10-Cowok Aneh

1051 Words
"Kita ke mana?" tanya Adinda dengan wajah yang berbinar senang karena bahagia bahwa Mahesa akan membawanya jalan-jalan sepulang sekolah. "Kita langsung apa pulang terlebih dahulu?" tanyanya lagi pada pemuda dingin tersebut. Mahesa tak menjawab, ia hanya memandang ke arah Dinda datar seraya berjalan dan Dinda mengikuti langkah kaki pemuda itu dengan bibir manyun. "Dasar tuli!" umpat Dinda pelan seraya melangkahkan kakinya meninggalkan area depan kelasnya dan menyusul langkah kaki Mahesa. Dinda menoleh ke arah kanan dan kiri saat sudah berada di lantai satu sekolahnya untuk mencari Mahesa tapi bahkan batang hidung lelaki itu tak nampak sama sekali. Dinda menghentakkan kakinya dengan kesal dan segera menyusul Mahesa ke arah parkiran motor, dan benar saja ia menemukan Mahesa di sana. "Lo kayak buroq!" kata Dinda pada Mahesa, Mahesa mengerutkan keningnya tanda tak paham sekali apa yang baru saja Dinda umpatkan kepadanya. "Buroq?" ulang Mahesa menyebut nama itu. "Apaan tuh?" tanya Mahesa polos seraya menyerahkan helm kepada Dinda yang segera diterima Dinda dan dipakainya cepat. Dinda langsung naik ke atas motor tanpa memedulikan pertanyaan dari Mahesa. Emang enak dicuekin! "Jalan yuk!" jawab Adinda. "Iya, tapi kasih tahu dulu apa tuh Buroq?" tanya Mahesa masih penasaran. "Lo beneran mau tahu? Ya jalan dulu ntar gue kasih tahu," kata Dinda tak mau kalah. Mahesa hendak menyalakan motornya, tapi mendengar Dinda tak mau memberitahunya, ia pun urung menyalakan mesin motornya. Dinda sebal bukan main dengan sikap Mahesa yang mau menang sendiri itu. "Lo pasti ngomongin atau ngatain gue, kan?" tanya Mahesa. Dinda menghela napas berat. "Lo muslim kan, Hes?" tanya Dinda. "Apa hubungannya pertanyaan gue sama agama gue?" tanya balik Mahesa dengan ketus. Tuh, kan? Sewot lagi! "Ya ada, makanya kamu ngaji sana!" kata Dinda padanya. "Eh? Gue ini pinter ngaji loh! Gue pernah juara satu lomba mengumandangkan adzan!" jawab Mahesa tak terima. "Oh, ya? Masak sih? Ngayal mungkin!" jawab Adinda meremehkam. "Perlu bukti?" tantang Mahesa pada Dinda. "Kalau gue bisa buktiin adzan ke lo, lo harus traktir gue di kantin sekolah selama satu bulan full!" kata Mahesa "Tapi kalau suara loh merdu banget kayak yang di tipi-tipi itu, gue mau nraktir lo. Tapi kalau nggak, gue rugi donk kena tipu," papar Dinda yang membuat Mahesa sungguh-sungguh menghela napas berat tapi. Tipu? Dia anggap gue nipu dia? Awas aja! Gue bakalan buat dia nraktir makan ke kantin selama jam istirahat sebulan penuh! "Kalau gue nipu lo dengan adzan dan suara gue jelek, gue yang akan nraktir lo makan," kata Mahesa yang membuat senyum di wajah Dinda terlihat lebar dan memesona sekali. d**a Mahesa kembali berdebar. "Besok pas dzuhur gue akan tunjukin ke lo," kata Mahesa dan Dinda menganghuk antusias. "Sekarang lo kasih tahu gue apa itu buroq!" kata Mahesa. "Lo lagi pegang hape, jadi lo cari sendiri aja yang cari tahu apa itu buraq!" kata Dinda yang membuat Mahesa menatapnya dengan kesal. Jika saja Mahesa tahu u*****n Dinda itu bisa dicari di google, maka ia tak akan membuat perjanjia dengan Dinda. Sudah lama ia tak mengumandangkan adzan dan sesungguhnya ia merasa tak percaya diri jika disuruh untuk mengumandangkan adzan, ia tak yakin hasilnya akan bagus, meski begitu ia tak bisa mundur dari kesepakatan yang telah ia buat dengan Dinda. "Buruan naik lagi!" kata Mahesa kepada Adinda yang tadi turun lagi dari motornya saat mereka berdebat. "Motor lo gak bakalan mogok, kan?" tanya Dinda cemas. "Kalau mogok ya lo pulang sendiri sana," kata Mahesa dingin "Ihh, kok gitu sih?" protes Dinda. "Pilih mana? Pulang sendiri atau dorong motor gue? "Gak dua-duanya!" jawab Dinda dengam cepat. Mahesa menutup kaca motor helmnya dan mulai tersenyum-senyum sendiri mendengar kalimat Dinda barusan. Ia menyalakan motornya dengan segera setelah melihat Raditya memasuki area parkir. "Wooi! Pelan!" kata Adinda protes kala Mahesa mulai mengegas rem motornya hingga membuat Adinda hampir terjungkal ke belakang. Dinda geram bukan main. "Makanya pegangan!" seru Mahesa pada Dinda. Dinda diam saja, pura-pura tak mendengarkan perintah dari Mahesa tersebut. Mahesa melihat Raditya tak sengaja semakin mendekat ke gerbang parkir. Mahesa mulai mengegas motornya lagi dan alhasil Dinda langsung berpegangan di pinggang Mahesa. Mahesa tersenyum puas kala melihat Raditya berwajah masam ke arahnya dan Dinda. "Lo kalo ngegas ngomong kek!" kata Dinda protes kala mereka sudah meninggalkan area sekolah. "Kan gue udah suruh lo pegangan! Makanya dengerin dan turutin!" kata Mahesa tak mau kalah. "Lo aja yang pengen dipegang-pegang sama gue, iya, kan?" tanya Dinda tak mau kalah. "Eh? Dipegang-pegang sama cewek kayak lo? Ngeri tahu!" jawab Mahesa. Dinda yang mendengarnya sebal bukan main. "Ngeri? Gue bukan setan tahu!" kata Dinda sebal yang membuat Mahesa kembali tersenyum mendengarnya. "Udah fokus nyetir aja lo!" kata Dinda sekali lagi. Tak ada yang berbicara satu sama lain lagi. Meski berpegangan pada pinggang Mahesa, Dinda sangat menikmati jalan-jalan di atas motor dengan Mahesa. Melihat-lihat ke arah jalanan kanan dan kiri. "Gue pengen beli apel, lo bisa nepi gak?" tanya Dinda pada Mehesa. "Bentar," kata Mahesa seraya mencari tempat yang pas buat berhentikan motornya. Setelah berhenti di dekat penjual apel, Dinda segera turun dari motor Mahesa dan mendatangi penjual apel tersebut. Dinda membeli apel setengah kilo yang ditentengnya dengan wajah sumringah di depan Mahesa. "Makan aja," kata Mahesa kala Dinda bilang ia ingin langsung memakannya. "Nggak ah, nanti aja di rumah," jawab Dinda. Mahesa mengangguk dan langsung mengajak Dinda jalan kembali. Motor yang dikendarai oleh Mahesa dan Dinda itu terus melaju ke alun-alun kota Malang. Dinda benar-benar merasa takjub dengan alun-alun kota Malang dan meminta Mahesa untuk menepikan motornya. Dinda turun dari motor dan langsung berlari masuk ke dalam alun-alun kota Malang. Mahesa menyusul gadis itu sembari geleng-geleng kepala. Ia heran dengan dirinya sendiri. Ia mengajak Dinda jalan bukan untuk main-main, melainkan cari seragam yang pas buatnya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Dinda menyerahkan ponselnya kepada Mahesa, "Fotoin donk," pinta Dinda pada Mahesa yang membuat Mahesa menggeleng ke arahnya. "Pelit amat sih!" kata Dinda sebal. "Selfie sendiri aja," jawab Mahesa seraya pergi meninggalkan Dinda. Mahesa terus berjalan ke arah air mancur yang berada di tengah-tengah alun-alun. "Mbaknya mau foto? Sini saya fotoin," kata seorang pemuda yang tiba-tiba menghampiri Adinda. Adinda tersenyum lebar kepada pemuda asing itu yang mengangumi kecantikannya. Ia mengulurkan ponselnya kepada pemuda itu tapi tiba-tiba ponselnya langsung direbut seseorang. Dinda menoleh dan kaget karena Mahesa lah yang merebut ponselnya. Wajah Mahesa terlihat menahan amarah saat menatapnya. Dan Mahesa langsung menarik tangan Dinda untuk menjauh dari dua pemuda di hadapan mereka tersebut. Dasar cowok aneh!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD