Aku akan tetap menunggu

1016 Words
Gerimis menyambut Dinda di halaman rumah sakit, ia tak bawa payung. ia menghindari titik titik hujan dengan berlari-lari kecil. halaman parkir yang cukup luas membuatnya kewalahan menghindari hujan. Tanpa ia duga seseorang memayunginya dari belakang. Ketika menoleh, darahnya berdesir. Laki-laki berbalut sneli dengan steteskop di leher itu hanya lurus melihat ke depan tanpa bicara apapun. Dinda mengikuti irama langkah dokter Jodi. “ Kamu dinas malam hari ini Jo ? ” tanya Dinda sekedar berbasa basi. Tak ada jawaban. Wajah disampingnya sangat datar. Dinda salting. Mereka sampai di pelataran rumah sakit dan Jo belum mengeluarkan suara. Ia meninggalkan Dinda tanpa berbasi basi apapun. Dinda terperangah, ia terus melihat punggung Jo yang berjalan menyusuri lorong rumah sakit bersebrangan dengan lorong yang akan di susurinya. Punggung itu hilang dibalik orang-orang yang berlalu lalang. Hati Dinda terasa perih, kenapa ia belum bisa mendatarkan perasaan itu. Perasaannya masih sama seperti empat tahun lalu. Laki-laki yang usianya jauh dibawahnya yang telah memenangkan hatinya di saat banyak teman-teman yang seusianya atau lebih menyatakan cinta untuk Dinda. Dinda, seorang aktivis kampus. dengan segudang aktivitasnya, di taksir oleh banyak aktivis lainnya karena tidak sekedar cantik tapi juga pintar tapi Jo yang berhasil mendapatkan tempat istimewa itu. Mereka selalu di proklamirkan sebagai pasangan serasi, Anjas Dian masa mereka. Dinda melangkah lemas ke kamar inap Maudy. bukan puasa membuatnya lemas tapi daya tahan tubuhnya karena penyakit yang ia idap. pelan tapi pasti membuat tubuhnya tak bisa ditopang. Sampai di kamar Maudy ia rubuh. “ Din…Dinda ” panggil Maudy . ia dibantu oleh beberapa perawat menidurkan Dinda di tempat tidur disebelah Maudy. Tanpa sepengetahuan Dinda, dokter muda itu berbalik menyusulnya. Tadi ia tak bisa menahan kesalnya karna percakapan antara abangnya dan Dinda di telpon, ketika ia hendak ke rumah sakit. Terlihat sekali bang Reyhan begitu gembira bercengkrama dengan mantan kekasihnya itu. mantan yang masih ditunggunya. Ia terkejut ketika membuka pintu, ia melihat beberapa orang perawat sedang mengerubungi Dinda di tempat tidur. Maudy kerepotan karna bayinya juga menangis. “ Kenapa kak ? ” “ Tolong Jo, Dinda pingsan ” Dengan sigap Jodi menghampiri Dinda dan meminta suster melonggarkan pakaian Dinda. Ia menghirupkan minyak kayu putih ke hidung Dinda. Dinda mulai bereaksi. Jodi meminta suster membuatkan teh manis untuk Dinda. “ Kepala ku sakit " keluh Dinda, ia berusaha untuk duduk. Ia melihat Jo duduk didepannya, tengah memegang tangannya, wajah Jo terlihat cemas. “ Kamu kenapa Din, kok pucat gini ” Suster datang membawa segelas teh manis, dokter muda itu membantu Dinda minum. Setelah bayinya tenang, Maudy datang menghampiri. “ Beberapa hari ini kamu ngga minum obatnya kan, jangan dianggap sepele penyakit kamu Din ” Jodi menatap Dinda dalam, ia mencoba meneliti sesuatu. Ia menoleh pada Maudy yang tengah memegang kepala Dinda. “ Kamu sakit apa ? ” tanya Jo menyelidik. Maudy ingin menjawab tapi tak jadi karna melihat isyarat mata Dinda, ia tak jadi mengeluarkan suara. Dinda tidak ingin Jo tahu apa yang sedang di idapnya. Seorang suster datang membawa pengukur tensi. Jo yang menangani alat itu. “ Cuma lemas kok, kurang tidur, banyak laporan yang harus disiapkan minggu ini ” “ Berapa Jo ? ” Tanya Maudy, ia memeriksa mata Dinda dan mulutnya. “ 70/ 60 kak ” Maudy duduk di sofa, ia ingin bicara sesuatu pada Dinda tapi ada Jodi yang menghalangi pembicaraannya dengan Dinda. Maudy mulai mengkhawatirkan sesuatu. Stadium itu ia rasa sudah meningkat melihat kondisi tubuh Dinda. Maudy pergi keluar menuju ruangannya. ia adalah dokter spesialis penyakit dalam sama seperti Jodi. ia mengambil beberapa obat-obatan. ia yakin Dinda tidak meminum obat itu dalam beberapa hari ini. “ Dia sakit apa sih kak ? ” Maudy terkejut oleh suara Jo yang menjejeri langkahnya. saat berjalan menuju ruangannya ia terus memikirkan bagaimana cara memberitahu Dinda agar tak menganggap sepele penyakitnya. Masih stadium 1 masih bisa diatasi dengan obat-obatan. “ Dia nggak bolehin aku kasih tahu kamu Jo ” “ Tolong kamu kasih obat ini ke Dinda. aku mau ke toilet dulu ” Jo menerima beberapa buah butir obat dari tangan Maudy dan menatap obat itu heran. Ia ingin bertanya lagi, tapi Maudy berlalu pergi menjauhinya. Jo kembali ke ruang rawat inap. ia melihat Dinda sedang menerima telpon. “ Magrib ini pak, nanti saya usahakan datang ” Jo membantu Dinda menyenderkan tubuhnya ke dinding dan menyerahkan beberapa butir obat ke tangan Dinda. Ia terlihat kesal dengan apa yang ia dengar. rasa kuatir itu sangat dalam di hatinya. “ Kamu mau kemana lagi malam ini, coba istirahat dulu. kondisi kamu masih lemah Din ” Dinda menerima obatnya dan meminumnya. Ia melihat jam. tak lama Maudy masuk lagi ke dalam membawa bungkus makanan. “ Kak coba bilangin sama cewek keras kepala ini, untuk tidak memforsir tenaganya. dia mau pergi lagi setelah beberapa menit lalu pingsan ” ujar Jo mengadu pada Maudy minta mantan kekasihnya itu untuk tinggal dirumah sakit biar dapat perawatan. “ Benar Din ? ” Dinda mengangguk, ia mencari hpnya dan membaca beberapa buah pesan. “ Jangan dulu deh Din, kondisi kamu masih lemah ” Maudy ikut mencegah “ Obatnya udah mulai bekerjanya kan, aku ada janji sama bos aku untuk bertemu klien malam ini. Seandainya malam ini jadi deal dananya bisa buat nambah beli obatnya Di ” Jo menatap dua sahabat karib itu bergantian, ada klue yang ia tak dapatkan dari pembicaraan mereka. “ Baiklah kalau kamu memaksa untuk pergi, setidaknya kamu makan dulu ” Setelah makan dan tiduran selama satu jam, Dinda merasa kondisinya sudah baikan. Hari ini Maudy sudah bisa pulang. Jo membantu seniornya itu berbenah. Saat Dinda pergi ke luar. Maudy bicara pelan-pelan pada Jo. “ Kamu temani dia, bagaimanapun caranya. kondisinya tidak baik hari ini ” “ Dia sakit apa sih kak ? ” Dinda masuk bersama Bima suami Maudy. Maudy meminta Jo untuk diam seraya berbisik. “ Nanti kakak ceritakan, pokoknya kamu harus temani dia malam ini ” Dinda mencoba menggendong bayi Maudy yang diserahkan Jo. Mereka saling berpandangan. “ Cantik ya ? ” ujar Dinda pada Jodi. dokter muda itu mengangguk seraya berdiri disamping Dinda. Bahu mereka berdempet “ Udah..udah pantes, buruan gih, halalkan ” goda Bima. Dinda merasa mukanya bersemu merah " Saya lagi nunggu dia jawab ya bang "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD