“Tiga tahun lalu, saya alumni sarjana Ilmu Adminstrasi. Saya pernah bekerja di perusahaan ekspor udang menjadi staff admin produksi sebelumnya. Saya dulu tahu betapa susahnya mengurusi jumlah pasokan produksi tracebility data produk udang beku. Apalagi kalau ada audit mendadak. Jadi, saat saya menjadi sanitasi di sini, saya ingat pekerjaan saya dulu. Agar hasil data dari proses produksi tidak campur aduk, dan datanya bisa diolah dengan mudah.”
“Hi dude?” Tepukan pelan di pundak Rangga membuat konsentrasi Rangga akan kalimat Nabila hilang sejenak. Rangga menoleh ke arah Chris yang sudah ada di sampingnya. Chris membawakan secangkir cappucino kesukaan Rangga di tangannya. Kemudian, disodorkannya pada Rangga.
“Terima kasih," kata Rangga sembari menerima cappucino-nya.
“Apa yang kau pikirkan?” Chris ikut duduk di sofa berhadapan dengan Rangga. “Kenapa kau kelihatan sangat serius?” tanya Chris. Butuh beberapa detik sampai Rangga menjawabnya.
“Woman," jawab Rangga singkat. Rangga lalu menyeruput cappucino-nya pelan. Chris mengkerutkan keningnya tajam. Tidak biasanya Rangga seperti ini?
"Benarkah?!" seru Chris dengan terkejut. "Kau tak pernah memikirkan perempuan seserius ini sebelumnya," lanjut Chris. Rangga hanya diam. Ia kembali mengangkat cangkir cappucino miliknya dan meminumnya lagi. Chris masih memperhatikannya dan bersiap akan bertanya lagi.
“Sejak kapan kau memikirkan sahabatmu? Namanya Tyas itu kan?” tanya Chris heran. Mendengar ungkapan Chris, Rangga tersedak dibuatnya. Ia terbatuk-batuk karena cappucino buatan Chris tiba-tiba menggumpal di kerongkongannya. Chris semakin heran melihat temannya.
"Kenapa kau menyangka aku memikirkan Tyas?!" sanggah Rangga sembari mengusap mulutnya. Ia sama sekali tak menyangka dugaan Chris soal pikirannya.
"Bukankah hanya sahabatmu, perempuan yang dekat denganmu sejak tujuh tahun terakhir ini?" ucap Chris dengan nada tanya.
"Bukan berati aku harus memikirkan dia kan?!" kata Rangga.
"Aneh?" Chris memegangi janggutnya, sembari mengkerutkan keningnya. "Kalian sangat dekat. Aku pikir kau menyukainya?" tanya Chris.
Rangga hanya terdiam, tak berniat menjawab pertanyaan Chris. Ia hanya meneguk cappucino yang masih di cangkir pegangan tangannya.
"Kalau bukan Tyas, siapa pacarmu?" tanya Chris lagi.
"Aku tidak punya pacar," jawab Rangga singkat dan jelas.
“So, Siapa yang sedang kau pikirkan?" tanya Chris kembali, yang belum dijawab oleh Rangga. Rangga terdiam sejenak dan di otaknya kembali terlintas kalimat Nabila.
“Saya tidak menemukan ijasah terakhir saya dimana-mana."
"Apa kamu yakin sudah mencarinya dengan benar? Karena tidak masuk akal jika kamu beralasan kalau ijasah sarjana kamu hilang."
Jeda agak lama sampai Nabila mengatakan...
"Saat itu... saya baru sadar bahwa ijasah saya sudah tidak ada di rumah. Mantan suami saya membawanya pergi.”
“Hey! Apa kau masih hidup?!” Crish hingga sedikit meninggikan nada bicaranya melihat Rangga kembali diam melamun. Rangga seolah terjingkat sebentar, ia lalu menoleh ke arah Chris. Tak memberikan respon apapun lagi. Chris melihatnya dengan semakin aneh.
"Apa ini sangat penting untukmu?" tanya Chris lagi.
“Chris, apa yang kau pikirkan tentang perempuan indonesia yang berbicara denganmu ketika kau berada di toko buku waktu itu?” tanya Rangga dengan agak ragu. Chris memiringkan kepalanya dan memberikan ekspresi wajah heran.
"Perempuan di toko buku?" ulang Chris. Chris terlihat mengingat sesuatu. Kedua bola matanya melihat ke atas berusaha menemukan memori yang dimaksud Rangga.
"Ah!" Chris menepuk kedua tangannya. "Miss Nabila?!” seru Chris setelah berhasil mengingatnya.
"Ya. Nabila," ucap Rangga tanpa keraguan kali ini. Chris benar-benar terkejut dengan pernyataan Rangga. Crish lalu meletakkan cangkirnya yang tinggal setengah di meja dan mendengku kedua lututnya sambil menatap Rangga lekat.
“Kau? Kau kenal dengan miss Nabila?!" tanya Chris pada Rangga. Rangga hanya diam. Chris yang menunggu jawaban darinya, sudah bisa menebak arti diam seorang temannya itu.
"Tunggu...tunggu... Kau tahu aku sedang berbicara dengan miss Nabila saat itu? Dan kau tidak segera menegurku?!” seru Chris kembali setengah berteriak. Rangga menoleh ke arah Chris dengan tatapan datar.
"Kenapa kau membahasnya lagi sekarang? Jawab saja pertanyaanku. Menurutmu seperti apa Nabila itu?" tanya Rangga lagi.
"Apa kau tahu? Aku kebingungan mencarimu waktu itu," ujar Chris yang sedikit tidak terima.
“Aku tahu," ucap Rangga pada Chris. “Waktu itu, ada sesuatu yang membuatku sangat penasaran dengannya," jelas Rangga.
"Siapa? Miss Nabila?" tanya Chris untuk memastikan. Rangga hanya mengangguk satu kali menjawab pertanyaan Chris. “Jadi, kau sedang memikirkan miss Nabila?!”
Rangga tidak jadi meminum minumannya dan melihat ke arah Chris yang bertanya serius padanya. Ia seakan kehabisan kata-kata. Dipikir berulang kali, benar juga kata Chris. Kenapa dirinya musti repot-repot memikirkan satu perempuan yang membuatnya sangat penasaran ini?
“Tunggu, siapa miss Nabila untukmu? Teman? Atau apa?” tanya Chris lagi yang nampaknya belum puas juga.
“Dia adalah karyawan baru di PT. Ashton Shrimp," jelas Rangga.
"Perusahaanmu?!" seru Chris. "Oh... Jadi dia bekerja di sana?" tanya Chris sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sebagai apa dia di sana? Supervisor? Staff? Atau tour guide buyer dari luar negeri?" tanya Chris lagi. Rangga memberikan jeda waktu di otaknya untuk menjawab pertanyaan Chris.
"Sanitasi," jawab Rangga singkat.
"Sanitasi?" ulang Chris tidak yakin. "Maksudnya staff sanitasi?"
"Karyawan sanitasi. Nabila bertugas sebagai pembersih limbah udang," jelas Rangga. Mendengarnya, Chris menjadi keheranan.
"Mustahil!" ucap Chris tak percaya. Bahkan Chris sendiri juga berpikir seperti itu.
"Nanti, aku akan menjelaskannya padamu," kata Rangga.
"Kau benar-benar kepikiran miss Nabila sampai seperti ini?!" Rangga memang nampak seperti orang bodoh. Bola matanya memutar-mutar sebentar. Kemudian ia menaikkan kedua bahunya.
“Sepertinya begitu," jawab Rangga dengan pasrah. Membuat Chris memikirkan kalimat seribu pertanyaan pada Rangga.
“Kenapa kau penasaran dengan perempuan itu?”
“Ah sudahlah!” Rangga menggibaskan tangannya. “Jadi, bagaimana menurutmu tentang dia setelah kau berbicara di toko buku?” Rangga bertanya pendapatnya pada Chris. Chris mencoba mengingat sosok Nabila lagi.
“Dia perempuan yang ramah, supel, pintar, baik dan...” Chris melihat ke arah Rangga dengan mengembangkan senyumnya. “tentu saja cantik," ucap Chris menggoda Rangga dengan menaikkan kedua alisnya. Rangga melihat Chris dengan tatapan salah tingkah. “Sekarang, kenapa kau ingin tahu tentang miss Nabila?” Chris menagih janjinya pada Rangga sekarang.
“Maaf pak, saya harus segera pulang. Saya harus menjemput anak saya yang masih kecil tepat waktu.”
Terlintas kembali kalimat Nabila yang membuat Rangga tidak bisa berhenti memikirkannya. Rangga menyadari kenyataan yang benar-benar diluar dugaannya, bahwa Nabila adalah perempuan yang sudah menikah. Apalagi, dia adalah seorang single mom.
Rangga berdiri memasukkan satu tangannya ke dalam celana. Satu lainnya masih memegangi cangkirnya. Dari sofa, ia berdiri lalu berjalan menuju ke arah jendela dan melihat pemandangan luar dari dalam apartemennya di lantai tujuh.
Luasnya langit dan indahnya sinar-sinar lampu di depannya terhalang oleh gambar wajah Nabila yang polos di imajinasinya. Crish masih keheranan melihat Rangga bersikap seperti itu. Satu kalimat, akhirnya keluar dari mulut Rangga yang berimajinasi tentang Nabila.
“She’s so... unpredictable.”