Setelah Maudy dan suaminya berlalu. Tinggal Jo dan Dinda berdiri di samping mobil Jodi. Dinda hendak melangkah tapi tangannya di tahan dokter muda yang memegang jas putihnya.
“ Biar aku antar ”
“ Tapi Jo aku..”
“ Jangan protes …masuk ! ”
Entah kenapa, Dinda tak bisa membantah permintaan Jodi, sejak mereka resmi menjadi kekasih, Jodi bukan junior yang selalu minta pendapat Dinda tapi ia bersikap sebagai laki-laki dewasa kepada wanitanya.
Saat hendak masuk mobil, di sisi lain ada dua pasang mata yang memperhatikan gerak gerik mereka berdua. salah satunya memasang wajah geram.
Jo sudah duduk dibelakang kemudi. Ia mengangkat panggilan masuk.
“ Ya Mit ”
Dinda menoleh pada Jodi, ia merasa adiknya lah yang menelpon Jodi.
“ Maaf Mit, mungkin malam ini abang nggak bisa. abang ada kegiatan di luar ”
Setelah itu hp mati. Jodi kembali memasukan hp ke saku celananya. Ia menghidupkan mesin mobil dan meluncur ke arah yang disebut Dinda. Beberapa saat mereka saling terdiam. Hp Dinda yang gantian berdering. dinda melihat nama ibu sambungnya di layar hp. ia mengangkatnya. belum sempat ia mengucapkan salam. ia diberondong omelan.
“ Licik kamu ya Din, kamu khianati adik kamu. Kamu bilang sama Mita kalau kamu dan dokter Jodi itu hanya teman. nyatanya kamu merayunya juga. Dasar perempuan tak tahu diri ”
Dinda menurunkan hp, rasa sakit yang ia rasakan tadi sore kembali menyeruak. Denyut itu terasa kuat di dadanya. Ia menoleh pada Jodi yang menatap lurus ke depan. Seperti ada yang dipikirkannya.
Dinda kembali meletakkan hp ke telinganya tapi panggilan suara itu sudah mati. Dinda mendengar deheman Jodi, dokter muda itu seperti menetralkan suasana hatinya. Sebelum berangkat ke rumah sakit, ia sempat melihat abangnya sedang berbincang akrab dengan seseorang ditelpon, ia mendengar nama Dinda dari disebut Reyhan.
“ Kalau kamu sudah menolak bang Reyhan, kenapa kamu masih ngasih dia harapan ” Dinda mendengarkan nada suara yang tak enak dari perkataan Jodi.
“ Maksudnya ? ”
“ Berapa hati lagi yang ingin kamu permainkan, apa tidak cukup aku dan abangku saja yang jadi korban”
Denyut itu semakin kuat di hati Dinda. Suasana hatinya sangat kacau. Perkataan ibu sambungnya yang mengatakan ia perempuan yang tak tahu diri telah melukai perasaannya. Ia mengepalkan tangannya.
“ Berhenti ! ” hentak Dinda. Ia tak sudah tahan dengan emosi di dadanya. Jodi tak memperdulikan ia terus melajukan mobilnya dengan tenang.
“ Aku bilang berhenti ! ” teriaknya kuat. Jodi pun ikut terpancing emosi.
“ Silahkan kalau kamu mau mati ”
Dinda merasakan rasa sakit itu telah memicu air matanya mengalir. Ia mencoba membuka pintu ditengah mobil yang masih melaju. Untung Jodi telah menguncinya.
“ Aku memang akan mati, karena itu tak akan pernah menjawab lamaranmu, aku akan bawa cintaku sampai aku mati. cinta di hatiku ini yang membuat aku masih bertahan hidup, dokter Jodi. Aku ingin kamu hidup dengan orang yang bisa hidup lama denganmu ” lirih Dinda bersama derai air matanya.
Mobil berdecit. Jodi menghentikan laju mobil, ia ingin rengkuh Dinda yang sudah menundukkan kepala di dasboar mobil. ia mencoba membelai rambut wanita yang tengah terisak itu. tapi Dinda menepis tangannya.
“ Buka pintunya aku mau keluar ”
Jodi terpaksa mengikuti permintaan Dinda, padahal di luar gerimis makin menjadi. Dinda keluar mobil dengan perasaan hampa, ia biarkan gerimis menimpa kepalanya. Jodi tak dapat berbuat apa apa, ia menyesali emosinya tadi. ia kembali ingat kata-kata Maudy tentang alasan kenapa Dinda tak menjawab lamarannya.
“ Yang pasti dia ingin kamu bahagia Jo ”
Dokter muda itu menghempaskan tangannya ke kemudi, iapun menempelkan kepalanya di atas kemudi. Tak lama hpnya berdering. dari dr. Maudy
“ Jo, kamu masih sama Dinda ? ”
“ Enggak kak, dia tadi minta turun, ada sedikit insiden ”
“ kamu nggak becanda kan Jo, cari dia cepat ! ”
Joe terhenyak karna bentakan Maudy terlebih mendengar kata selanjutnya.
“ Leukimia, stadium 1 ”
Jo meminggirkan mobilnya sambil matanya terus mencari keberadaan Dinda. Ia melihat Dinda berjalan ke arah Halte. Kedua tangannya memeluk tubuh yang sudah basah oleh air hujan, beberapa kali terlihat ia mengusap air matanya. Jo keluar dari mobil dengan membawa payung, tak lupa ia menyambar jas putihnya.
Ketika ia sampai di depan Dinda. Dinda memalingkan wajahnya, ia berusaha membelakangi Jo. Tapi Jo berusa mencari tatapan itu dengan tatapan bersalah. Ia mengulurkan tangannya.
“ Maaf ” cicit Jo. Dinda belum bereaksi, ia terdengar masih terisak. Jo mengambil tangan Dinda dan membuatnya saling berjabat tangan. Dindapun tak menolak perlakuan itu. Dalam hati, ia mengembangkan senyum. bagaimanapun, ia tak bisa memungkiri rasa di hatinya untuk dokter muda itu.
“ Aku akan mengawalmu pergi kemanapun ” ujar Jo, ia tertular gombal abangnya. itu yang sering ia dengar ketika abangnya hendak berangkat kerja kalau ia sedang di rumah. abangnya lebih sering tinggal di apartemennya. Jo melihat Dinda tersenyum, membuat hatinya juga ikut tersenyum
“ Sejak kapan kena virus gombal abangmu ” Dinda mulai buka suara saat sudah berjalan dibawah payung yang dipegang Jo.
Jo tak menjawab tapi ia menambahkan dengan gombalan berikutnya.
“ Mau ku antar menuju surga dunia, yuk ke penghulu ”
Dinda menyikut lengan Jo. Tiba-tiba Jo berhenti. Ia mengembangkan jas putihnya ke badan Dinda dan berkata manis sembari menatap mata Dinda.
“ I'll always love you and always…it''s true ”
Pemandangan Joe membalutkan jas putih itu ketubuh Dinda, terlihat oleh dua orang yang mengikuti mereka sejak tadi. Bu Hana terlihat sangat marah, sementara Mita hanya menangis di pangkuan ibunya.
Jo dan Dinda sampai ditempat yang dimaksud Dinda, tapi ketika ia memarkirkan mobil. Ia melihat mobil abangnya juga ikutan parkir. Mereka serempak turun. Ketika melihat Dinda, Reyhan mengembangkan senyumnya. ia berucap gembira.
“ Woow…kebetulan yang sangat diinginkan ”
Tapi ketika melihat adiknya yang mengantar Dinda, ia menarik senyum itu dan berkata sarkas
“ Lo jangan main curang ya ! jangan jadi makanan makan pagar..eh kebalik pagar makan tanaman dasar kambing lo ”
Dinda tersenyum mendengar ocehan Reyhan begitupun dengan seorang ibu yang keluar dari mobil Reyhan. Dinda mendekati ibu itu dan mencium tangannya.
“ Gitu dong sama calon camer, cium tangan ”
“ Tante ada acara di sini juga ? ” tanya Dinda, mereka berjalan bersisian sementara Jo dan Reyhan saling melemparkan tatapan sinis. Terdengar pertengkaran kecil diantara mereka. Ibu Rahmi menoleh ke belakang.
“ Jangan jadi anak kecil ah..udah pantes di panggil ayah sama anaknya masih aja kaya rebutan permen ”
“Jo ni ma…mau rebut yang manis manis dari aku ” rengek Reyhan.
“ Aku yang dapat duluan ma ” balas Jo
“ Sudah..sudah, eh..Jo kamu mau bertemu siapa ? ” Tanya bu Rahmi pada anak imutya.
“ Nggak mau bertemu siapa siapa ma, mau temani Dinda saja ”
“ Eh..songongnya nggak habis habis ya, panggil kak atau mbak kek…” Reyhan menjitak kepala adiknya. Bu Rahmi menoleh pada Dinda dan Dia mengerti maksud bu Rahmi.
“ Mau ketemu klien tante di meja nomor 4, itu bos aku sudah datang ” terlihat Reyhan tersenyum mendengar jawaban itu.
“ Jo kamu ikut mama saja ” Jo menoleh pada sekelompok ibu-ibu yang berada di sebuah sudut restoran. ia langsung pasang wajah memelas dan menggeleng hebat.
“ Sana pergi, abis lo di jadiin bakpao sama ibu ibu ”
Reyhan mendorong tubun Jo mengikuti langkah ibunya, tangan Jo sudah diseret ibunya untuk iku gabung perkumpulan ibu ibu.