Peluh keringat membasahi seluruh tubuh Nazeef, dia merasa tidak seharusnya berada pada posisi ini. Pertanyaan-pertanyaan bagai bom menerjangnya. Dari segala macam kata yang tersusun menjadi kalimat untuk memojokkan dirinya.
Nazeef dapat melihat perempuan yang baru ditolongnya terlihat menangis akibat hinaan dari
beberapa orang. Mereka berdua tidak dibiarkan sama sekali berbicara untuk membela.
"Kamu bukan orang kampung sini, apa kamu dari kota?" pertanyaan itu membuat Nazeef otomatis menganggukkan kepalanya.
"Sungguh memalukan, sekolah jauh-jauh tetapi membawa aib bencana untuk kampung kita ini."
Sorakan-sorakan dapat terdengar begitu nyaring. Apa yang salah disini? Kenapa dengan
dirinya? Apa salah menolong orang lain. Jika salah maka Nazeef sangat sangat menyesal.
Plakkk
"Kamu saya urus bukan buat jadi kayak ibu kamu!"
Bibir Nazeef terasa kelu melihat seorang perempuan paruh baya menampar orang yang menjadi sebab dirinya ada di kerumunan orang seperti sekarang. Dia sudah melihat drama televisi secara live.
"Maaf Bu, Mala tidak seperti yang Ibu pikirkan!"
"Apa ha? Saya menyesal mengurus Kamu. Seharusnya saya sadar buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Mulai detik ini, saya tidak ada ikatan apapun dengan kamu. Saya bukan ibu kamu, jadi jangan panggil saya Ibu!"
Perempuan itu menangis histeris, namanya Maladina Zahra. 2 bulan yang lalu baru dinyatakan lulus dari jenjang pendidikan Sekolah menengah Atas.
"Ibu saya minta maaf, Kak Dara yang jebak Mala Bu!" Mala mencoba membela dirinya. Namun dia tidak sadar bahwa dia bukanlah anak kandung ibunya. Bagaimana sang ibu
bisa percaya bagaimana jahatnya anak kandungnya sendiri.
"Apa?? kamu nggak punya malu dengan melibatkan anak saya. Kamu itu cuma orang luar, Jangan pernah merendahkan anak saya!"
Mala diam membisu, semua menjadi tuli. Tidak ada yang percaya dengannya.
"Huuu!!! " sorakan-sorakan menghujani mereka. Bahkan ada orang yang melempar Nazeef dan Mala dengan batu kerikil.
"Ayah percaya Mala kan?" Mala sedikit lega karena sang Ayah datang dengan raut wajah khawatir.
Sang Ayah masih memakai pakaian sawah dan membawa cangkul.
"Ayah, Mala dan Om ini tidak melakukan apapun. Mala dijebak Yah. Mohon percaya Mala Yah!"
Mala Menangis memegang tangan Ayahnya. Dia tahu walaupun laki-laki di depannya ini bukan Ayah kandungnya tetapi dia tahu bahwa sang Ayah sangat menyayanginya.
Nazeef tidak habis pikir, setelah tadi menyebut dirinya dengan sebutan “Pak” sekarang malah dengan sebutan “Om”. Meskipun umurnya sudah 28 tahun tetapi dia masih terlihat muda sekali.
"Kamu mengecewakan Saya. Seharusnya Saya tidak menyetujui kamu sekolah di Kota. Seharusnya Saya sadar kamu tidak akan jauh berbeda dari ibu kandungmu!"
Sakit
Ya sakit sekali. d**a Mala terasa sesak mendengar ucapan Ayahnya. Selama ini Ayah tidak pernah membahas dia anak dari hasil hubungan terlarang.Bahkan sang Ayah selalu membelanya, tetapi sekarang Ayahnya bahkan mengatakan hal yang sangat menyakitkan.
Anak haram?
Anak hasil hubungan haram?
Anak pembawa sial?
Kata-kata yang selalu dia dengan dari kecil. kata-kata yang selalu menghantui bahkan sampai ke alam tidur.
"Yang dikatakan perempuan ini benar, saya tidak mengenal dia. Saya hanya berniat Menolong." Nazeef angkat bicara. Dia tidak mau ikut ke dalam drama keluarga yang sangat buruk menurutnya.
"Apa kamu kira kami ini bodoh, menolong apanya? Lihat tampilan kalian, apalagi kalian di gudang dan hanya berdua."
Nazeef melihat tampilan dirinya yang memang berterlanjang d**a setelah memberikan kemeja kepada perempuan pembawa sial itu.
"Kalian harus kami nikahkan sekarang juga!"
Nazeef syok luar biasa. Menikah memang keinginannya tahun ini tetapi bukan perempuan sial yang di depannya.
"Saya menolak, apa hak bapak menyuruh saya menikah," tolak Nazeef mentah-mentah.
Plakkk
"Kamu tidak sopan berbicara dengan yang lebih tua. Apa orang tuamu tidak mengajari
bagaimana harus menghargai orang yang lebih tua."
Tamparan mendarat mulus di pipi Nazeef. Dia sedikit merasakan sakit, dia tidak salah kenapa
warga disini seakan akan ingin dia mengakui sesuatu yang tidak dilakukannya. Rusak semua tatanan kehidupan yang sudah Nazeef rancang sedemikian rupa.
"Jangan bawa orang tua saya, Sebelum menuduh seharusnya anda anda semua harus mempunyai bukti terlebih dahulu. Saya bisa melaporkan kalian semua ke kantor polisi dengan kasus pencemaran nama baik!"
Nazeef tidak takut sama sekali apabila dia di amuk masyarakat di kampung tersebut. Dia tidak
akan pernah mengakui sesuatu yang tidak dilakukannya. Ini bukan drama alay yang sering bermunculan di televisi.
"Silakan jika memang kamu bisa, karena inilah peraturan di kampung kami. Kalian tetap harus menikah!"
"Pak yang dikatakan Om ini benar. Kami tidak saling kenal. Dia hanya menolong saya.
Kalaupun dihukum hanya saya jangan dia karena ini salah saya!" Mala Angkat bicara.
Mala tahu ini kesalahannya.
"Baiklah kalau itu kemauan kamu. Sesuai peraturan kamu saya hukum cambuk!"
Bibir Mala bergetar, dengan fisik lemah apakah dia bisa melewatinya. Tetapi ini akan lebih
mudah dengan tidak melibatkan orang lain.
"Nah gitu dong eh apa cambuk? Anda nggak bisa seenaknya mencambuk anak orang."
Kesal ya Nazeef sangat kesal, kampung ini terlalu lebay menurutnya. Oke, Nazeef melupakan bahwa dia hanya seorang pendatang.
"Ini peraturan di kampung kami, Anda jangan sok tau. Anda hanya orang luar yang berbuat m***m disini! Memalukan sekali."
"Tapi kan-"
"Kalau Anda tidak mau menikah maka biar perempuan ini menanggung resikonya. Jika
memang Anda tidak bersalah cukup pergi dari sini. Jangan kotori kampung kami dengan tingkah kalian!"
Nazeef terdiam. Lebih baik dia segera pergi agar dia terlalu jauh terlibat. Awalnya dia
mengira bahwa datang kesini akan memberikannya ketenangan tetapi dia malah mendapat masalah besar.
Nazeef tahu bagaimana pun menjelaskan kepada penduduk kampung tersebut, mereka tidak akan percaya. Apalagi tampilan mereka sangat mengundang tanda tanya besar.
"Maafkan saya membuat Om terlibat, lebih baik segera pergi dari sini. Terima kasih telah menolong saya, semoga Allah membalasnya mas dengan dengan kebaikan-kebaikan lebih mulia."
Suara ricuh penduduk kampung kembali terdengar. Mala tahu tidak akan ada yang percaya dengannya apalagi dia mempunyai masa lalu yang kelam. Namanya sudah rusak dari dulu akibat kakak nya sendiri. Dia selalu bertanya-tanya apa salahnya?
Walaupun dia bisa memilih, dia pun tidak ingin lahir dari cara yang salah. Dia juga tidak mau menyusahkan Ayah dan ibunya tetapi Allah berkehendak lain. Meskipun dia sadar bahwa tidak ada anak yang haram saat dilahirkan, semua anak suci hanya saja cara dia hadir yang salah. Ini bukan kesalahannya, ini salah kedua orang tuanya.
Bagaimana pun seharusnya Mala ridho dengan ketetapan yang telah Allah berikan. Dunia ini hanya panggung sandiwara, dia harus melewatinya. Kesedihan didunia ini bukan selamanya, akan tiba masanya semua kesedihan itu hilang saat kematian datang. Jika manusia ridho dengan apa yang Allah telah tetapkan maka itulah kemulian yang paling tinggi.
Setiap manusia mempunyai problem hidup yang berbeda-beda tetapi Allah tau bagaimana kemampuan seorang hamba. Mala tau itu, selama 18 tahun dia mampu melewati semuanya. Allah menguatkannya, Allah bersamanya. Dia tidak pernah merasa sendiri karena ada Allah.
Nazeef segera pergi dari kerumunan penduduk yang menuduhnya melakukan hal buruk. Pikiran kacau, dia tau bahwa perempuan itu tidak sekuat yang terlihat. Tetapi dia
tidak ingin terlibat lebih jauh seakan hati dan otaknya berperang.