Bab 9

1600 Words
Bagas berjalan menuruni tangga setelah keluar dari kamarnya, ia sudah lengkap mengenakan setelan jas yang membalut tubuhnya sempurna. Selesai menuruni tangga Bagas langsung berjalan menuju ruang makan untuk sarapan bersama keluarganya, sebelum berangkat ke kantor. Masuk ke area ruang makan, sudah ada Papa dan Mamanya serta Toni adiknya yang duduk di depan meja makan. Bagas segera menghampiri meja makan dan duduk di samping Mamanya dan langsung mengambil selembar roti tawar untuknya sarapan. “Gimana perkembangan kamu ngehandle MWmedia?” Tanya Andiguna Mawardi Papa dari Bagas. Bagas yang tengah sibuk mengolesi selai ke atas roti tawarnya langsung menatap Papanya yang memberikan pertanyaan tersebut. “Sejauh ini cukup aman Pa. Aku hanya masih harus menyesuaikan system kerja di sana dan memperbaiki beberapa hal yang menurut aku perlu dilakukan perbaikan,” jelas Bagas. “Kamu nggak sering kan ketemu sama si perempuan licik itu?” Tanya Putri pada putranya itu. Mendengar pertanyaan Putri Rahmawati tentu saja membuat suaminya Andiguna Mawardi serta anak keduanya Toni menatap bingung padanya. “Perempuan licik siapa yang nggak boleh ketemu sama Kak Bagas Ma?” Tanya Toni penasaran. “Itu loh, mantan istri Bagas yang pembohong itu. Kakak kamu malah dengan bodohnya berhasil dijebak lagi sama cewe itu,” ujar Putri dengan nada kesal menjawab pertanyaan putranya Toni. Mendengar jawaban istrinya membuat Reno tentu saja sedikit terkejut. “Maksud Mama Arumi ya?” Tanya Andi. Ia kemudian menatap ke arah Bagas untuk mengkonfirmasi informasi yang diberikan istrinya itu. “Beneran nak kamu dijebak sama mantan istri kamu lagi? Bukannya selama lima tahun ini setelah kamu ke luar negeri, bukannya kamu sama sekali nggak bertemu dan berhubungan sama dia?” Tanya Andi lagi. Bagas menghembuskan nafas kasar mendengar berbagai dugaan dan rasa penasaran dari keluarganya ini. “Dia sama sekali nggak menjebak aku Pa,Ma. Secara kebetulan dia ternyata adalah salah satu penulis n****+ popular di platform n****+ milik MWmedia yaitu MWnovel, selain itu novelnya yang paling terkenal bakal jadi film perdana yang bakal aku produseri,” jelas Bagas. “Itu pasti nggak kebetulan Bagas. Dia udah tahu kalau MWnovel adalah platform milik perusahaan keluarga kita, makanya dia sengaja jadi penulis di sana biar bisa menjerat kamu lagi,” ujar Putri yang tentu saja masih mencurigai mantan menantunya itu. Bagas memijat pelipisnya merasa pusing mendengar berbagai dugaan Mamanya yang tidak masuk akal sama sekali. “Ma, Bagas nggak sebodoh itu untuk terjebak lagi sama kelicikan Arum. Yang pasti kami berdua beneran nggak ada hubungan apapun dan benar-benar hanya urusan pekerjaan aja. Aku berani jamin nggak akan berhubungan sama dia selain untuk pekerjaan,” ujar Bagas. “Bahkan urusan pekerjaan pun nggak usah Bagas. Dia Cuma penulis n****+, jadi kalau mau bicarain pekerjaan sama dia cukup asisten atau bawahan kamu aja, nggak perlu kamu yang langsung turun tangan. Nanti dia bakal nyari celah buat ngejebak kamu loh,” ujar Putri memperingatkan anaknya itu. Bagas mendengus kesal. “Nggak perlu sampai berlebihan kaya gitu deh Ma.” “Mama kamu Cuma khawatir sama kamu Bagas. Dulu Papa sedikit nggak setuju kalian berdua bercerai, karena Papa rasa hubungan kalian masih bisa diperbaiki. Tapi, setelah mengingat lagi semua hal licik yang dia dan Ibunya lakukan, Papa rasa nggak ada salahnya kamu sedikit berhati-hati,” nasehat Andi pada putra sulungnya itu. Bagas memilih mengangguk patuh mendengar nasihat dari Papanya tersebut. “Iya Pa,” jawab Bagas. Ia kemudian mulai fokus menyantap makanannya. Sepuluh menit kemudian kegiatan sarapan pun berakhir. Andi Mawardi sudah berangkat duluan ke kantor MW group dengan di antar oleh sopirnya, sedangkan istrinya Gita memilih membereskan sisa sarapan mereka dengan dibantu oleh asisten rumah tangga. Bagas sendiri berjala menuju garasi mobil tempat ia memarkirkan salah satu mobil miliknya. Di dalam garansi mobil berjejer berbagai macam jenis mobil mahal yang dikoleksi olehnya ataupun Papanya. “Kak tungguin gue dong,” panggil Toni Mawardi yang menghentikan pergerakan Kakaknya Bagas yang baru saja membuka pintu mobilnya. “Ngapain lo?” Tanya Bagas sambil menatap bingung pada adiknya yang sudah berdiri di samping pintu mobilnya di sisi lain. “Gue nebeng ya kak,” ujar Toni. Tanpa menunggu jawaban Bagas, ia langsung membuka pintu mobil kakaknya itu dan masuk duluan ke dalam mobil. Melihat kelakuan adik laki-lakinya itu tentu saja membuat Bagas mendengus kesal. Ia segera masuk ke dalam mobil dan menatap tajam pada adik Laki-lakinya yang jarak usia tiga tahun dengannya. “Ngapain lo nebeng gue, emang lo mau kemana di hari kerja kaya gini? Bukannya bantuin Papa di kantor,” ujar Bagas dengan nada tajam. “Ya elah Kak.Lo udah balik Indonesia, ngapain masih ngarep gue untuk bantuin Papa di kantor. Kan lo tahu gue lebih suka ngurusin hal yang lebih santai, sedangkan kalau bantuin di perusahaan keluarga itu terlalu berat buat gue,” jawab Toni dengan nada santai. Bagas hanya bisa menggeleng melihat tingkah adiknya yang masih berpikiran seperti bocah ini. Toni sama sekali tidak mau belajar bisnis dan lebih suka bersenang-senang dengan teman-temannya. Setahun terakhir ini dia bahkan memohon pada Papa mereka untuk memberikannya modal membuka café dan club yang tentu saja langsung ditolak oleh Papanya. “Usia lo udah terlalu tua untuk terus bersenang-senang Toni. Sampai kapan lo mau kaya gini?” Tanya Bagas pada adiknya itu. Sambil mengatakan hal itu ia mulai menyalakan mesin mobil dan melajukan pelan mobilnya keluar dari garasi. “Kan lo tahu gue udah pingin buka bisnis sendiri, tapi papanya aja yang jahat nggak mau ngasih modal. Gue bukannya malas bro, gue Cuma mau menekuni bidang yang gue suka aja,” ujar Toni dengan nada santai. “Lo aja masih nunjukin perilaku malas-malasan dan lebih suka ngehamburin uang, gimana mungkin bokap mau percaya ngasih lo modal buat buka usaha,” ejek Bagas. Perkataan Bagas tentu saja membuat Toni mendengus kesal. “Ya pembuktian gue ke bokap dengan buka bisnis ini. Kalau gue mau ngebuktiin dengan harus kerja di perusahaan mah gue ogah,” jelas Toni. “Terserah lo deh,” ucap Bagas pasrah. Ia memilih fokus menyetir mobil dan tidak menanggapi perkataan adiknya itu. “Gue entar turun di café deket kantor lo aja ya kak,” pinta Toni. Bagas hanya menjawab dnegan memberikan anggukan tanpa bersuara sama sekali. Setelah diam selama beberapa detik, Toni yang tadi sibuk menatap keluar jendela mobil tiba-tiba kembali Bagas kakaknya setelah mengingat sesuatu yang ingin ia tanyakan. “Lo beneran nggak berhubungan lagi sama mantan istri lo itu kak?” Tanya Toni yang tiba-tiba merasa penasaran. Bagas tentu saja terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan Toni tersebut, ia sempat melirik sebentar ke arah adiknya sebelum kembali menatap jalanan. “Ngapain lo nanya hal kaya gini. Bukannya tadi lo udah denger sendiri jawaban gue ke bokap sama nyokap?” “Ya gue penasaran aja bro, kali aja lo bohong sama Papa dan mama. Apalagi dulu kan lo sempet naksir sama dia,” ejek Toni sambil menatap jahil pada kakaknya. Bagas melirik kesal pada adiknya itu. “Nggak usah ngebahas masa lalu bisa nggak lo? Intinya sekarang gue udah nggak ada hubungan apapun sama dia,” Jawab Bagas kesal. “Lah? Kenapa kesel lo bro. Kalau emang udah nggak ada apa-apa sama dia, harusnya nggak perlu kesel kan,” ujar Toni sambil tersenyum jahil pada kakaknya itu. Mendengar nada bicara Toni yang terkesan mengejeknya membuat Bagas semakin kesal pada pria yang duduk di sampingnya ini. “Gue jadi inget waktu lo sama dia masih jadi suami istri. Walau sering kesel sama sikap mantan istri lo yang rese itu, gue inget lo pernah sekhawatir itu pas dia belum pulang sampai tengah malam mana lagi hujan deres. Dengan bodohnya lo bahkan keluar hujan-hujan demi nyariin dia, padahal dianya malah asyik main dan karaokean sama temen-temennya. Dia pulang dengan aman dan tidur nyenyak, sedangkan lo malah pulang basah kuyup dan berakhir demam besoknya,” cerita Toni sambil tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian mengenaskan yang kakaknya alami dahulu. Bagas menghembuskan nafas kasar sambil meremas kuat setir mobilnya karena kesal mendengar Toni yang mengejeknya saat ini. Ia bahkan sudah melupakan hal itu dan tidak ingin mengingat-ingat lagi kebodohannya dahulu, tapi adik bodohnya ini malah masih mengingat jelas kejadian menjengkelkan itu. Bagas segera melajukan perlahan mobilnya lalu mengarahkan benda besi itu menepi ke pinggir jalan dan pelan-pelan mulai berhenti. Apa yang dilakukan Bagas tentu saja membuat Toni menghentikan tawanya dan menatap bingung pada Bagas. “Kok lo berhentiin sih Mobilnya kak? Perasaan café tujuan gue masih jauh dari sini,” ujar Toni kebingungan. “Turun lo sekarang,” ucap Bagas dengan nada tegas. Toni langsung panic mendengar Bagas yang mengusirnya dari mobil pria itu. “Tega banget sih lo Kak, masa gue harus turun di sini, mana panas banget lagi di luar,” ujar Toni dengan nada memelas. Bagas sama sekali tidak luluh dengan wajah memelas yang ditunjukkan oleh adiknya itu. Ia tetap memasang wajah tajam dan kesal pada Toni. “Mending lo turun sekarang atau gue telpon Papa dan suruh nonaktifin kartu kredit lo,” ancam Bagas. Ancaman Bagas tentu saja membuat Toni ciut seketika. Ia menghembuskan nafas pasrah sambil menatap memelas pada kakaknya itu. “ya udah gue turun, tapi kasih gue uang cash dong. Gue nggak bawa duit buat bayar taxi entar,” pinta Toni. Bagas segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet miliknya. Ia langsung membuka dompetnya dan mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu dan memberikannya pada Toni. “Sekarang lo keluar,” ucap Bagas dengan nada tegas. Toni menerima uang tersebut kemudian segera turun dari mobil kakaknya itu. Baru saja Toni menutup pintu mobil Bagas. Tanpa menunggu lama lagi mobil tersebut langsung melaju cepat meninggalkan tempat Toni berdiri saat ini. “Dasar duda galak. Diejek dikit aja udah ngambek kaya gitu,” gerutu Toni sambil menatap kesal pada mobil kakaknya yang sudah melaju jauh di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD