Seven

1400 Words
Happy Reading^-^ Maaf kalau nemu typo yah Calvin membaringkan Catherine diatas sofa. Dia menatap wajah pucat Catherine hingga salah seorang dokter yang ada di klinik perusahaan itu datang bersama dengan sekretaris Calvin yang baru. Calvin hanya diam dan memperhatikan dokter itu memeriksa keadaannya. Selang beberapa menit Dokter itupun selesai melakukan pemeriksaannya. "Bagaimana keadaannya?" tanya Calvin tanpa memalingkan tatapannya dari wajah Catherine. "Sepertinya dia mempunyai penyakit magh dan karena tidak makan teratur asam lambungnya naik. Dia juga mengalami gejala demam," jawab dokter itu. "Baiklah, kau bisa pergi," ucap Calvin dan dokter itu pun pamit pergi, "Kau juga tunggu di luar saja," perintah Calvin pada sekretarisnya. Sekretaris itu menatap Calvin dan Catherine bergantian. Dia merasa ada yang mengganjal dengan perintah bos barunya. Karena belum tahu sikap Calvin dan takut akan membuatnya marah, sekretaris itupun pamit keluar ruangan. Calvin berjalan kearah sofa dan duduk tepat di depan Catherine. Dirinya terus memperhatikan wanita itu. Mungkin Catherine akan sangat terkejut melihat Calvin ada di kantornya dan sekarang menjadi bosnya. Tapi, dengan cara itu Calvin masih bisa bertemu dengan Catherine. Tidak masalah jika ke depannya lelaki itu akan menyalahgunakan kekuasaannya untuk terus bertemu dengan Catherine. Mengetahui Catherine sudah pindah dari apartemen yang dia berikan untuknya membuat Calvin harus membeli perusahaan tempat Catherine bekerja kemarin malam. Calvin tidak bisa melepaskan Catherine begitu saja meskipun wanita itu memutuskan hubungan diantara mereka. Nama Catherine sudah melekat di hatinya. Tidak mudah untuk lelaki itu melupakannya begitu saja. Mungkin ini memang salahnya karena pergi bersama dengan Caitlin. Tapi Calvin juga merasa Catherine salah karena wanita itu tidak mau mendengar penjelasan darinya dan lebih memilih memutuskan hubungan mereka. Jika nanti Catherine sudah tahu kalau dirinya adalah bos baru wanita itu dan membuat Catherine keluar dari pekerjaannya, apa Calvin akan melakukan hal yang dulu pernah dia lakukan padanya? Calvin diam sejenak. Dia pun bangkit dan keluar dari ruangannya. Sekretaris barunya yang bernama Sandara itu menghampirinya seolah tahu jika bos barunya itu mencarinya. Dia menundukkan kepalanya sejenak setelah berdiri di depan Calvin. "Kau punya salinan kontrak atas nama Catherine Sea?" tanya Calvin. "Akan saya ambilkan, Sir," jawab Sandara dan pergi ke ruangan lain. Sepuluh menit kemudian Sandara kembali dengan membawa berkas dan memberikannya pada Calvin. Lelaki itupun langsung memeriksa isi surat perjanjian kontrak di perusahaan barunya. Dirinya tersenyum tipis melihat surat perjanjian itu. Saat Calvin akan kembali masuk ke ruangannya, ponselnya bergetar membuatnya merogoh kantong celana dan mengangkat telepon dari Jayden. "Iya," jawab Calvin saat menempelkan ponselnya itu di telinganya. "Aku dengar kau membeli perusahaan baru. Apa kau benar-benar membeli Perusahaan baru?" "Ada masalah yang membuat aku harus melakukannya," jawab Calvin dan kembali masuk keruangannya.  Dia berjalan melewati Catherine dan meletakkan berkas itu diatas meja. Dirinya duduk di kursi dan menatap Catherine. Calvin terus memperhatikan wanita itu sembari mendengarkan ucapan Jayden. "Aku akan kesana. Kau tenang saja. Aku mengandalkanmu dan Tom," balas Calvin sebelum memutuskan sambungan teleponnya. Calvin pun kembali berdiri. Dia keluar ruangan untuk pergi ke perusahaannya yang lama. Seharusnya dia tidak merepotkan dirinya dengan membeli perusahaan baru karena sekarang harus mengurusi tiga perusahaan sekaligus. Tapi Calvin melakukan itu karena ingin bertemu dengan Catherine. Jika hubungan mereka tidak bisa membaik, setidaknya Calvin ingin Catherine mengucapkan selamat tinggal dengan cara yang benar. ~ Satu jam kemudian Catherine mulai sadar. Dia meringis saat mencoba bangkit duduk. Setelah berhasil duduk dengan benar meskipun kepalanya masih terasa sangat berat, Catherine berdiri dan tertatih saat ingin keluar dari ruangan itu. Dia belum sadar sepenuhnya sehingga dia juga tidak melihat nama Calvin terpasang diatas meja dalam ruangan itu. Catherine keluar begitu saja dan pergi ke ruangannya menggunakan lift. Setelah sampai di ruangan, dia melihat Brittany menghampirinya diikuti yang lain. Catherine hanya diam mendengar banyak sekali pertanyaan yang keluar dari bibir Brittany. Bahkan dia menganggapnya angin lalu karena semakin lama Brittany semakin bertanya ngawur saja. "Brittany, aku ingin ijin hari ini. Kau bisa kan mengatakannya pada Mrs. Cowel?" "Apa kau masih sakit? Apa tadi Presdir tidak jadi memanggilkan Dokter untukmu?" jawab Brittany dengan pertanyaan. Catherine menoleh kearah Selly. Hanya dia yang tidak banyak bicara jika dirinya meminta bantuannya. "Selly, tolong kau katakan pada Mrs. Cowel." "Iya. Lebih baik kau pulang saja. Apa ingin diantar?" tawar Selly. "Sel, pekerjaanmu masih banyak. Kau terlalu baik untuk mempedulikan orang lain," sahut Brittany sembari menggulingkan matanya. "Brittany benar. Aku akan pulang sendiri saja," jawab Catherine dan keluar dari ruangan. "Hei, kau ini. Kasihan Catherine. Dia itu sedang sakit," gumam Selly kesal pada Brittany. "Pada akhirnya dia juga menolak tawaranmu," balas Brittany lalu duduk di kursinya kembali. Selly hanya menghela napas melihat tingkah Brittany. Sedangkan Adhiambo hanya diam dan mengikuti Brittany kembali duduk di kursinya. Catherine menghentikan langkahnya tepat di depan pintu lift. Dia menekan tombol lift dan masuk kedalam. Setelah sampai di lantai dasar, Catherin pun pergi keluar dari gedung itu. Dia menghentikan sebuah taksi untuk mengantarnya ke hotel. Dirinya tidak bisa naik bus jika sedang dalam keadaan setengah sadar seperti sekarang ini. Catherine menghela napas pelan dan bersandar di jok mobil.  Panggilkan dokter. Wanita itu menutup matanya mengingat suara itu. Catherine seperti mendengar suara Calvin saat dirinya jatuh pingsan. Apa itu benar Calvin? Tidak mungkin. Lelaki itu tidak mungkin tiba-tiba muncul di perusahaannya.  Catherine turun saat taksi itu berhenti di depan hotel tujuannya. Dia berjalan pelan menuju hotel itu dan masuk ke kamarnya. Di dalam kamar Catherine langsung memesan makanan karena merasa lapar. Dia akan kembali istirahat setelah selesai makan. Tatapan Catherine jatuh pada tasnya yang ada di sampingnya. Dia merogoh tas itu untuk mengambil ponselnya yang berdering. Catherine menatap layar ponsel itu untuk mengecek siapa yang menghubunginya. Setelah tahu jika itu Alexa, dia langsung menerima telepon itu. "Iya Lex," jawab Catherine. "Aku baru saja ke kantormu dan katanya kau ijin hari ini. Apa kau sakit?" tanya Alexa khawatir. "Tidak. Aku hanya merasa lelah saja Lex," jawab Catherine. "Sekarang kau dimana?" tanya Alexa namun Catherine hanya diam hingga membuat Alexa mendesah kesal. Dia tidak suka saat Catherine hanya diam dan menyimpan masalahnya sendirian, "Keth. Jangan buat aku khawatir. Aku tahu kau sedang sakit. Kau dimana sekarang?!" Alexa mulai kesal hingga tanpa sadar berbicara dengan nada tinggi. "Aku ada di hotel Livina," jawab Catherine. "Aku akan kesana. Awas jika kau pergi lagi, aku akan berhenti menjadi temanmu!" ancam Alexa dan mematikan sambungan teleponnya. Catherine tersenyum tipis dan meletakkan ponselnya diatas ranjang. Dia kembali melamun. Dia sangat membenci keadaannya yang sekarang. Dirinya tidak rela mengakhiri hubungannya dengan Calvin begitu saja. Tapi Catherine juga tidak sanggup memghadapi sikap lelaki itu yang tidak peka terhadap perasaannya.  "Calvin," gumam Catherine pelan. Dia menyeka airmatanya yang kembali keluar.  Helaan napas panjang terdengar saat Catherine mendengar seseorang menekan bel pintu kamarnya. Dia melihat pengantar makanan berdiri di depan pintu sembari membawa makanan yang dia pesan. Catherine pun menerima makanan siap saji itu dan meletakkannya diatas meja.  Dengan keadaan masih menangis, Catherine menyantap makanan itu. Bahkan dia sering merasa muntah setiap kali menelan makanannya. Hal itu sangat menyiksa dirinya hingga Catherine melempar makanan itu. Dia merasa kesal pada apapun dan siapapun. Catherine kembali menangis dengan menundukkan kepalanya.  Lima menit kemudian Alexa datang. Dia langsung masuk kedalam kamar Catherine karena pintu kamar temannya itu tidak di kunci. Alexa terkejut melihat Catherine menangis tersedu-sedu. Dirinya langsung berlari kearah Catherine dan duduk di samping temannya. Tanpa bertanya apa penyebab sahabatnya itu menangis, Alexa langsung memeluk Catherine. "Lex," panggil Catherine disela tangisannya. Alexa hanya diam dan mengelus punggung Catherine seolah berharap bisa menenangkan sahabatnya itu. Setelah tangis Catherine mulai mereda, Alexa melepaskan pelukannya dan membantu Catherine mengelap airmatanya. "Ada masalah apa sampai kau pergi dari apartemen?" tanya Alexa pelan. "Dia sama seperti Terrel. Dia ... pergi ke Paris ... dengan wanita lain. Dan mereka ... mereka ..." Alexa kembali memeluk Catherine karena temannya itu tidak bisa melanjutkan ucapannya. Dia menghela napas pelan melihat keadaan Catherine. Alexa sendiri merasa bingung kenapa Calvin tidak datang ke apartemen kemarin malam jika ada masalah dengan Catherine. Biasanya lelaki itu akan datang dan menyelesaikan masalahnya dengan Catherine hari itu juga.  Alexa meminta Catherine untuk istirahat setelah meminum obat. Dia pun pergi dari hotel itu untuk menemui Calvin. Dirinya ingin membantu mereka menyelesaikan masalah meskipun tak jarang sikap Calvin terkadang masih dingin padanya. Alexa hanya tidak ingin melihat keadaan Catherine yang memburuk seperti sekarang ini. ~ TBC ~ Maaf yah pendek soalnya lagi kehabisan stock. Aku usahain nanti kalau udah lancar otaknya aku panjangin part selanjutnya. Oh yah kalian udah pada lihat Full Trailer ceritanya Allan Parker belum? Yang belum lihat jangan lupa lihat di i********: aku yah dii2090.  Makasih Dii
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD