Nazeef benar-benar sangat dilema. Apa sebenarnya yang tengah ia hadapi? kenapa bisa kacau seperti ini. Biasanya saat bekerja dia sangat logis memutuskan sesuatu, dan tentu saja tidak ingin merugikan diri sendiri. Tetapi sekarang, kakinya sangat berat untuk melangkah.
Batinnya saling berperang antara pergi ataupun berbalik arah.
"Jalan, jangan berbalik!!!" teriak batin Nazeef.
Nazeef berjalan dengan langkah cepat, menulikan telinganya terhadap suara-suara yang menyapa indera pendengarannya. Ia yakin keputusan ini adalah yang paling benar. Namun baru beberapa langkah, dia berhenti sebentar.
"Stop! saya bakal nikahin dia."
Nazeef merasa bodoh, sangat bodoh. Dia sudah diberi kesempatan untuk segera pergi dan tidak terlibat masalah lagi, namun kenapa dia dengan sukarela ingin repot? Apa dia sebaik ini? Ingin rasanya Nazeef tertawa dengan kuat seakan menertawakan dirinya sendiri yang sangat bodoh.
Wajah syok Mala tidak bisa disembunyikan lagi. Dia juga tidak mau menikah dengan orang yang tidak jelas. Lebih baik dicambuk dari pada menikah dengan orang yan bisa jadi seorang buronan polisi yang kabur ke kampungnya. Apalagi mereka tidak pernah mengenal sebelumnya, bagaimana nanti Mala dijual diperdagangan manusia seperti cerita-cerita n****+?
"Enggak usah, Saya rela dicambuk," bantah Mala. Jika dia menikah sama saja mengakui tuduhan warga kampung. Mala berusaha mempertahankan harga dirinya. Namun Mala seakan melupakan fakta bahwa tidak akan ada seorangpun yang percaya kepada dirinya. Dia sudah seperti badut yang menjadi hiburan bagi kakak sepupunya.
"Lo mau mati?" bisik Nazeef menggeram kesal. Perempuan aneh di depannya ini tidak tahu terima kasih. Masih untung Nazeef mau menikahinya, tetapi malah ditolak seakan-akan dirinya ini mengemis sebuah pernikahan.
"Kamu harus menikah, Saya tidak mau menanggung malu karena aib kamu!" Ayah Mala angkat bicara.
Mala langsung syok mendengar perkataan tersebut. Kenapa orang yang dipanggil ayah tidak percaya kepada dirinya? Bukankah selama ini sang Ayah selalu membela dirinya. Kenapa sekarang berbeda, apa Mala terlihat seperti perempuan yang tidak baik?
"Ayah! Mala tidak melakukan apapun, Mala dijebak Yah,” ujar Mala mencoba untuk kemberikan penjelasan. Dia berharap tinggi agar sang Ayah percaya.
“Kamu tidak punya hak membela diri, jelas-jelas orang menangkap kalian di gudang. Apa kami ini bodoh?” Ayah Mala memberikan tatapan tajam, jujur saja Mala belum pernah melihat tatapan itu. Sangat menakutkan sekali dan membuat bulu kuduknya berdiri.
Mala langsung bersimpuh. “Ayah, tolong percaya. Aku dan Om itu tidak melakukan apapun. Kak Dara yang membuat aku terkurung di gudang, kemudian Om ini datang membantu sebelum aku dilecehkan.” Mala memohon-mohon seakan hidupnya akan kacau sebentar lagi.
Plak
Nazeef benar-benar syok, bisa-bisanya ayah menampar anaknya sendiri ditengah keramaian begini. Ia tersenyum kecut, seharusnya jika tidak ada seorang pun di dunia ini yang percaya maka orang tua harus jadi orang yang membela anaknya.
Mata Mala berkaca-kaca, tamparan itu sangat keras sekali. Bahkan Mala tidak memperdulikan ujung bibirnya robek.
“Setelah merusak nama saya, sekarang kamu membawa-bawa nama anak saya. Kamu tidak tahu malu!”
“Apa yang dikatakan anak ini benar Pak, dia memang diikat dan ingin dilecehkan,” ucap Nazeef angkat bicara.
Tamparan kembali akan menyentuh pipi Nazeef, namun tidak semudah itu karena Nazeef lebih dulu menahan tangan Ayah Mala.
“Jika anda menyentuh saya, jangan salahkan jika saya menempuh jalur hukum.” Nazeef memberikan ancaman. Mau tidak mau Ayah Mala tidak berani untuk menyentuh Nazeef.
"Nanti malam mereka menikah, sekarang saya bawa mereka ke rumah."
Hati Mala kembali sakit, Ayah tidak mau melihat ke arahnya. Bahkan Ayah masih
menggunakan kata "saya" tidak seperti biasanya.
Nazeef dan Mala mengikuti laki-laki paruh bayah menuju ke sebuah rumah. Perasaan mereka campur aduk.
"Kenapa dia pulang?" Sambutan yang tidak mengenakan diterima Mala.
"Panggil keluarga kamu ke sini, nanti malam kalian menikah!"
"Ayah, Mala tidak mau menikah. Mala masih ingin mau melanjutkan sekolah."
Sosok perempuan paruh baya langsung keluar dari rumah. Dia menatap Mala dengan emosi yang mengumbar kemana-mana. Ternyata tangan perempuan itu juga tidak bisa diam, dia ingin melayangkan tamparan kepada Mala namun Nazeef dengan cepat menahan itu.
“Lepaskan!“
“Tidak ada Ibu yang memukul dan menampar anaknya sendiri,” ujar Nazeef dengan raut wajah tidak suka.
Perempuan itu tertawa. “Saya bukan ibunya.” Dia berusaha melepaskan tangan dari cengkraman Nazeef.
"Kamu tidak tahu malu anak haram, masih berkata melanjutkan sekolah setelah memalukan kami di kampung ini."
"Aku bukan anak haram Bu!!!, a-aku bukan anak haram!" Tangis yang Mala tahan sedari tadi akhirnya tumpah juga. Dia tidak ingin hidup seperti ini.
"Jadi apa? Ibu kandung kamu saja tidak sudi merawat kamu."
"Stop, kamu tidak ada hak menolak karena saya tidak ingin kamu membebani hidup keluarga saya lagi. Dari kecil kamu buat ulah saya mencoba memahami, tapi sekarang tidak lagi. Setelah kamu menikah jangan tampakkan wajah di depan saya! " Laki-laki yang biasa bersikap lemah lembut kepadanya berbicara dengan begitu menyakitkan hati Mala.
Membebani?
Membuat ulah?
Kalimat yang baru Mala dengar seperti bom yang menyambar.
Nazeef terdiam karena tidak berniat membela atau apapun. Dia tidak tahu drama apa yang terjadi pada keluarga ini.
Ayah dan Ibu masuk ke rumah, meninggalkan Mala.
"Wahh akhirnya lo keluar juga anak haram, haha..." Dara berbisik pelan.
"Om apa salah saya? kenapa terasa sakit sekali."
"Udah lah, yang namanya keluarga itu percaya satu sama lain. Kamu bangun, saya nggak tahu apa rencana tuhan. Setidaknya jika kamu nikah maka kamu bakalan bisa bebas dari keluarga gila ini."
Mala masih menangis, ternyata inilah takdirnya. Keluar dari rumah itu dengan cara yang tidak baik. Di rendahkan, di fitnah dan di kata-katai dengan perkataan yang kasar. Mala langsung menghapus air matanya.
"Bentar ya Om, Saya beres-beres baju dulu supaya nanti malam kita langsung pergi." Mala mencoba bangkit dan mulai menerima.
"Saya pengangguran!" Lirih Nazeef. Dia ingin melihat dulu apakah perempuan ini menyukai laki-laki dengan uang yang banyak karena selama ini Nazeef selalu bertemu perempuan seperti itu.
"Iya Om tidak apa-apa. Tabungan saya ada untuk kehidupan kita beberapa hari, nanti kita usaha cari kerja."
Nazeef tidak menyangka respon calon istrinya akan seperti itu. Mala masuk ke dalam rumah untuk membereskan semua barang-barangnya.
"Ets Lo cuma boleh bawa baju, enak aja bawa yang lain!" Dara mengawasi Mala saat berkemas.
"Iya aku tahu, terima kasih untuk semua yang kamu lakukan untuk aku Kak," balas Mala.
Nazeef sedang berusaha menghubungi Papa dan Mamanya di Singapura. Dia sudah menduga pasti Ayahnya akan marah besar. Tetapi Nazeef tidak bisa berbohong jika menyangkut hal seserius ini.
"Om ini pake dulu bajunya nanti masuk angin." Mala memberikan kembali kemeja yang telah di pakainya.
Nazeef menerima dan langsung memakainya.
"Sudah selesai beres-beresnya?"
"Sudah, Barang saya cuma dikit kok!"
Mala dinikahkan setelah ba'da ashar dengan sederhana. Wali nikah nya pun petugas KUA karena sampai hari ini Mala tidak mengetahui sedikitpun tentang keluarga ayah kandungnya. Jika dia memang anak dari hamil di luar nikah, maka ayah kandungnya pun tidak bisa menjadi wali nikah.
Setelah menikah, mereka langsung pergi dari kampung tersebut. Masalah tuduh menuduh selesai, tinggal masalah mereka berdua yang sama sekali belum mengenal satu sama lain.
Mala berjalan di belakang Nazeef, sedari tadi dia masih was-was. Dia juga tidak tahu siapa suaminya ini. Lebih bahaya jika dia merupakan agen penjual manusia. Mala merinding dan langsung geleng-geleng kepala. Nazeef tidak sengaja menangkap gerak-gerik Mala.
"Kamu nggak usah mikir macam-macam!" ujar Nazeef dengan tatapan tajam. Mala langsung menundukkan kepalanya. Tidak mau menatap mata suaminya sendiri. Mala takut!!!
Nazeef langsung mencari mobil travel menuju kota. Mereka berdua berjalan menuju terminal kecil. Mobil travel menuju kota hanya beroperasi pada saat pukul tujuh malam dan akan sampai keesokan paginya.
"Sini tasnya," ucap Nazeef inisiatif. Dia melihat Mala membawa koper tersebut kesulitan. Berkali-kali Nazeef mengatakan Mala menyusahkan walaupun hanya di dalam hati saja.
"Enggak usah Om, Saya bisa. Om kelihatan capek apalagi tadi siang sempat di gebukin warga. Maaf ya Om semua karena saya!" ucap Mala merasa bersalah.
"Kamu kira saya Om kamu? manggil-manggil Om segala," protes Nazeef. Perlu ditekankan dia masih muda.
"Maaf, "cicit Mala dengan suara pelan. Dia mencengkram ujung hijabnya karena sedikit takut.
Nazeef mengambil paksa tas sang istri untuk di bawa.
Sepanjang jalan, Mala masih memikirkan apa yang baru saja terjadi. Hinaan, bentakan serta makian adalah hal yang sering dia dapatkan, tetapi tidak dari sang Ayah.
Namun hari ini Mala tau, bahwa dia hanya sendiri tidak akan ada lagi
tangan lembut yang akan mengelus kepalanya. Tidak akan ada lagi yang
mengatakan "Ayah sayang kamu".
Semua hilang hanya karena kesalahpahaman. Sampai detik ini Mala masih bertanya apa salah dirinya kepada Dara hingga membuatnya selalu dalam kesulitan. Padahal selama ini Mala berusaha untuk menyenangkan hati kakak sepupunya itu.
Mereka jalan dalam keadaan diam. Hanya suara beberapa sepeda motor yang lewat yang menghiasi suasana mereka berdua.