Rangga melihat data-data produksi yang baru saja diantar ke mejanya pagi ini. Ia terlihat berpikir serius mengamati semua data-data itu. Ia lalu melihat Nabila yang sedang membersihkan komputer di meja kosong yang berjarak tidak jauh dari mejanya.
Nabila dari tadi, memang hanya fokus membersihkan komputer tersebut. Awal komputer itu di bawa masuk ke sini memang sedikit kotor. Tapi, komputer itu benar-benar masih bagus.
Teringat kejadian sekitar tiga hari lalu setelah Rangga berbicara pada Nabila di toko buku itu. Sebelum Nabila ke sini, Rangga sudah mempersiapkan sesuatu untuk Nabila. Ia yakin jika komputer ini pasti lebih bermanfaat jika ada yang menggunakannya. Rangga kembali memperhatikan Nabila sebentar. Nabila tak sadar jika Rangga dari tadi sesekali memperhatikannya. Nabila hanya berkutat pada komputer itu. Sekarang, komputer itu benar-benar sudah terlihat sangat bersih.
"Nabila?" panggil Rangga. Nabila menoleh ke arah Rangga.
"Iya pak?" jawab Nabila.
"Sampai kapan kamu membersihkan komputer yang sudah bersih itu?" tanya Rangga. Nabila menatap ke arah Rangga sebentar, kemudian ia melihat komputer lagi. Sadar jika memang ia sudah tidak perlu lagi membersihkan komputer yang bersih itu.
"Tapi, selain komputer ini... tidak ada lagi yang bisa dibersihkan pak. Seluruh ruangan ini sudah sangat bersih," ucap Nabila sembari melihat sekeliling ruangannya. Rangga diam dan menahan senyumnya. Betapa polos dan naifnya Nabila ini.
"Kenapa, kamu terlihat sangat antusias dengan komputer itu?" tanya Rangga lagi. Nabila melihat ke arah Rangga cepat, dan sesegera mungkin menurunkan pandangannya kembali.
"Saya benar-benar hanya melakukan tugas saya sebagai cleaning service," jelas Nabila.
Rangga tidak merespon kalimat Nabila. Ia hanya diam memperhatikan Nabila. Sedangkan, Nabila yang merasa Rangga tak percaya dengan kalimatnya, juga ikut diam. Dengan suasana canggung, hening mendadak di antara mereka.
"Kamu bisa duduk di sini sebentar," ucap Rangga sembari menunjuk kursi di depannya, untuk Nabila.
Nabila melihat kursi yang ditunjuk Rangga. Ia agak ragu akan pinta Rangga. Tapi, Rangga sepertinya yakin akan permintaannya. Selang sekian detik, akhirnya Nabila berjalan mendekat ke arah meja Rangga. Lalu, ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Rangga, dan terhalang oleh meja kerja Rangga. Terjadi saling diam di antara mereka. Beberapa detik, Rangga mulai membuka percakapannya.
"Saat pertama kali kamu ke sini, aku tahu, kamu sedang memperhatikan komputer itu." Rangga menunjuk komputer yang baru dibersihkan Nabila dengan isyarat matanya. "Apa, ada sesuatu darimu, yang bisa dijelaskan mengenai komputer itu?" tanya Rangga lagi.
Nabila diam dengan penuh keraguan. Ia bingung harus mengatakan apa. Sedangkan, Rangga masih menunggu jawaban dari Nabila. Rangga menyandarkan punggungnya pada kursinya dan ia masih menatap Nabila.
"Tidak, Pak," jawab Nabila dengan ragu.
"Kamu pikir, aku akan percaya?" ujar Rangga. "Kenapa sulit sekali bagimu untuk berkata jujur?"
"Saya, tidak berbohong pak!" seru Nabila dengan cepat.
"Kalau begitu, katakan padaku ada apa dengan komputer itu?"
Nabila masih tidak yakin untuk menanggapi Rangga. Bola matanya berpindah-pindah menandakan bahwa sangat sulit baginya menjelaskan masalah pribadinya.
"Saya, hanya teringat akan pekerjaan saya yang dulu, Pak," jawab Nabila penuh keraguan. Rangga terus saja memperhatikannya. Rangga melihat Nabila yang setengah menundukkan pandangannya. Rangga mencoba menciptakan suasana agar lebih nyaman.
"Katamu, dulu kamu pernah bekerja sebagai admin produksi kan?" tanya Rangga dengan lebih lembut.
"Iya pak."
"Apa kamu juga menangani data-data produksi seperti ini?" Rangga menunjukkan kertas-kertas yang dipegangnya tadi, dan ditunjukkannya pada Nabila. Nabila melihat ke arah Rangga sebentar dengan tatapan bimbang. Tapi, Rangga memberi kode bahwa Rangga memang benar-benar memintanya untuk melihat data yang ia bawa. Nabila akhirnya mengambil kertas yang disodorkan Rangga.
"Itu adalah data dari proses awal. Data receiving, grader dan kupas. Dari sana, proses data sudah bagus, tapi begitu masuk ke proses selanjutnya, data sudah mulai berantakan," jelas Rangga. Nabila mendengarkan Rangga, juga mencoba membaca dan mengerti data-data yang saat ini ada padanya.
"Apa, di proses selanjutnya juga diberi kode-kode seperti ini pak?" tanya Nabila spontan begitu saja dengan masih memperhatikan kertas datanya.
"Kodenya sedikit berganti lebih rumit. Tapi, bagian soaking dan seterusnya sampai pengemasan, sudah paham akan kodenya," jelas Rangga lagi. Nabila paham akan penjelasannya. Ia kembali memperhatikan dan mencoba mengecek semua data yang ada.
"Ini, dikerjakan oleh Tally kan pak?"
"Ya," jawab Rangga singkat seraya menganggukkan kepalanya.
"Dari proses awal, kenapa tidak diberi tanggal pak?" tanya Nabila memberikan salah satu kertas pada Rangga. Rangga mengernyitkan dahinya. Ia menerima kertas dari Nabila dan melihatnya.
"Karena mungkin mereka tidak sempat. Mereka dituntut untuk cepat dalam menghitung dan datanya benar. Jadi, mereka lebih mengutamakan untuk perhitungan valid datanya saja," jelas Rangga untuk Nabila.
"Hm..." Nabila mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. "Mungkin itu yang menjadikannya rumit pak," ujar Nabila pada Rangga. Rangga mengkerutkan keningnya tanda tak mengerti. Ia menunggu jika Nabila akan menjelaskan sesuatu padanya.
"Dari proses awal, udang bisa langsung diproses dalam waktu satu hari. Tapi begitu melewati soaking, udang harus direndam selama sehari semalam. Dari sana, kode akan sangat mudah tercampur. Itulah yang membuatnya amat rumit, karena kita tidak tahu berasal dari mana bahan bakunya," jelas Nabila. Rangga masih terdiam berpikir memikirkan ulasan Nabila. Benar juga apa yang dibicarakan Nabila.
"Kalau kita sudah tahu perbedaan setiap pemasok udang per hari-nya, traceability datanya pasti akan mudah," lanjut Nabila lagi.
"Ya. Aku paham maksudmu," balas Rangga.
Rangga mengambil kembali data yang dipegang Nabila. Rangga nampak kembali berpikir setelah mendapat masukan dari Nabila. Sedangkan, Nabila melihat Rangga memeriksa kembali data tersebut. Selang sekian detik berlalu, Nabila masih melihat Rangga membaca data itu kembali dengan teliti. Nabila rasa, ia sudah tidak dipanggil lagi. Ia berniat akan kembali ke tempatnya.
"Kalau begitu, saya permisi pak," kata Nabila seraya berdiri akan kembali ke komputer kosong itu tadi.
"Mau kemana?!" cegah Rangga.
"Saya akan kembali bekerja," jawab Nabila spontan.
"Apa kamu pikir, aku meyuruhmu ke sini benar-benar hanya untuk bersih-bersih?" Rangga melihat ke arah Nabila dengan serius. Nabila hanya mengerjap-kerjapkan matanya. Rangga kembali memberikan data yang baru saja ia baca pada Nabila. Nabila kembali duduk di kursinya.
"Mulai sekarang, inputlah data ini melalui komputer itu." Rangga melirik ke arah komputer lama tersebut.
"Saya pak?" tanya Nabila setengah tercekat.
"Ya. Aku sangat yakin itu mudah untukmu."
"Tapi pak, itu kan pekerjaan staff kantor."
"Nabila. Ada kesempatan di depanmu, apa kamu hanya puas dengan terus menjadi tukang bersih-bersih? Tidakkah kamu merindukan pekerjaanmu yang dulu?" ungkap Rangga menatap ke arah Nabila tajam.
Tiga tahun sudah Nabila tidak lagi berprofesi sebagai staff administrasi. Sejujurnya, pekerjaannya dulu adalah pekerjaan yang sangat ia senangi. Karena suatu hal, ia harus meninggalkan pekerjaannya yang lama. Tapi, jika ia harus kembali lagi dalam posisi ini, ia masih harus berpikir dua kali. Dalam kebimbangan itu, Nabila harus mengambil sebuah keputusan.