Tuduhan Clara

1093 Words
“Lo melihat Amaya di sana waktu kecelakaan itu terjadi?” ulang Clara dengan sepasang mata yang membelalak lebar. Tania mengangguk pelan tak berdaya. “Bagaimana mungkin? Apa jangan-jangan dia ada hubungannya dengan kecelakaan itu?” Tania hanya menatap kedua sahabatnya tanpa menjawab. Gadis itu nampak tidak yakin. “Tapi kalau Amaya memang ada hubungannya, apa yang dia lakukan? Apa bisa dia menyebabkan pohon sebesar itu tumbang begitu saja dan menimpa tubuh Tania?” gumam Rere dengan nada tidak percaya. “Tapi aneh banget kan, Re. Untuk apa cewek aneh itu ada di sana?” balas Clara tak mau kalah. “Dia pasti merencanakan sesuatu ke Tania.” Rere menatap Clara dengan matanya yang bulat. Tatapannya kemudian beralih ke Tania yang berbaring lemas. “Apa benar, Tan?” Tania nampak mengambil napas dengan kesulitan. Dia begitu kepayahan usai berbicara sedikit saja. Dadanya naik-turun berusaha mengambil lebih banyak oksigen ke dalam paru-parunya. “Entah ...,” kata Tania. “Gue yakin, dia pasti berniat balas dendam karena sebelumnya Tania udah mempermalukan Syifa dengan insiden es krim itu. Amaya pasti disuruhnya untuk membalas perbuatan Tania.” “Dengan menebang pohon itu?” sahut Rere dengan kening berkerut dalam. Jelas sekali dalam suaranya bahwa dia tidak percaya akan adanya kemungkinan itu. “Entah gimana caranya. Yang jelas dia ada hubungannya dengan celakanya Tania.” Rere memandang sahabatnya dengan skeptis. Dia menghela napas. “Tapi nggak ada bukti-bukti yang mengarah ke sana. Lagipula, gue nggak percaya kalau Amaya sekuat itu sampai bisa merubuhkan sebatang pohon besar.” “Mungkin dengan cara lain ....” “Cara apa misalnya?” tantang Rere membantah. Clara mengangkat bahunya yang kurus dengan cuek. “Nggak tahu. Pokoknya dia entah bagaimana sudah berhasil membuat Tania celaka.” Rere terdiam. Dia nampak letih menghadapi sahabatnya ini. Tetapi dia juga tak akan bisa membuat pemikiran Clara yang sudah bulat itu berubah. Sekali dia mencurigai Amaya, maka dia akan terus mencurigainya. Bahkan meski tak ada bukti-bukti nyata. “Tan, lo nggak apa-apa?” tanya Rere tiba-tiba. Clara menoleh ke temannya juga. Tania nampak kesulitan bernapas, hal itu terlihat dari dadanya yang semakin cepat naik-turun mencari oksigen. “Perawat!” panggilnya cepat. Si perawat lekas memasangkan kembali alat bantu pernapasan di mulut Tania. Tindakan itu membuat gerakan badan Tania menjadi lebih tenang. Gadis itu sepertinya sudah kembali normal. “Dia memang belum bisa bernapas dengan normal. Jadi, sedikit pembicaraan saja sudah bisa membuatnya menjadi sesak napas,” jelas si perawat. Rere dan Clara mengangguk paham. Mereka tahu betul kondisi Tania. Dia mungkin tidak akan bisa lepas dari ketergantungan oksigen setelah ini. Entah apakah dia akan menjadi seorang pengidap asma atau tidak. Rupanya kerusakan jaringan napas Tania cukup parah. “Kita harus menyelidiki si cewek aneh itu, Re. Gue merasa nggak bisa tenang kalau kita membiarkan dia begitu saja. Kita harus mencari tahu soal dia.” Rere mengangguk saja mengiyakan. Dia tak ingin mendebat lagi keinginan Clara. Biarlah dia melakukan apa yang ingin dia lakukan. “Ya udah, sekarang kita pulang dulu. Biarkan Tania beristirahat,” ajak Rere. Keduanya berpamitan dengan singkat kepada Tania, yang hanya bisa mengangguk kepada mereka. Kepergian kedua sahabatnya membuat Tania kecewa, tetapi dia tahu bahwa dirinya harus segera pulih agar bisa kembali berkumpul dengan mereka lagi seperti biasanya. *** “May!” panggil Syifa keesokan paginya. Gadis berambut hitam panjang tergerai sepunggung itu berhenti melangkah dan menoleh, menunggu Syifa berlari kecil menyusulnya. “Wah, aku kesiangan,” ujar Syifa sembari menjajari langkah sahabatnya. “Kamu udah ngerjain PR belum?” tanya Syifa sekedar basa-basi. Amaya mengangguk. Syifa tersenyum lega. “Aku juga udah. Susah ya soalnya, bikin pusing banget. Semalaman aku nggak bisa tidur sebelum menyelesaikan PR itu,” jelasnya dengan rinci. Selanjutnya Syifa terus mengoceh sepanjang jalan menuju ke sekolah. Amaya berjalan di sisinya dalam diam, hanya merespon sesekali dan lebih banyak mendengarkan. Tepat di depan ruang kelas, keduanya dicegat oleh Rere dan Clara. Kedua gadis cantik itu berdiri dengan gangan bersedekap di depan d**a, nampak ingin menunjukkan kekuasaan mereka. “Hei, kalian berdua!” panggil Clara. “Ke sini sebentar!” Syifa menoleh menatap Amaya, merasa cemas. Firasatnya mengatakan bahwa mereka akan mendapatkan masalah. Itu jelas, jika Rere dan Clara sudah bersikap sok seperti sekarang ini. Biasanya, mereka sedang ingin melakukan sesuatu kepadanya. “Ada apa, Re?” tanya Syifa dengan penuh tanda tanya. Baik Syifa maupun Amaya didudukkan di sebuah bangku depan ruangan. Sementara Rere dan Clara berdiri di depan mereka dengan wajah galak. “Kita mau nanya soal Tania,” ucap Clara langsung tanpa basa-basi. Syifa mengerutkan keningnya dengan raut muka heran. “Tania?” “Ya. Tania yang sekarang dirawat di rumah sakit gara-gara kejatuhan pohon tumbang. Lo berdua waktu itu ada di dekat lokasi Tania celaka kan?” selidik Clara asal saja. Sebenarnya dia tak melihat adanya hubungan Syifa dalam kasus ini. Tetapi berhubung dia berteman baik dengan Amaya si gadis aneh, maka dia pun tak bisa dikeluarkan dari daftar kecurigaan. “A-aku?” ulang Syifa membeo. “Iya. Kalian berdua. Ngaku aja!” Syifa mengerjap-ngerjap tak mengerti. Waktu itu dia memang ada di dekat sana, bersama Reza. Tetapi, dia berada cukup jauh dari posisi Tania dan Clara duduk di bawah pohon besar itu. Dan dia hanya berdiri saja di sana, menyaksikan kejadian celaka itu terjadi. Toh, dia tak mampu berbuat apa-apa. Tapi, jika dia berkata jujur, apa Clara akan menuduhnya macam-macam? “A-aku memang ada di sekitar sana waktu itu, tapi aku cukup jauh,” kata Syifa dengan jujur. Mata Clara menyipit curiga. “Tuh kan, bener dugaan gue. Lo dan Amaya ada di sana waktu kecelakaan itu terjadi!” Rere menatap kedua gadis di hadapannya dengan tatapan mencela. “Memangnya, ada apa? Aku toh tidak melakukan apa-apa waktu itu. Maksudku, aku terlalu kaget sehingga tak mampu bergerak untuk menolong. Tapi aku sungguh tidak berniat buruk kepadanya.” “Gue nggak percaya,” sela Clara dengan tegas. “Lo pastinya sengaja kan, bekerja sama dengan Amaya dan membuat Tania celaka?!” Mata Syifa melotot lebar. Sontak saja dia bangkit berdiri menghadapi Clara. “Apa kamu bilang? Aku nggak berbuat seperti itu!” “Jangan mengelak!” bentak Clara keras. “Tapi kenapa kamu nuduh kami begitu saja? Itu sungguh tidak masuk akal! Mana bisa kami berbuat sesuatu seperti itu?” bantah Syifa. “Tania sendiri yang bilang bahwa dia melihat Amaya di situ. Berarti ada hubungannya dengan kalian berdua. Ngaku aja! Apa yang udah kalian lakukan sehingga bisa membuat pohon itu tumbang menindih Tania?” tuntut Clara masih ngotot. Syifa membuka mulutnya tapi tak mampu berkata-kata. Dia menatap Clara seolah gadis itu sudah kehilangan akal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD