Dinda menghampiri atasannya yang sudah duduk di meja yang sudah mereka sepakati dengan klien. Pak Bambang menyambut Dinda dan mempersilahkan Dinda duduk.
“ Sebentar lagi pak Reyhan pemilik Denta Property datang Din, kamu sudah siapkan berkasnya ”
Dinda terpana sejenak, ia merasa akrab dengan nama itu. tapi ia coba tepis, mungkin nama saja sama. mudah mudahan orangnya berbeda.
“ Sudah pak ”
“ Tu..orangnya datang ” ujar pak Bambang menunjuk pria ber jas casual mendekati mereka.
Dinda melihat Reyhan melangkah anggun mendekati meja mereka. Ia menepuk keningnya berkali kali. Ini kebetulan yang sangat diinginkan pria itu, menggodanya lagi. Reyhan pasang muka jaim pada Dinda dan pak Bambang. Dengan berwibawa ia mendekati meja. Padahal sambil tertunduk ia mengembangkan senyumnya dan berkata dalam hati. Kalau jodoh tak akan kemana.
“ Selamat malam pak ” pak Bambang berdiri dan menyalami Reyhan. Dinda ikut berdiri dan ia belum menaikkan tangannya ketika tangan Reyhan sudah didepan dadanya. Pak Bambang menegurnya.
“ Dinda ! ”
“ Eh,,iya, selamat malam pak Reyhan ” Dinda menyambut salam mantan bosnya itu.
“ Malam Din..” jawab Reyhan yang dibarengi senyuman manisnya. Pak Bambang menatap karyawan dan calok kliennya heran. mereka sudah saling kenal rupanya.
“ Pak Reyhan sudah kenal Dinda ? ” tanya pak Bambang setelah mereka duduk.
“ Dinda mantan karyawan saya pak, karyawan terbaik yang pernah saya miliki ” jawab Reyhan sambil berusaha mencari tatapan Dinda. Dinda mencoba mengalihkan pandangan. Di sudut lain, ia melihat Jodi menatap kearahnya dengan muka ditekuk. ia terlihat tidak senang dengan suasana di restoran ini.
“ Baiklah, Din ayo kita mulai. silahkan kamu tunjukan proposal kamu ”
Ketika Dinda hendak membuka laptop, dan memberikan beberapa buah berkas. Dinda dan pak Bambang terkejut dengan ucapan Reyhan.
“ Oke saya setuju…”
“ Tapi saya belum menjelaskan apa apa lo pak ” protes Dinda. ia memandang pak Bambang. bosnya itu tersenyum sumringah. ternyata Dinda membawa banyak berkah di kantornya. Dinda bekerja pada sebuah kantor pengembangan dan pemasaran perumahan mewah.
“ Saya tahu kualitas anda ”
Reyhan kembali mengulurkan tangannya pada Dinda. Dinda ragu mengangkat tangannya, Reyhan pasang ultimatum
“ Ok..deal, satu menit lagi saya bisa berubah pikiran ”
“ O..oo..jangan pak, Deal kita deal ” pak Bambang yang menjabat tangan Reyhan. Kemudian di susul Dinda. Kembali tangannya digenggam erat. Sepertinya Reyhan menyelipkan sesuatu di tangan Dinda. Dinda meraih secarik kertas itu dan meletakkan di sakunya.
Meeting berakhir, Reyhan sudah meninggalkan meja. Hp Dinda berdenting. sebuah pesan masuk. Dinda membacanya. dari Jodi.
[ Jangan lama-lama, kamu tidak boleh sering kena angin malam ]
[ Mama ngajak kamu nginap di rumah, katanya ada yang mau dibicarakan sama kamu ]
Dinda melirik Jodi yang sedang membantu ibunya berdiri. Dinda mengetik, membalas pesan Jodi.
[ Aku tidak bawa baju ganti ]
Jodipun membalas
[ Nanti pakai baju Shireen saja, ukuran badan kalian sama ]
Dinda berjalan ke arah Jodi dan ibunya yang sepertinya sedang menunggunya. Bu Rahmi mengembangkan senyumnya saat Dinda sudah dekat. ia merangkul bahu Dinda.
“ Jodi sudah bilang Din, kamu ikut nginap di rumah tante ”
Dinda mengangguk, ia menatap Jodi yang sedang melihat layar hpnya.
“ Sudah lama lo, tante ingin kamu ke rumah. tapi kata papamu kamu kerja di Batam ”
Dinda menjejerkan langkahnya seiring langkah bu Rahmi. Jodi mengikuti di belakang.
“ Jo, kamu sudah bilang sama abangmu kalau mama ikut sama kamu pulang ”
Orang yang dibicarakan datang menghampiri. Ketika dia hendak berjalan di sisi Dinda, Jodi mendahului. ia menatap adiknya kesal.
“ Naik mobilku saja ma, aku juga mau pulang ” ujar Reyhan sambil membimbing ibunya. ia membulatkan matanya pada adiknya. Bu Rahmi menggandeng lengan Dinda. seolah-olah Dinda adalah anaknya. Dinda merasakan ada kehangatan menjalari hatinya, ia merasakan sentuhan ibu yang sudah bertahun tahun hilang dalam hidupnya.
Ia tak pernah merasakan kehangatan itu dari ibu sambungnya. Bu Hana selalu berkata ketus padanya. Tanpa Dinda tahu ibu sambungya itu mengunjungi kontrakannya. Dan tetangganya memberi tahu kalau tadi Dinda pulang sebentar bersama soerang laki-laki. Ciri-ciri orang yang mengantar Dinda bisa disimpulkan Dinda dan Mita, ialah dokter Jodi. Matanya menunjukan kemarahan yang sangat besar.
Mereka akhirnya pulang bersama. Reyhan meminta sopirnya membawa mobil itu ke basemen apertemennya. Dinda duduk di samping Jodi yang memegang kemudi. sementara Reyhan duduk di belakang bersama ibunya. ia tak segan bergelayut manja pada ibunya. Dinda hanya senyum senyum melihat pemandangan itu. Tapi Jodi tak suka dengan senyum itu. Dinda melihat kembali secarik kertas yang ditulis Reyhan. Ia sepertinya tak berhenti melancarkan serangan.
( Sudah terbuktikan kalau kita jodoh, kemana kamu pergi akan selalu ada aku )
Dinda menoleh kebelakang sembari geleng-geleng kepala. Ia melihat Reyhan tersenyum dari kaca mobil. Jodi sama sekali tak suka melihat adegan saling pandang abangnya dan Dinda. ia menambah laju kecepatan mobil.
“ Hei..Jo kamu mau balapan, jangan di sini bro, di sentul sana tuh ” tegur Reyhan
“ Jo..mama jadi takut kalau kamu ngebut gini ”
Jodi kembali memelankan laju mobil kali ini lebih pelan. Jodi melihat Dinda disampingnya tidak terpengaruh atas apa yang dilakukannya. Ia seperti sibuk dengan pikirannya. Barusan ia melihat hp dan termenung sendiri.
“ Nggak gini juga kali bro, nggak kaya kura-kura juga ”
“ Kenapa Din, masih pusing ? ” tanya Jodi saat menoleh pada Dinda, ia tak mengindahkan teguran abangnya. Reyhan menggulung kertas disampingnya dan menepuk adiknya.
“ Sok akrab banget sih, Dan Din, Dan Din…panggil kakak ipar ”
Dinda menggeleng, ia mengusap pelupuk matanya dengan ujung jari. jangan sampai bulir hangat itu jatuh. tadi ia membaca pesan pesan yang menghujatnya dari ibu sambungnya dan Mita.
“ Nggak apa apa Jo, bisa dipercepat nggak jalannya. ada yang laporan yang harus ku selesaikan ”
Jodi menuruti permintaan Dinda, ingin sekali ia meraih jemari itu dan menggenggamnya. Apa yang ia dengar tadi saat insiden kecil itu, membuatnya yakin perasaan mereka masih sama seperti empat tahun yang lalu. Rasa simpati semakin besar saat tahu kalau kekasih hatinya itu sedang dalam keadaan tidak baik baik saja. ia sebagi dokter spesialis penyakit dalam, paham betul badai psikis yang dialami Dinda. Ingin sekali ia memeluk tubuh mungil itu. ingin membagi kekuatan di hatinya.
Jodi menoleh kebelakang, ibunya sedang tidur di bahu Reyhan. Abangnya itu membalas tatapannya dengan sungutan.
Mereka sampai di rumah dan Jo yang paling terakhir keluar. Dokter muda dengan wajah baby face itu membuka seatbeltnya dan ketika menoleh ke kursi yang di duduki Dinda tadi. Ia menemukan secarik kertas. Ia membacanya dan menghempaskan tangannya ke kemudi dan mendengus kesal. Ia menatap tajam kakaknya yang sedang menjejeri langkah Dinda. Rupanya bang Reyhan tidak pantang menyerah untuk merebut hati Dinda. Ia tahu sifat abangnya, jika ia belum mendapatkan apa yang dia inginkan, ia tak akan pernah mundur.
Penolakan Dinda bukan membuatnya patah hati. Tapi ia makin penasaran dengan wanita yang selalu ada di hati Jo.
Ketika Jo sudah memasukkan mobilnya ke garasi, ia berpas pasan dengan Reyhan di teras rumah.
“ Kenapa belum balik, katanya banyak kerjaan “
Reyhan menatap adiknya tak senang. Ia melirik ke dalam dan berteriak manja. Jo memegang gulungan koran yang dipegang abangnya tadi.
“ Maa…..Jo ngusir aku !“ Koran yang dipegang Jo mendarat di kepala Reyhan dan ia berlari masuk ke dalam dan mengunci pintu. Meski kakak beradik itu sudah punya profesi hebat. Kadang kelakuan mereka belum bisa lepas seperti saat saat mereka masih anak SD.
Biasanya Reyhan memang tinggal di apartemen yang dekat dengan kantornya. Hari ini berhubung ada Dinda. Dia akan menginap, serangan cinta itu harus dilakukan bertubi tubi.
Bu Rahmi membuka pintu karena mendengar anak sulungnya berteriak teriak di luar. Ia menyenyumi Dinda yang masih kaku berdiri di tengah Rumah.
“ Eh..ini anak, kelakuannya masih kaya anak kecil, duduk Din. Sebentar tante bangunin Shireen dulu “
Reyhan keluar dan mengejar adiknya yang sudah keburu masuk ke dalam kamar. Bu Rahmi mengetuk pintu kamar anak gadisnya. Dinda memandangi ruang tamu yang cukup luas itu. ia memandangi satu persatu foto keluarga, matanya berhenti pada foto Jo yang sedang memegang toga. ia ingat saat ia berikan buket bunga ke tangan Jo. adik angkatnya yang selalu mengekorinya kemanapun. Awalnya ia hanya menganggap Jo sebagai adik angkatannya yang butuh bimbingan dalam organisasi. Lama kelamaan hubungan adik kakak itu terasa berbeda, Dinda mengakui kalau ia punya rasa pada Jo tapi ia sadar diri kalau usia mereka terpaut jauh.
Dinda tak menyangka ketika Jo menyatakan cinta, awalnya ia menertawakan ungkapan perasaan Jo. Tidak mungkin calon dokter itu menyukai dirinya yang cukup dewasa. Mungkin Jo hanya salah mengartikan perasaannya sebagai cinta. Dinda menyebutnya peduli bukan cinta. Tapi Jo meyakinkan kalau yang ia rasakan tidak salah. Ia mencintai Dinda. Kakak angkatannya.