"Om kemana?" tanya Mala langsung. Dia benar-benar takut jika di tinggal sendiri di sini. Apalagi matahari sudah terbenam. Beruntung Mala sedang datang bulan, jadi tidak perlu menjalankan kewajiban.
"Tadi kamu takut sama saya! sekarang malah takut saya tinggal," ujar Nazeef menyindir. Dia bukannya buta untuk dia mengetahui segala gelagat yang ditunjukkan oleh Mala. Ketakutan yang Mala rasanya wajar menurutnya karena mereka baru kenal. Apalagi status pernikahan yang dilakukan secara mendadak. Coba bayangkan bagaimana canggungnya mereka berdua.
Jangankan pesta pernikahan besar, surat nikah saja mereka berdua tidak ada. Jangan sampai mereka kembali diciduk sebagai pasangan m***m karena tidak memiliki surat nikah. Ternyata benar, masalah mereka belum selesai sepenuhnya malah bertambah.
Mala kembali menunduk. Nazeef heran sendiri, apa kadar kegantengan sudah hilang sampai tanah lebih menarik daripada dirinya. Sudah, sudah Nazeef tidak memikirkan hal yang tidak penting.
Nazeef melihat jam di tangannya, sepuluh menit lagi mobil akan berangkat sedangkan mereka berdua sejak siang hari belum mengisi perut sama sekali. Nazeef ingin membeli minum dan beberapa bungkus roti untuk mengganjal perutnya nanti.
"Saya mau beli minum bentar, kamu tunggu di sini. Jangan kemana-kemana!" ujar Nazeef memperingati. Mala mengangguk patuh.
"Tunggu Om," cegah Mala. Nazeef mengerutkan keningnya.
"Kenapa?"
Mala membuka tasnya, seperti mengambil sesuatu.
"Ini Om," ujar Mala sembari memberikan beberapa lembar uang tukar dua ribu.
Nazeef hanya bisa geleng kepala, "Nggak usah!" Kok kesannya ia seperti tidak punya uang begini sampai-sampai istri kecilnya memberikan uang kepada dirinya.
Nazeef langsung melangkah ke kedai kecil yang diletakkan tidak jauh dari terminal. ia Meninggalkan Mala yang masih terdiam dalam kesendirian. Mala duduk bersama penumpang lain yang memilih menunggu di luar mobil. Ada juga beberapa penumpang yang sudah duduk di dalam mobil untuk mencari posisi duduk yang nyaman tentunya. Sayangnya untuk ke kota, hanya ada 1 mobil saja sehingga jangan heran jika mereka seperti ikan asin nanti.
Nazeef mengambil lima botol minuman dan beberapa roti, tidak lupa membeli cemilan untuk menemani perjalanan mereka nanti. Meskipun dia kaya, Nazeef tidak pernah keberatan jika terlihat seperti orang yang tidak punya uang. Dia dididik oleh keluarga yang luar biasa tentunya. Jika ingin mendapatkan sesuatu maka berikan sesuatu pula. Contohnya saat dia berumur 15 tahun, Nazeef ingin membeli PS maka ia harus mengikuti semua persyaratan yang diberikan oleh Ayahnya. Tidak hanya Nazeef, adiknya pun tidak berbeda jauh dengan dirinya.
Sepanjang jalan Nazeef masih berpikir, kenapa bisa hidupnya keluar dari jalur penghaluannya. Apa ini kisah drama? Atau cerita n****+ romance? Lucu sekali hidupnya. Bukan kah nikah dadakan seperti dirinya hanya ditemukan dalam drama atau n****+? Ini kenapa terjadi pada dirinya. Nazeef benar-benar tidak mengerti, haruskah dia tidur sekarang? Mungkin ia hanya mimpi saja karena terlalu ngebet untuk menikah tahun ini.
"Lama-lama gila juga gue,"gerutu Nazeef sendiri. Ia sadar pikirannya sudah berkenalan kemana-mana. Nazeef memilih untuk kembali ke tempat Mala. Dia mengulurkan minuman kepada perempuan yang sudah menjadi istrinya itu.
"Ini," ucap Nazeef. Mala langsung mengambil minuman yang tutup botolnya sudah dibuka oleh Nazeef.
"Terima kasih Om," balas Mala.
Nazeef tidak ambil pusing, dia sedikit menjauh karena ingin menghisap puntung rokok. Kepalanya benar-benar berat. Sejak pernikahan tadi, dia sama sekali belum berkomunikasi dengan Daddy dan Mamanya. Jangan sampai rambut Nazeef dibotakin oleh sang Papa. Habis sudah nanti kadar kegantengannya. Jika tahu endingnya begini, maka Nazeef akan memilih menetap di Singapura. Untuk apa dia datang ke sini? Tolong katakan pada Nazeef apakah salah ia datang ke Indonesia?
Mereka berdua kembali dalam kesunyian, Mala sibuk mengisi perutnya dengan roti sedangkan Nazeef sibuk membakar uang yaitu merokok. Rokok belum habis, mobil sudah akan berangkat. Mobil travel itu berwarna putih seperti ambulan tetapi di dalamnya ada beberapa baris kursi. Ternyata begitu banyak orang yang berangkat malam itu.
Nazeef langsung menarik tangan Mala agar mendapat tempat duduk yang nyaman. Sungguh ribet hidup Nazeef, sebenarnya dia bisa saja menyuruh orang kepercayaannya untuk menjemput. Tapi entah apa penyebabnya Nazeef memilih untuk naik mobil travel. Sepertinya dia memang akan terjebak dalam situasi aneh bin ajaib dan Nazeef akan menunggu itu.
Nazeef menyuruh Mala untuk masuk terlebih dahulu. "Pilih paling ujung," bisik Nazeef memberi instruksi. Kebetulan posisi duduk di ujung paling belakang kosong. Mala langsung duduk, ketika ada orang yang ingin duduk di samping Mala, Nazeef langsung mencegahnya.
"Adiknya ya Mas?" tanya laki-laki itu. Pandangan matanya begitu fokus melihat ke arah Mala.
"Istri saya Mas," jawab Nazeef penuh penekanan. Jika ada yang bilang Nazeef cemburu, itu salah besar. Mana mungkin dia cemburu dengan orang yang baru saja dikenal, Nazeef mau menikah hanya ingin menyelamatkan Mala. Tolong ingat itu. Dia hanya tidak mau ada orang yang berbuat buruk pada Mala.
"Oh istri ya Mas, kirain Adeknya. Soalnya Masnya keliatan udah tua."
Damm, tua dari mana? Nazeef mencoba untuk sabar, jangan sampai dia membuat masalah di tempat ini lagi. Sudah cukup.
"Kita kemana Om?" tanya Mala sambil berbisik.
"Ke Kota Bandung dulu, setelah itu baru ke Jakarta."
Mala tidak banyak protes, dia memilih membuka kembali bungkus roti yang tadi belum habis di makan. Setidaknya malam ini dia tidak kelaparan. Nazeef pun sama, dia sama sekali belum mengisi perutnya yang sudah berdemo.
Jalan yang mereka tempuh cukup sunyi, Nazeef melihat Mala sudah beberapa kali menguap. Tidak lama dari itu Mala langsung memejamkan mata. Tidak ada adegan romantis dimana laki-laki memberikan jaket untuk menutupi tubuh sang perempuan agar tidak kedinginan. Kepala Mala pun bersandar bukan pada pundak Nazeef melainkan pada kaca mobil.
Nazeef tidak menghiraukan itu, dia memilih untuk membuka ponselnya. Liburan dadakan yang dia impikan menjadi sia-sia belaka. Malahan dia langsung mendapat seorang istri dari aksi liburannya itu.
Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi mereka sudah sampai di terminal pusat kota Bandung.
"Hey! bangun. Udah sampai!" ujar Nazeef sambil menarik-narik hijab Mala. Aksinya itu berbuah hasil, Mala langsung mengerjapkan matanya. Awalnya Mala ingin berteriak ketika matanya sudah terbuka lebar, namun Nazeef dengan cepat menutup mulutnya dengan tangan. Jangan sampai orang di dalam mobil mengira dia menculik anak gadis orang. Jika terjadi, maka hidupnya cukup sial.
"Jangan teriak," bisik Nazeef penuh penekanan. Mala akhirnya sadar apa yang terjadi. Wajar bukan, baru kemarin dia berada di rumah tetapi sekarang malah di dalam mobil.
"Maaf Om," balas Mala sedikit merasa bersalah. Dia tidak berani melakukan kontak mata dengan Nazeef karena terlalu menakutkan.