan dengan Alvin?
Banyak sekali rasanya pertanyaan di otak Gita yang perlu perempuan itu jawab, hingga akhirnya, Gita memutuskan untuk mencari akun perempuan itu, tidak, Gita tidak akan bertindah bodoh, seperti melabrak perempuan itu, atau mengirimkan pesan di akun itu, mengatakan bahwa perempuan itu sudah mengambil Alvin darinya, tidak, Gita tidak akan menurunkan harga dirinya seperti itu, apalagi menebarkan komen hate di akun perempuan itu, Gita hanya ingin melihat, perempuan itu, walau Gita tahu, akhirnya akan tetap seperti ini, hubungan dengan Alvin akan tertap berakhir.
Lidia menggelengkan kepalanya, kelakuan Gita kali ini sama saja membuka luka yang beberapa hari ini sudah mulai ditutupi oleh Gita sendiri, walau masih kedapatan Lidia beberapa kali saat Gita masih murung, saat Gita mulai menangis dan mengadu bahwa ia merindukan Alvin, tapi beberapa hari ini juga Gita sudah mulai menyadari, bahwa Alvin hanya masa lalunya, Alvin hanya orang yang sempat singga di hatinya dan hubungannya dengan Alvin sudah berlalu dan berakhir, yang tadanya Gita juga harus berakhir memikirkan laki-laki itu.
Lidia tahu bertul, tidak mudah memang saat Gita menerima kenyataan bahwa Alvin, mengkhianatinya, tapi sudah lah, itu semua sudah terjadi, jadi untuk apa Gita kembali mengungkit-ungkit masalah itu lagi, dan menambah luka di hatinya.
"Noh, liat Lid, dia nyelingkuhi gue waktu gue masih sama dia, Lid!" Komentar Gita saat ia melihat foto yang ada di list akun perempuan itu, terlihat di sana ada foto perempuan itu bersama Alvin, dan Gita yakin bertul foto yang diupload dengan caption bentuk hati itu, pada saat itu ia dan Alvin masih menjalin hubungan, Alvin memang-memang tidak tahu diri, bisa-bisanya ia melakukan hal yang keji ini kepada Gita.
Lidia ingin membalas perkataan Gita, tapi melihat mata Gita yang mulai memerah itu membuat Lidia urung berkomentar, Lidia takut komentarnya yang akan terlontar ini, membuat semangat Gita akan patah lagi, dan semakin merasa tertekan.
Sebutir air mata turun kembali dari pipi Gita, Gita mulai menyekanya dan mengibas-ngibaskan tangannya kepada wajahnya, mencoba mencari oksigen yang seketika hilang di sekitar tubuhnya, saat matanya melihat beberapa foto perempuan itu dengan mantan pacarnya, yang saat foto itu diposting masih berstatus sebagai kekasihnya.
"Gue harus apa Lid?" Tanya Gita akhirnya, ia menyerah saat rasa sakit itu kembali membelnggu di hatinya, mengurung kebahagiaan di hati Gita, membuat hati Gita rasanya patah dan buta akan kebahagiaan yang masih bisa Gita dapatkan setelah ini, bersama dengan laki-laki lain, bersama dengan laki-laki yang lebih baik dari Alvin.
Lidia menggeleng, jemarinya kini mulaiu menyapu di kedua pipi Gita, tangan satunya mencoba merangkul bahu Gita, bagaimana pun, Lidia tidak sanggup melihat temannya ini dalam keadaan seperti itu, dalam keadaan yang masih menangis terus menerus, awalnya Lidia benci dengan Gita yang seperti ini, tapi setiap orang berbeda menunjukan cara ia bersedih, dan Gita menunjukannya dengan cara menangis terus menerus, hingga Lidia bosen mendengar dan melihatnya.
"Gita," panggil Lidia akhrinya.
Gita masih terisak, dadanya terasa sesak, bagaimana bisa laki-laki yang selama ini Gita selalu banggakan, Gita selalu sayangi, dan dipuja-puja oleh Gita, menggores begitu dalam di hatinya, tega sekali Alvin melakukan ini kepada Gita, sungguh Gita benar-benar bertanya, di mana letak otak Alvin selama ini, apa ia tidak tahu bahwa yang dilakukannya itu adalah hal yang sangat ajaht.
Keterlaluan!
"Gita," panggil Lidia lagi karena penggilannya yang pertama tidak dijawab oleh Gita, perempuan itu masih asik menangis.
"Hm," Gita akhirnya berdehem, dan kini ia mulai menghapus jejak air mata yang ada di pipinya, Gita tidak mau semua murid yang ada di kelas itu memandangnya aneh, karena menangis beberapa hari belakangan ini, tapi Gita juga tidak bisa menahan tangisnya, sungguh.
Lidia tersneyum, lalu berucap, "kita ini masih muda." Lidia menghentikan ucapannya, membuat Gita menganggukan kepalanya, membenarkan apa yang dikatakan Lidia. "Gue sama lo masih muda, kita semua masih muda, usia kita bahkan baru tujuh belas tahun, dan lo belum tujuh belas tahun kan?" Tanya Lidia dengan suara yang lembut, Gita memang tidak bisa diberitahu dengan nada suara yang tinggi atau dengan sinisan mimik wajah, membuat Lidia akhinya melakukan ini, pertanyaan Lidia kembali diangguki oleh Gita, benar, dia belum genap tujuh belas tahun, Gita menjadi siswi paling muda di kelas ini.
Gita memang "kemudaan" saat memasuki sekolah taman kanak-kanak, bahkan Gita yang waktu anak-anak itu, kecepatan dalam menangkap pelejaran, hingga membuat dia lulus lebih cepat dari teman seusianya, dan sekarang Gita harus menerima, dia adalah siswa paling muda di kelas 11 A Bahasa.
Lidia melanjutkan perkataanya, "jadi, gue harap, jangan cuman karena seorang Alvin aja lo jangan sampe ngeluarin air mata lagi, lo dengerin gue dulu baik-baik," kata Lidia saat dia melihat mulut Gita kembali terbuka, ingin menyela ucapan Lidia. "Lo itu masih muda, masih kelas dua SMA, gue rasa perjalanan cinta lo masih panjang Git, lo boleh galau, lo boleh sedih karena lo diselingkuhin sama Alvin, tapi plis jangan berlarut-larut kayak gini, janji sama gue lo gak bakal nangisin Alvin lagi, masa bodo sama dia Git, gue enggak mau, teman satu-satunya gue galau mulu, capek banget gue lihat lo nangis mulu gini." Lidia mengacungkan jari kelingkingnya di hadapan Gita yang masih membuka mulutnya, tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Lidia, karena Gita tahu sekali, Lidia bukan perempuan yang bisa bicara dengan selembut dan seramah ini, adalah perempuan yang terkesan kasar dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar, makanya Gita merasa Lidia kali ini benar-benar aneh rasanya.
Seorang perempuan yang kadang cuek, dan judes itu bisa menegeluarkan kalimat yang panjang seperti itu luar biasa, dan tanpa ada nada tinggi di dalamnya, Lidia benar-benar melakukannya dengan baik.
"Janji!" Seru Gita dengan semangat mengaitkan jari kelingkingnya kepada jari kelingking Lidia, ia benar-benar berjanji, melakukan apa yang dikatakan Lidia kepadanya, karena dengan cara penyampaiannya saja sudah terlihat, bahwa Lidia benar-benar peduli kepada Gita.
----
Gita masih saja menggerutu kesal saat ia masuk ke dalam stadion yang tak jauh berada di rumahnya. Gita meleparkan ponselnya ke dalam tasnya dia sebal sendiri saat mendengar suara perempuan saat dia menelpon nomor Lidia, katanya nomor Lidia tidak berada dalam jangakauan, atau bisa juga diartikan bahwa nomor Lidia tidak dapat dihubungi.
Gita menarik napas, melupakan nomor handphone Lidia yang tidak bisa dihubungi, kini Gita memilih melakukan pemanasan sendiri, Gita dan Lidia memang berniat untuk melakukan olahraga sore bersama hari ini, tapi sekarang mungkin Gita akan melakukannya sendiri saja, karena Lidia benar-benar tidak bisa dihubungi sedari tadi.
Keringat di kening Gita mulai bermunculan dari dalam kulit Gita. Gita menarik napas berkali-kali saat kakinya berada di tengah lapangan, ia menarik napas sebanyak mungkin, saat ia baru saja selesai mengelilingi lapangan stadium ini sebanyak tiga kali. Banyak anak muda seperti Gita yang tengah berlari, atau tengah pemanasan di ujung lapangan, hingga suara yang mengejutkan bagi Gita masuk kedalam telingannya, membuat Gita berpikir bahwa tidak mungkin orang itu yang memanggilnya.
"Ngapain lo Git?" Tanya orang itu hingga Gita menarik bibirnya, membuat senyuman untuk sekedar menyapa orang itu, saat Gita melihat orang itu, yang ternyata sama dengan pikirannya.
Setelah tersneyum seolah menyapa, Gita menjawab, "lari lah, biar gue bisa lari dari kenyataan," jawab Gita santai dan mendapatkan kekehan dari Gilang.
Iya, laki-laki itu Gilang, Algie Gilang Mahesa, laki-laki yang tadi sewaktu di sekolah membuat Gita kalang-kabut karena dia tidak ada di kelas, dan tidak izin dengan Gita – yang ternyata ia sudah izin bersama dengan Valdo, tapi Gita malah melupakannya.
Gilang masih terkekeh, lalu dia bertanya lagi berasama siapa Gita ke studio ini karena setahu Gilang jarang perempuan mau datang sendiri untuk berolahraga, yang kebanyakan di tempat ini banyak laki-lakinya.
Gita kembali memajukan bibirnya, mengingat kembali nomor ponsel Lidia yang tidak bisa dihubungi. "Tadi sih awalnya janjian sama Lidia, tapi Lidia enggak tahu kemana, tiba-tiba aja enggak bisa dihubungi."
Gilang urung meladeni apa yang menjadi kalimat terakhir Gita, karena laki-laki itu sibuk meladeni Valdo, yang katanya ingin pamit lebih dulu, karena badannya sudah terasa sangat gatal. Gilang juga dating bersama Valdo ke sini, padahal tadi siang ia juga sudah latihan, dan sore ini ia kembali berolahraga, Gilang beanr-benar sudah membiasakan diri untuk seperti ini.
"Valdo, hati-hati ya!" Kata Gita sambil melambaikan tangannya, yang hanya dibalas senyuman oleh Valdo.
Valdo hanya menyinggungkan senyum tipis, Valdo Vernando yang irit bicara dan terkesan tidak peduli dengan sekitar pun memang seperti itu, dia memang hanya mengeluarkan kata-kata seperlunya saja untuk menanggapi apa yang berada di sekitarnya , beberbeda dengan laki-laki yang ada di depan Gita sekarang, bahkan laki-laki yang ada di depan Gita adalah laki-laki yang selalu meramaikan kelas bersama dengan Bryan, teman sebangkunya.
"Gita, lo mau pulang kan? Bareng gue aja yuk?" Ajak Gilang yang melihat raut wajah Gita kini sudah memerah, entah kenapa, dan juga kebutalan Gilang ingin pulang ia sudah selesai untuk berolahraga kali ini, sama dengan Valdo, badannya sudah sangat sakit sekali rasanya.
Uhuk!
Gita tersedak air yang ia minum barusan, hingga perempuan itu terbatuk, membuat Gilang yang duduk bersebelahan dengan Gita menepuk-nepuk belakang tubuh Gita, mencoba membantu perempuan itu agar kembali pulih, dan mendekatkan wajahnya ke wajah Gita, membuat Gita menyadari bahwa laki-laki yang ada di sampingnya ini, cukup ..., tampan.
Gilang sedikit terkekeh, lalu bertanya "Lo enggak apa-apa?" Tanya Gilang lembut kepada Gita yang kini sudah terdiam di tempatnya.
Gita menggeleng cepatt, dia tidak kenapa-kenapa tapi, batuknya sudah reda, tapi kali ini jantungnya yang kenapa-kenapa, apalagi dengan jarak sedekat inia dengan Gilang.
Tidak!!! Gita tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama, tidak-tidak, jangan lagi, cinta, jangan dating dulu, Gita masih tidak siap dengan keadaan seperti ini, Gita juga tidak ingin dulu jatuh cinta.
Jadi cintanya jangan datang dulu ya.
____