9-Ngajak Jalan

1049 Words
Mahesa masih menatap Adinda dengan tatapan takjub dan tak percaya sama sekali. Ketika Adinda berjalan ke arahnya, ada angin segar yang mengibarkan rambut panjangnya ke belakang, membuat Mahesa susah napas dan menelan ludahnya karena kekagumannya tersebut. "Kalian kok masih di sini?" tanya Raditya yang tiba-tiba muncul dari anak tangga di belakang Adinda. Adinda juga menoleh ke belakang dan penampilannya langsung membuat Raditya terdiam di tempat, membeku dan termenung cukup lama di tempatnya berdiri tersebut. "Iya, kak, ini kami mau masuk kelas," jawab Dinda. Mendengar suara Dinda yang menjawab pertanyaannya tersebut, d**a Raditya berdebar-debar tak karuan. Baru pertama kali ini ada gadis yang sangat cantik dengan bola mata yang sangat indah. Banyak gadis-gadis cantik di sekolahnya yang mengejar-ngejarnya tapi tak ada satupun yang berhasil meraih hatinya sama sekali. Dan untuk pertama kalinya, Adinda benar-benar membuat Raditya membisu di tempatnya. Adinda menyerahkan seragam sekolahnya kepada Mahesa dan dengan isyarat mata ia meminta Mahesa untuk segera mengganti seragam sekolahnya dengan seragam Adinda di kamar mandi. Tapi tatapan Raditya kepada Adinda itu membuat Mahesa tak berniat sama sekali beranjak dari tempatnya berdiri kini. Dinda sangat bingung dengan sikap Mahesa yang terkesan melirik sebal dan kesal ke arah Raditya. Ia pun menoleh ke arah Raditya dan menatap kakak kelasnya itu yang sama sekali tak berkedip memandangnya. "Kak! Kakak kelas!" panggil Raditya sedikit membentak Raditya hingga pemuda itu tersentak dari lamunan liarnya. Ia membayangkan bisa menggandeng tangan Dinda, merangkulnya dan mencium pipi serta bibirnya. Ah, tubuh Raditya meremang meremang memikirkannya. Raditya pun segera berlalu ke dalam kamar mandi tanpa mengucapkan apa-apa kepada Mahesa atau Adinda. Adinda menatap Raditya dengan bengong. Ia sama sekali tak paham dengan sikap aneh Raditya tersebut. "Dia kesambet apaan? Kok ngibrit gitu ke kamar mandi?" tanya Adinda ke Mahesa heran. "Dia habis ngelihat makhluk jadi-jadian," jawab Mahesa dingin dan kesal. Dinda menatap Mahesa heran. "Lo tuh ya, pagi-pagi udah sewot aja! Gak sarapan? Atau sarapannya cuma minum air putih?" tanya Adinda dengan sebal juga. "Enak aja!" seru Mahesa seraya berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Tapi langkahnya terhenti kala ia melihat Raditya sedang berada di depan cermin dan membenarkan rambutnya dengan gel rambut agar terlihat tampan. Mahesa kembali menarik dirinya dan menatap Adinda yang masih menunggunya di depan kamar mandi. "Ngapain masih di situ? Sana masuk kelas!" perintah Mahesa yang membuat Adinda kaget bukan main. "Gue kan nunggu lo selesai ganti baju baru kita ke kelas bareng. Siapa tahu kan kalau baju seragam gue gak muat di badan lo dan gue bisa pake lagi," kata Adinda. "Nanti kalau gak muat gue balikin ke lo, gak perlu lo nungguin gue. Udah sana masuk ke kelas!" perintah sang Mahesa kepada Adinda. Adinda memanyunkan bibirnya yang malah membuat Mahesa menelan ludahnya saking gemasnya dengan sikap lucu dan unik Dinda. "Mau gue ganti baju di sini?" tawar Mahesa seraya membuka kancing bajunya satu per satu. "Gila!" umpat Dinda seraya beranjak dari tempatnya berada dan berjalan meninggalkan toilet menuju ke kelasnya. Mahesa tersenyum puas melihat kepergian Dinda. Raditya telah berhasil membuat penampilannya sempurna dan ia terlihat tampan sekarang. Mahesa menatapnya dengan eneg seraya masuk ke salah satu kamar mandi. Raditya keluar kamar mandi dan Mahesa dapat mendengarnya memanggil-manggil nama Adinda dan ia tersenyum puas karena Raditya terdengar kesal dan membuang napas sebal sebelum pergi dari area toilet tersebut ke lantai bawah di mana kelasnya berada. "Dasar playboy cap kaleng!" umpat Mahesa kepada Raditya yang sudah menghilang dari pandangannya. Mahesa buru-buru mengganti seragam sekolahnya yang berbau melati seperti di kuburan dengan seragam sekolah milik Adinda. Benar dugaanya, seragam Adinda itu adalah ukurannya. Setelah mengganti seragamnya dengan seragam Adinda, Mahesa segera berlalu ke dalam kelas dan kaget karena guru kelasnya yang mengisi jam pelajaran biologi adalah guru bahasa Indonesia, seharusnya mata pelajaran itu ada di jam terakhir. Mahesa tersenyum miring kala melihat sang guru sedang mendekati Adinda yang duduk di belakang, sementara siswa lainnya sedang sibuk mengerjakan tugas. Mahesa tergesa menghampiri sang pak guru yang sangat terlihat lebih memerhatikan Adinda dalam belajar. Semua murid di sekolah itu tahu kalau guru bahasa Indonesia lebih sabar dan suka dengan siswi-siswi cantik, beda halnya dengan siswi laki-laki. "Permisi, pak," kata Mahesa yang membuat guru bahasa Indonesia itu menoleh ke arahnya dengan sedikit kaget. "Mau lewat, bangku saya di sebelah Adinda," lagi, Mahesa menjelaskannya. "Kamu telat? Gak usah ikut pelajaran saya saja!" kata guru tersebut yang langsung membuat semua siswa di kelas itu dan Adinda mendongak kaget. Adinda bahkan menatap tak percaya ke arah guru bahasa Indonesia tersebut karena sejak tadi Adinda selalu diperlakukan sangat baik oleh gurunya, beda jauh dengan apa yang dialami oleh Mahesa. "Maaf pak, tapi Mahesa terlambat gara-gara saya, makanya saya tadi juga terlambat masuk kelas," kata Adinda mencoba menjelaskan kenapa Mahesa terlambat masuk kelas. Sang guru menoleh ke arah Adinda dan wajahnya berubah dari ketus menjadi biasa. "Tadi seragam saya terkena noda dan Mahesa membantu saya membelinya ke kopsis," lanjut Dinda menjelaskan apa yang terjadi diantara mereka. Dinda menoleh ke arah Mahesa yang menatapnya dengan datar. "Ya sudah duduk sana," jawab pak guru kemudian seraya beranjak dari sana dan menuju ke kursinya di depan. Beberapa siswa dan siswi yang mendengar hal tersebut langsung saling bertatap heran dan tak percaya dengan apa yang mereka dengar barusan. Ajaib sekali kekuatan kecantikan Dinda. Mahesa duduk di sebelah Dinda dengan muka masam. Dua orang lelaki langsung tunduk di hadapan Dinda. Raditya dan guru bahasa Indonesianya. Mahesa memerhatikan teman-teman kelasnya dan ia bisa melihat beberapa siswa pria dari teman-teman kelasnya itu juga sedang mencuri-curi pandang ke belakang, ke arah Dinda yang duduk di sebelahnya. Sialan! "Nanti lo mau jalan-jalan apa gak?" tawar Mahesa kepada Adinda dan Adinda langsung menoleh kaget dan heran kepadanya. Menatapnya dengan tatapan tak percaya, ia pikir Mahesa akan mengingkari janjinya. "Mau! Kita mau ke mana?" tanya Dinda dengan sangat antusias sekali. "Pokoknya ngikut sajalah!" jawab Mahesa dingin. Dinda menatap sebal ke arah Mahesa yang berwajah datar tapi tampan. "Kamu itu ngeselin banget sih jadi orang, kan gue bisa prepare dandan cantik gitu kalau tahu kita mo ke mana," kata Dinda. "Lo dandan sekalipun gak ada cantik-cantiknya jadi gak usah kecentilan!" jawab Mahesa mengesalkan. Dinda ingin marah, tapi ia menahannya dengan kuat, tak ingin tersulut emosi atau jadi badmood gegara ucapan Mahesa. "Dasar lo! Awas aja lo kalau jatuh cinta ke gue!" gumam Dinda sebal dan pelan. Mahesa bisa mendengarnya dan entah mengapa kerja jantungnya makin cepat saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD