Callista terdiam, baru kali ini dia melihat Edward marah kepadanya. Apa yang salah?
Edward tidur membelakangi tubuh Callista. Sedang wanita itu memilih merebahkan tubuhnya sembari menatap langit-langit ruang kamarnya.
"Aku ingin pulang." lirih Callista. Edward membalikkan tubuhnya pelan dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi Callista gumamkan.
"Bantu aku, Tuan. Aku rindu dengan keluarga ku."
Edward menyenderkan punggungnya, dia sedikit merasa penasaran dengan wanita unik di sebelahnya ini. "Apa yang kau inginkan? Jangan membuatku bingung. Kau ingin permata milikku? Aku sudah memberikannya padamu, lalu apa lagi? Bukankah itu tujuanmu menikah denganku?"
Callista menatap serius ke arah Edward. "Kau mengetahuinya? Hebat sekali ..." titah Callista.
Edward menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kenapa kau tidak memberikan benda itu pada Edzard?" lanjut Edward.
"Untuk apa? Dia jahat pada Felicia."
"Tunggu, apa maksudmu?"
"Tuan," Callista menangkup kedua punggung telapak tangan sang suami. Berharap kali ini bisa membuat pria itu percaya kepadanya. "Aku bukan Felicia, aku Callista. Aku datang dari dunia nyata dan masuk ke dalam buku n****+ yang aku baca, aku mengetahui semua apa yang akan terjadi pada duniamu ini." jelas Callista tanpa memberi jeda untuk Edward menyela.
Edward hanya membuka mulutnya, dia pintar namun wanita di hadapannya ini jauh lebih pintar merangkai kata menurutnya. Apa yang diucapkan Callista sama sekali tidak dapat ia cerna.
"Felicia, aku tahu kau sangat tertekan karena berada di sini. Dan mungkin pertemuan mu dengan Edzard juga mempengaruhi mental mu. Sekarang kau minum obat lalu tidur, aku tidak ingin keadaan mu semakin parah." Edward mengambil botol obat yang berisi butiran pil di atas nakas. lalu mengambilnya beberapa dan memberikan obat tersebut pada Felicia.
Callista menahan emosi, dia ingin ada orang yang bisa mengerti dirinya di sini namun nyatanya tak ada satupun orang yang mau mengerti atau bahkan mendengar apa yang dia ucapkan.
Plak!!
Callista membuang obat yang ada di tangan sang suami. "AKU TIDAK GILA!" marahnya, memilih pergi meninggalkan ruang kamarnya.
"Felicia! Aku tidak mengijinkan mu pergi dari ruangan ini!" teriak Edward, ucapannya adalah perintah namun berbeda dengan Callista. Baginya apa yang dilarang oleh Edward adalah perintah baginya.
"Kenapa aku harus menurut ucapan mu, hah?! Kau hanya pria gepeng yang ada di dalam buku. Kau tidak ada hak memerintahku b******k!"
Edward nyengir mendengar ucapan Callista yang mengatakan dirinya pria gepeng. Selepas kepergian Callista, Edward menuju ke arah cermin lalu melihat bayangan tubuhnya di sana. "Kenapa dia mengatakan jika aku gepeng? Apa dia menyukai pria gemuk?"
Callista menuju ke arah danau, dia memikirkan apa kelanjutan cerita yang ada di dalam n****+. Semua berubah semenjak dirinya datang ke sini. Yang seharusnya terjadi adalah, Felicia memberikan permata palsu itu kepada Edzard, lalu Edzard menceriakan Elois. Namun di sini dia menggagalkan alur drama tersebut dengan cara memendam permata itu di dalam tanah. "Aku penghancur alur, hihi ... aku penasaran siapa author yang menulis cerita itu, pasti dia sangat hebat." batin Callista.
Callista membelalakkan matanya saat mengingat alur selanjutnya, dimana malam ini Edzard akan menyuruh anak buahnya untuk datang ke kamar Edward dan mencelakai pria tersebut. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Callista segera berlari kembali ke kamarnya dia tidak ingin suaminya terluka karena ulah adiknya sendiri.
BRAKK!!
Edward membalik badannya cepat saat mendengar bunyi dobrakan pintu. Di sana ada Callista yang terlihat begitu panik. Ada apa lagi dengan wanita itu? Batin Edward merasa semakin aneh.
"Tuan, apa kau baik-baik saja?" tanya Callista, berlari menubruk tubuh Edward. Edward mendorong kecil tubuh Callista.
"Aku baik-baik saja, ada apa?" tanya Edward.
Callista mendengus lega akhirnya dia belum terlambat. "Ah, aku ingin memberitahumu jika malam ini akan ada orang jahat datang, mereka suruhan Edzard." beritahu Callista.
Edward segera menghubungi anak buahnya sekedar memastikan jika apa yang dikatakan Callista memang benar adanya.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara ribut di luar dan ternyata benar. Ada beberapa kelompok berpakaian serba hitam datang menyerang. Beruntung anak buah Edward bisa menangkap mereka, namun sayang .. mereka memilih bunuh diri sebelum Edward mengintrogasi nya.
Callista tersenyum puas bisa melindungi sosok pria fiksi yang ada di hadapannya ini.
Namun berbeda dengan Edward. Dia semakin was-was dengan istrinya tersebut. "Kenapa kau memberitahu ku tentang rencana kekasihmu? Harusnya kau bahagia jika aku celaka." intimidasi Edward.
Callista baru mengerti jika Edward perekspektasi lain mengenai dirinya. "Sudah aku bilang jika aku tahu masa depan di dalam duniamu ini." malas Callista.
Edward hanya terkekeh mendengarnya ucapan istrinya, apa wanita ini pikir dia seorang paranormal? Hingga bisa meramalkan masa depan?.
"Ck, aku tahu kau sedang ada masalah dengan kekasihmu. Maka dari itu kau menggagalkan rencana yang dirancang Edzard. Kau hanya beralasan bisa mengetahui masa depan, tapi pada nyatanya kau sudah berencana dengan Edzard. Namun kau memberitahumu ku semuanya karena sedang bertengkar dengannya. Jika kalian sudah baikan lagi, aku tidak yakin kau masih memberitahukan rencana jahat Edzard."
Callista diam, hatinya terasa sesak. Bagaimy caranya untuk meyakinkan Edward jika dirinya bukanlah Felicia? Dia ingin marah namun di sisi lain dia tidak bisa menyalahkan Edward. Jika dirinya ada di posisi Edward mungkin ia akan melakukan hal yang sama. Terlampau sulit untuk percaya dengan hal di luar nalar.
Callista memilih menyusul Edward ke kamar dan tidur. Mengingat hari sudah menjelang larut malam. Namun Callista tidak bisa memejamkan matanya. Tiba-tiba saja dia mendengar suara sosok pria yang sedikit familiar di pendengarannya.
"Callista, kemarilah ..."
Callista mendudukkan tubuhnya dan turun dari ranjang setelah memastikan jika Edward sudah terlelap. Dia menuju ke arah jendela lalu membukanya, di sana dia melihat sosok pria tua yang terkahir kali ia temui di dunia nyata. Ah, dia kakek penunggu toko buku.
"Kakek! Kau kah itu? Bawa aku pulang, Kek!" teriak Callista.
Kakek tua itu hanya tertawa hambar dan berucap. "Selesaikan misimu, Nak. Ubah alur di dalam dunia ini. Selamatkan Edward, jangan sampai berakhir menyedihkan. Setelah misimu selesai, maka kau akan menemukan tempat dan buku yang sama seperti terkahir kali kau ada di dunia nyata. Setelah itu kau akan terbebas." Perlahan kakek tua itu menghilang dari hadapan Callista, berhembus seperti debu.
"Kakek! Jangan pergi! Aku ingin pulang!" teriak Callista.
"Hei, bangunlah!" Edward terkejut karena tiba-tiba saja istrinya berteriak, sepertinya wanita itu sedang mimpi buruk.
Callista membuka matanya lebar lalu mendudukkan tubuhnya dengan cepat. Napasnya terdengar memburu dengan keringat membasahi seluruh wajahnya.
"Apa kau sedang bermimpi buruk?" tanya Edward, sembari memberikan air minum untuk Callista.
Callista segera meminum tandas air yang baru saja diberikan Edward untuknya. "Iya, tapi aku sudah baik-baik saja. Maaf mengganggu tidurmu, Tuan." Callista tersenyum paksa.
Edward mengangguk dan kembali melanjutkan acara tidurnya. Sedang Callista memikirkan mimpi yang baru saja ia alami. "Ternyata hanya mimpi, ck." Callista sebal, dia merasa jika mimpi itu begitu nyata dan rasanya dia tidak tidur tapi ternyata ...
Hampir menjelang pagi namun Callista tidak bisa memejamkan kedua matanya. Bayangan tentang akhir dari n****+ yang dia baca sangat mengerikan, di mana Edward akan mati di tangan Edzard. Dia kembali mengingat tentang ucapan kakek tua yang mengatakan jika dirinya harus mengubah alur cerita. Callista menoleh ke arah Edward sontak ia merasa sedih jika harus kehilangan pria itu. "Tenanglah, Tuan. Aku akan menolongmu." bisik Callista lalu memejamkan matanya. Sedang Edward perlahan membuka kedua matanya tanpa membalikkan badan. Dia mendengar bisikan Callista.
"Menolongku? Kenapa Felicia berkata seperti itu? Apa yang akan terjadi padaku?" batin Edward sedikit merasa penasaran.
Keesokan paginya, Edward terbangun lebih dulu dan melihat Callista masih terlelap. Dia tersenyum menatap wajah cantik istrinya. Namun seketika senyuman itu redup saat mengingat jika Felicia menyukai Edzard, dia tidak boleh terlena dan masuk dalam perangkap jebakan mereka berdua.
Edward bangun dari ranjangnya lalu membersihkan diri. Bersiap untuk pergi ke kantor.
Pukul 09:00, Callista membuka kedua matanya. Kali ini yang muncul dalam tubuh wanita itu adalah Felicia. Dia menatap bingung ke arah segala penjuru. Bukankah dirinya ada di kamarnya sendiri? Lalu kenapa sekarang ada di kamar Edward? Tanpa menunggu lama Felicia pergi ke ruangan pribadi nya menemui Lily.
"Nona sudah kembali?" Lily terlihat bersemangat. "Sepertinya Nona sudah bisa menerima tuan Edward." kekeh Lily, membuat Felicia menatap tajam sosok pelayan pribadinya tersebut.
"Ah, maaf Nona." Lily menunduk takut.
"Kenapa kau bicara seperti itu?" tanya Felicia.
"Karena Nona sudah jarang sekali kembali. Nona sangat sering berada di kediaman tuan Edward."
Felicia terkejut, dia menarik lengan Lily lalu mengajaknya duduk, ia ingin mendengar cerita Lily lebih jauh.
Felicia begitu kaget saat mengetahui jika dirinya tinggal di kediaman Edward hampir dua Minggu lamanya. Dan sama sekali tidak menemui Edzard. Apa yang akan terjadi? Pasti kekasihnya itu akan sangat marah kepadanya.
"Nona, aku mendengar rumor jika kemarin malam ada penjahat datang ke kamar tuan Edward. Apa Nona mengetahui sesuatu?" Tanya Lily.
"Penjahat?" tanya Felicia balik, rasanya dia seperti keluar dari dalam persembunyian. Hingga tak mendengar kabar apapun mengenai kediamannya ini.
"Ah, lupakan. Apa Nona menginginkan sesuatu?" Tanya Lily kemudian, dia akan semakin bingung saat berhadapan dengan nona muda nya ini.
Felicia hanya diam, sibuk dengan pemikiran yang ada di dalam. Otaknya. "Apa mungkin ada hubungannya dengan Edzard?" batinnya. Dia harus menemui Edzard dan menanyakan semuanya.
Edward meminta salah satu anak buahnya untuk memantau Felicia selama dirinya pergi ke kantor. Menyunggingkan bibirnya saat melihat layar laptop yang ada di hadapannya. Baru saja anak buahnya mengirimkan rekaman kejadian antara Felicia dengan Edzard. Namun senyuman Edward seketika pudar saat mendengar percakapan Felicia dengan Edzard.
"Edzard, apa kau bisa jujur padaku?" tanya Felicia.
"Ada apa, hm?" Edzard membelai pipi mulus Felicia.
"Apa kejadian di kediaman Edward adalah rencana mu?"
Edzard tersenyum sinis. "Jika iya, apa masalahmu, Sayang?"
"Edzard, aku tidak ingin kau menyakiti orang lain. Terlebih dia kakakmu sendiri."
"Ada apa denganmu? Aku melakukan ini semua karena mu. Aku ingin Edward segera lenyap dan aku bisa hidup bahagia dengan mu."
"Tidak, aku tidak ingin hidup bahagia di atas dosa."
Edward menutup layar laptopnya. Dia menerawang jauh luar jendela, memikirkan ucapan Felicia yang ia temui kemarin malam dan Felicia yang sekarang bertemu dengan Edzard. "Apa Felicia memiliki kepribadian ganda?"
Rasanya sangat aneh, kemarin malam Felicia sendiri yang menggagalkan rencana jahat Edzard. Namun hari ini wanita itu datang menemui Edzard dan bertanya mengenai kejadian malam itu. Siapa sisi lain dari jiwa Felicia? Apa dia haru mempercayai sosok lain yang katanya bernama Callista itu? Batin Edward bertarung dengan keraguan di dalam hatinya.