(3) Bab Dua

2212 Words
                                                    ****                                         Selamat membaca.                                                      ***                         Kau tahu berapa lama aku harus menghapus semua jejak hidupmu dari hatiku? Jawabannya adalah coba kamu buka kamus matematika dan temukan simbol Infinity, maka artinnya adalah berapa lama aku harus menghampus jejakmu dalam hatiku.                                                        ***     Banyak yang berbeda dari Gita hari ini, bahkan Lidia yang berpapasan dengan Gita pun tidak ditegurnya dilirik oleh perempuan itu saja tidak, apalagi Lidia mau ditegurnya, jelas itu tidak akan terjadi. "Lo kenapa?" Tanya Lidia saat ia baru bisa mengsejajarkan langkahnya bersama dengan Gita di koridor menuju kelas mereka. Gita masih tidak memperdulikan Lidia, padahal Gita tahu, Lidia, temannya itu tidak suka diabaikan, apalagi sampai Lidia yang menyusul Gita seperti ini, Gita tadi melihat Lidia kok, dan biasanya Gita memang akan langsung menegur teman satu mejanya itu, tapi, hari ini, rasanya mulut Gita tidak bisa mengeluarkan kata-kata, bahkan, untuk bernapas saja rasanya masih saja sulit. "Gita!" Lidia kembali berseru, saat orang yang ia tegur itu masih saja mengabaikan pertanyaanya. Kan, benar apa yang dikatakan oleh Gita di dalam hatinya, mulai kan Lidia meledak-ledakan amarahnya, tapi Gita rasanya tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk saat ini, Gita rasanya masih benar-benar shock, ia benar-benar masih tidak percaya, dan masih saja merasakan benar-benar sedih, bibir Gita benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, Gita benar-benar hanya ingin menangis, dan terus menangis sejak kejadian buruk itu ia alami, Gita juga sebenarnya takut saat ia berkata-kata, ia akan mengeluarkan air matanya, sungguh, bahaya sekali hidupnya. "Lo kenapa? Gara-gara diselingkuhin Alvin, lo nangis gini lagi?” Lidian mencerca Gita dengan pertanyaan tanpa basa-basi, sungguh perempuan ini benar-benar tidak memiliki hati, Gita kan lagi sedih, Gita kan lagi galau, kenapa jadi Lidia membentak ia seperti ini, kenapa Lidia tidak menanyakan hal ini dengan lebih sedikit lembut, tidak adakah kata-kata yang lebih lembut dari ini? “Ini sudah yang keberapa sih Git lo diselingkuhin? Masa lo enggak sadar-sadar, bahwa Alvin itu berengsek? Bahwa lo itu jatuh di lubang yang sama terus, lo masih enggak sadar?” Lidia kembali berucap dengan pertanyaan yang pedas, walau sebenarnya pertanyaan Lidia ada benarnya. Gita dengan cepat menatap Lidia yang juga sedang menatapnya, Gita tahu apa yang dikatakan Lidia itu semuanya benar, tanpa ada yang salah sama sekali, ini memang bukan pertama kalinya ia tahu bahwa Alvin tak setia dengan dirinya, tapi bisa kah Lidia mengingatkannya dengan itu dengan kalimat yang lembut? Bisakah Lidia sedikit ramah dengan Gita? Semua orang yang patah hati itu jelas tahu apa yang terjadi tentangnya – tentang putusnya hubungannya dengan orang sebelumnya adalah jalan terbaik dari Tuhan, walau takdir yang terjadi amat menyakitkan, tapi, dengan cara itu Tuhan menjauhkan kita dari orang-orang yang b******k dan tidak tahu diri, contohnya seperti Alvin ini. Tapi yang Gita kesalkan ini, mestinya Lidia dapat kata-kata yang lebih baik, jangan segamblang itu juga dong Lidia mengatakannya, Lidia tidak tahu apa, bahwa Gita benar-benar sangat mencintai Alvin! Alvin itu pacar terlamanya Gita, Alvin jugalah yang mampu membuat Gita melupakan pacar pertamanya, melupakan laki-laki yang benar-benar mengsii hati Gita sebelumnya. "Ya, tapi Lid, gue sakit hati," keluh gita lalu menghapus jejak-jejak bulir air mata yang sudah turun dari bola matanya lagi, entahlah, Gita lupa ini kali keberapanya untuk menangisi Alvin dari kemarin. Gita jelas saja ingin ia tidak menangis lagi, tapi …, terkadang perasaan sangat sulit untuk dibohongi, Gita masih saja stalking tentang Alvin, tentang perempuan itu, walau kisahnya juga sudah berakhir dengan Alvin. Hari itu juga Gita langsung memutuskan hubungannya dengan Alvin, sudah sejauh itu Alvin menyakiti Gita, sudah sedalam ini luka yang Alvin torehkan kepada Gita, lalu, apa lagi yang bisa Gita harapkan dari laki-laki itu? Mengharapkan Alvin berubah, dengan Gita yang setia berada di sampingnya? Bukan kah itu sudah Gita lakukan, Gita sudah memaafkan kesalahan Alvin yang itu, Gia juga berharap bahwa Alvin mampu sadar, dan tidak lagi mengulangi apa yang dilakukannya pada Gita. Rupanya Gita salah, penyakit itu tidak akan sembuh, kalau bukan Alvin sendiri yang ingin keluar dari hidup seperti itu, selingkuh bukan lah hal yang mudah dimaafkan dan dilupakan, dan dengan kata selingkuh, jelas saja Alvin tidak bisa lagi berada di hidup Gita, sampai kapan pun. Lidia tidak menyalahkan siapa-siapa sebenarnya disini, karena yang salah itu Gita dan Alvin, iya mereka berdua yang salah, bukan dari salah satu saja, bukan kah rusaknya satu hubungan bukan karena salah dari salah satu pihak saja? Hubungan terjalin dari dua orang, dan rusaknya pun karena dua orang itu. Gita juga sudah tahu punya pacar seperti Alvin, yang tidak bisa melihat wanita cantik sedikit saja sudah mau nyosor, masih saja mau mema'afkan saat Alvin ketahuan selingkuh dan mau saja balikan dengan laki-laki yang bermulut buaya itu, Lidia jelas tahu sekali bagaimana janji Alvin diucapkannya, bagaimana Alvin mengatakan bahwa ia tidak akan selingkuh lagi, mengatakan bahwa ini adalah kesalahan terakhinya kepada Gita, tapi, tetap saja omongan laki-laki itu tidak bisa dipegang, tanpa menunggu tahunan, Alvin kembali menampilkan kebusukannya kepada Gita. Kalau saja Lidia yang menjadi Gita, jelas saja Alvin sudah mengucapkan selamat tinggal kepada dunia nan indah ini. Lidia tidak akan tinggal diam, kalau manusia seperti Alvin yang menjadi pacarnya, jelas saja Lidia akan membalas dendamnya, membalas perbuatan Alvin dengan lebih kejam lagi. Alvin juga! Mata keranjang sekali, Lidia benar-benar tidak habis pikir dengan laki-laki itu, cowok b**o, yang bisa-bisanya menyianyiakan perempuan seperti Gita, walau benar awalnya Gita hanya main-main saja dengan Alvin, itu semua Lidia ketahui saat Gita mengatakan bawah ia mau bersama dengan Alvin hanya karena batu pijakan agar Gita segera move on dari pacar pertamanya, yang saat itu tidak memiliki kesalahan apa pun, dan Gita memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan laki-laki itu. Saat itu Gita benar-benar dalam keadaan yang sulit, ia tidak mau melepaskan, tapi Gita harus melepaskan, dan setelah Gita yang masih sedih karena perpisahan itu terjadi, Gita bertemu dengan Alvin, laki-laki yang romantis dan penuh kejutan, hingga banyaknya kejutan yang Alvin berikan pada Gita, adalah salah satunya Alvin yang kepergok selingkuh, hingga tiga kali. Sebenarnya, menurut Lidia, itu salah, pola cinta yang selama ini diterapkan oleh Gita kepada dirinya itu salah. Kita tidak bisa melupakan cinta yang dulu, dengan cinta yang baru. Mengganti cinta yang dulu itu tidak semudah menutup dan membuka mata, cinta takkan pernah mati ke di dalam hati kita untuk orang yang pernah ada di hidup kita, walau orang itu sekarang sudah tak lagi bersama kita, itu adalah hokum mutlak, menurut Lidia, kita tidak akan pernah bisa atau membunuh cinta itu, yang kita bisa adalah membiarkannya, tanpa dengan catatan membiarkan cinta tanpa harus menguasai diri kita, ini tubuh kita, dikendalikan oleh otak, tidak dengan cinta. Cinta itu semuanya sudah ada ukuran dan kadarluarsanya masing-masing. Bilama kamu menuangkan kadar cinta itu melebihi batasnya, maka kamu juga akan memerlukan waktu yang banyak untuk mengngikis perasaan itu agar hilang, hingga tak tersisa, walau sebenarnya, itu tidak bisa dilakukan sama sekali. Selama ini kita hanya bisa menumpuk, menumpuk perasaan cinta kelain orang, seolah menggantikan cinta kepada orang yang terdahulu, walau sebenarnya, itu tidak akan bisa mengikis perasaan cinta kita kepada orang yang terdahulu itu. Dan, bilamana kamu menuangkan kadar cinta kepada pasangan, dengan kadar yang sesuai, tidak berlebihan dan tidak kekurangan, maka sama, hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana kamu menggeser perasaan cintamu itu kepada pasanganmu yang terlebih dahulu, bukan kah ini lebih baik? Kita seolah tidak melebihkan perasaan kita, kepada yang baru atau yang lama. Melihat Gita yang sudah terisak di atas lipatan tangannya, membuat sisi lembut Lidia tergerak, bagaimana pun Gita adalah temannya, dan saat ini, perempuan muda itu tengah benar-benar dalam keadaan terpuruk. "Sudah Git, sudah," kata Lidia sambil menenangkan Gita yang terus menangis, sesegukan. "Jahat banget Alvin itu ya Lid?" Gita mengangkat kepalanya setelah berucap seperti itu kepada Lidia, perempuan itu kembali menahan tangis saat mengingat kembali perlakuan manis Alvin sebelum laki-laki menyakiti hati Gita untuk yang ke tiga kalinya. Sungguh, Gita benar-benar tidak tahu apa yang membuat Alvin bisa dengan mudah menduakan cintanya, bahkan lebih dari satu kali. Alvin seolah menjadi laki-laki yang tak tahu diri, ia sudah diberi perasaan yang tulus oleh Gita, Gita sudah memberikan sepenuh hatinya, memberikan kepercayaan kepada laki-laki itu, tapi, apa yang Gita tanam, tidak bisa ia tuai, ia malah menerima kepahitan dalam menjalin hubungan bersama dengan laki-laki itu, Alvin benar-benar laki-laki yang tak tahu diri. Keledai saja tidak jatuh dilubang yang sama selama dua kali, ini malah Alvin menduakan cintanya lebih dari satu kali, berarti Alvin itu lebih bodoh dari kedelai ya? Atau Gita yang tak punya otak, hingga mau bersama dengan laki-laki itu? ●●●●● Gita yang masih galau atas berakhirnya hubungannya dengan Alvin itu pun menatap tidak suka kepada Lidia yang sedari pagi masih berceramah karena Gita tidak hentinya menangis, karena Gita masih saja mengomel, dan selalu bertanya kepada perempuan itu, dan sialnya pertanyaan Gita selalu sama. “Gue kurang apa sih, Lid, kok Alvin malah nyelingkuhin gue?” “Gue terlalu baik ya Lid, sampai Alvin pikir ia bisa ngebodohin gue lagi?” “Emang, cewek selingkuhan Alvin, lebih cakep dari gue ya Lid?” Terkadang, Gita juga senang mendapatkan teman seperti Lidia yang sepertinya sangat tangguh itu, tapi Lidia juga harus memahami, kali ini Gita sedang sangat-sangat sedih atas apa yang tertima olehnya. Walau Gitat tahu, apa yang terjadi ini tidak lepas dari tanggung jawabnya juga, tapi Gita hanya ingin didukung, Gita hanya ingin Lidia mengatakan bahwa semuanya salah Alvin, mencaci maki laki-laki itu, walau Gita akan membelanya pada akhirnya. “Tapi kan, Lid, dia pernah jadi cowok gue, lo jangan ngejelekin dia juga.” Gita kadang menyahuti saat Lidia memberikan sumpah serapahnya kepada Alvin, walau yang memancing sumpah serapah itu adalah Gita sendiri. "Makan yang benar coba Git.'" Lidia menggelengkan kepala, melihat betapa kacaunya Gita sekarang. Menurut Lidia, harusnya kali ini Gita bersyukur, karena Tuhan kembali menampilkan sisi buruknya Alvin, walau sebenarnya di diri Alvin, tidak hanya ada sisi buruknya, kalau Gita mengatakan kepada Lidia bahwa Alvin menyayanginya, ya … Lidia percaya, karena itu lah yang terjadi, Alvin terlihat menyayangi Gita, dengan tuus. Tapi, apa gunanya perasaan saying, kalau kelakuan kita begitu tidak mencerminkan kemanusiaan? Lidia dan Gita sama-sama mengantupkan bibir, saat teman laki-lakinya yang juga merangkap jabatan sebagai ketua kelasnya menghampiri meja mereka. "Git, absen hari ini mana? Mau gue serahin ke pengawas," seru laki-laki, yang berhidung mancung itu, Bayu, Bayu Abimanyu, ketua kelas 11 A Bahasa. Gita menyeruput pop ice coklatnya terlebih dahulu, lalu mengelap sedikit cairan yang keluar dari mulutnya, dan menatap Bayu dengan cengirian yang Gita harapkan bisa meluluhkan hati Bayu, karena Gita baru menyadari, bahwa ia tidak melakukan tugasnya itu, hari ini. "Gue lupa ngabsen," jawab Gita pelan sambil menampilkan senyumnya yang terlihat giginya tersusun rapi di sana. Sagita Anindinta, yang menjabat sebagai seketrais kelas 11 A Bahasa menyegir lagi saat Bayu menggelengkan kepalanya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh perempuan itu. "Sebelum jam pelajaran dimulai, serahin absennya ke gue," pinta Bayu lagi. Gita menganggukan kepala, lalu berdiri sesaat beberapa detik saat Bayu sudah hilang dari hadapan Gita dan Lidia. "Ayo Lid, temenin gue ke ruangan pengawas." Gita berseru, ia mengaku ia salah, dan Bayu juga tengah menunggu absennya. Lidia menaikan alisnya, ruangan pengawas yang dimaksud Gita memang tempat yang biasa memberikan absen kertas kepada sekretaris kelas. Absen kertas adalah, kertas yang berisikan data siswa dan siswi SMA Kartika Putri, apabila ada yang tidak masuk mau pun izin maka nama siswa yang bersangkutan akan ditulis di kertas itu. "Gue gak punya stock kertas absen," kata Gita selanjutnya masih berusaha untuk membujuk Lidia untuk menemaninya. Lidia akhirnya mau berjalan beriringan dengan Gita menuju ruangan pengawas, Gita sempat beberapa kali melemparkan senyuman kebeberapa siswa mau pun siswi yang ia kenal, hingga langkah Gita bernar-benar terhenti karena kena lemparan bola, karena kini Gita dan Lidia berada dekat lapangan, di mana jalan menuju ruangan pengawas sekolah memang berada di dekat lapangan utama SMA Kartika Putri. "Gita, lempar Git," teriak seorang laki-laki yang tengah menyeka peluhnya di tengah lapangan sana. Gita menganggukan kepala, lalu meraih bola yang tepat berada di depan kakinya, ia memungut bola itu dan melemparkannya, bola itu pun dengan tepat berada di dalam pelukan laki-laki yang berteriak kearah Gita tadi. "Ayo, Lid," ajak Gita yang melihat Lidia masih menatap kearah lapangan futsal itu, entah memandang siapa, Gita tidak tahu pasti. Tepat di depan ruangan pengawas, Lidia dan Gita kembali berpapasan dengan seorang laki-laki yang kali ini kembali membuat Lidia terdiam di tempatnya. "Eh, Valdo, sekalian dong ambilin kertas absen, gue males lepas sepatu,” pinta Gita lagi, kepada Valdo yang posisinya berada di dalam ruangan pengawas itu. Laki-laki yang bernama Valdo tadi menganggukan kepala, mengerti dengan pemrintaan Gita, dan berjalan masuk sedikit ke dalam ruangan pengawas, mengambil kertas absen yang dicari oleh Gita, dan memberikannya kepada Gita yang menunggu di depan ruangan pengawas. "Lo ngapain disini Val? Mau godain dede gemes ya?" bukannya berterima kasih karena telah dibantu oleh Valdo, Gita malah bertanya dengan hal yang tidak-tidak. Lidia dan Valdo bersamaan menatap Gita, Valdo yang memberikan reaksi terkejut, karena mendengar perkataan dari Gita -- si Ratu Gosip, walau sebenarnya Gita adalah perempuan yang baik ramah, terkadang Gita saat Gita menyebarkan gosip, mulutnya benar-benar tajam, hanya bisa  menggeleng tak percaya saat Gita bertanya seperti tadi, sedangkan Lidia juga ikutan menggeleng, karena kini sikap Gita yang ceria dan suka mengatain orang lain itu sudah kembali lagi, tidak seperti beberapa menit yang lalu, saat perempuan itu masih murung dan menyalahkan keadaan tentang masalah dirinya dan laki-laki nan jauh di mata itu. "Val," panggil Gita lagi. "Jangan dekat-dekat sama dede gemesh, gue cemburu," lanjutnya dan langsung terkekeh pelan sambil melambaikan tangannya kepada Valdo, Gita akhirnya berjalan menjauhi ruangan pengawas, seolah mengatakan dia akan pergi dari tempat itu. Valdo mengangkat bahunya acuh, ia tidak tahu apa maksud dari perkataan Gita tadi, dan menganggapnya seperti angin lalu saja, karena Gita memang perempuan yang suka bercanda, lagi pula, siapa Gita, kenapa dia bisa cemburu dengan Valdo?                                                     -----
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD