29. Aku Kasihan

1033 Words
Pandangan Rio tetap fokus ke depan. Kedua sudut bibirnya melengkung ke atas, menandakan dia begitu bahagia. Tapi sayangnya, Rio tidak tahu pasti apa yang sudah membuatnya jadi tersenyum sendiri seperti sekarang ini. Kali ini, Rio berhasil menikmati secangkir kopi sambil memandangi langit malam yang bertabur bintang. Saat sedang fokus memikirkan tentang apa yang terjadi hari ini, Rio tiba-tiba saja teringat pada apa yang pernah dia rasakan ketika sedang berpegang tangan dengan Ify. Ada perasaan aneh yang hinggap di sudut hatinya. Rio memang belum pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki kekasih, tapi Rio tahu betul bagaimana perbedaannya berpegangan tangan dengan orang biasa dan yang spesial. Hanya saja, ada yang lebih mengganggu dari kata spesial yang Rio maksudkan. Kenapa energiku bisa terisi kembali saat aku pegangan tangan sama Ify? Heran hati kecil Ify. "Bagaimana?" sebuah suara maskulin dari arah belakang, barusan menyapa Rio. Suara itu terdengar cukup jelas, dan tak lama sang pemilik suara sudah duduk di samping Rio. Hanya ada satu nama yang bakal menghampiri Rio di jam segini. Siapa lagi kalau bukan Raga? Karena Axel jarang menghampirinya di sini. Bahkan hampir tidak pernah. Rio menoleh ke arah Raga. Dia terkekeh pelan sekarang, karena Raga benar-benar berniat membantu dirinya lepas dari hukuman yang Tuhan berikan. "Apanya?" Rio malah balik bertanya. "Aku belum pernah lihat, kamu tertawa selepas ini." komentar Raga. Benar sekali, barusan Raga melihat Rio yang tertawa lepas seakan tak punya beban. Melihat Rio bisa tertawa sebegitu renyahnya, membuat Raga senang. "Aku memang selalu tersenyum dan tertawa. Tidak seperti kamu, yang kadang-kadang juga marah." sindir Rio seraya menyenggol lengan Raga, tapi Raga bukannya marah malah dia mengangguk dan membenarkan apa yang Rio katakan. Sepertinya, Rio tidak paham dengan apa yang Raga katakan. Rio juga sengaja menyindir temannya itu yang kadang sulit menahan emosi, walau sindiran itu tidak benar-benar keluar dari hatinya. "Aku tadi bilang apa? Baru kali ini aku melihat kamu kembali tertawa lepas setelah tiga belas tahun lalu." kata Raga sengaja memperjelas lagi maksudnya. Bahwa yang dia maksud bukanlah senyum atau tawa yang diberikan untuk formalitas belaka, melainkan memang sebuah perasaan yang keluar dari perasaan senang di dalam diri Rio. Rio diam, dia tidak menjawab ataupun mengelak lagi tentang apa yang dikatakan oleh Raga. Rio yang hanya dihukum tanpa dicabut statusnya sebagai malaikat itu kembali tersenyum sambil melihat ke arah perkebunan mawar miliknya yang membentang luas di depan mata. "Tapi aku tidak menyangka kalau ternyata kamu dan Ify sudah saling kenal." gumam Raga sengaja menyinggung tentang Ify. Lagi dan lagi, Rio terkekeh kali ini. Dia tidak tahu harus bicara apa pada Raga kalau sebenarnya dia juga memulai untuk mendekati Ify. Benar, Rio sudah memulai untuk melancarkan misinya. Memang Rionya saja yang selama ini tidak bilang kepada Raga tentang apa yang dia lakukan untuk menggaet Ify supaya lebih dekat dengannya. "Aku memang tidak bercerita kepada kamu, kalau kemarin lusa aku sengaja memancing Ify sampai ke sini." akhirnya, Rio mengakui apa yang sudah dia perbuat kemarin lusa. Rio rasa, sudah saatnya Raga tahu tentang rencananya dari satu bulan yang lalu. Rio tidak bisa lagi menyembunyikannya dari Raga, terlebih lagi sekarang Ify sudah siuman dari komanya. Rio tidak bisa bertindak secara diam-diam seperti kemarin. Bola mata Raga melebar, dia berusaha mencerna apa yang barusan Rio katakan. Raga juga berusaha mengingat-ingat apakah yang barusan dia dengar itu salah atau tidak. "Saat Ify koma kemarin, aku sengaja masuk ke alam bawah sadarnya untuk mendekatinya. Aku ingin melakukan pendekatan lewat mimpinya, karena aku rasa itu akan lebih mudah ketimbang aku melakukan pendekatan secara langsung dengannya," cerita Rio mengenai apa yang dia lakukan satu bulan kemarin saat Ify koma. "Wow, Rio gercep juga ternyata." Raga bertepuk tangan, dia menyelamati keputusan yang sudah Rio pilih. Semilir embusan angin malam bukanlah penghalang bagi kedua malaikat itu untuk terus berbincang-bincang di luar rumah. Mereka sudah biasa dengan hawa dingin seperti ini. Jadi, ini bukanlah hal yang perlu mereka hindari. Raga tidak bisa menghentikan senyumannya usai mendengar perkataan Rio. Karena Rio sudah mengambil keputusan, jadi Raga akan berusaha semampunya untuk membantu Rio. "Apa yang membuat kamu jadi berubah pikiran?" tanya Raga penasaran. Rio menolehkan wajahnya ketika mendapat pertanyaan seperti ini dari Raga. Jujur saja, Rio bingung harus memberikan jawaban seperti apa kepada Raga. "Apa kamu tiba-tiba sadar, kalau lenyap tanpa jejak itu bukanlah pilihan yang baik?" tanya Raga lagi karena Rio hanya diam, belum merespons apa-apa. Kepala Rio menggeleng pelan, bibirnya pun terkekeh ringan. Jawaban Rio yang ini sangat tidak bisa ditebak oleh Raga. Tingkah Rio berhasil membuat Raga dilanda rasa penasaran akut. "Terus?" tanya Raga lagi untuk memastikan, karena dia benar-benar penasaran. Kedua tangan Rio kini dia silangkan di depan d**a. Begitu pula kaki kanannya yang juga dia silangkan di atas paha kirinya. Ini adalah posisi duduk ternyaman baginya, dan tentunya itu posisi yang sopan. "Aku kasihan sama Ify, dia sudah tiga belas tahun hidup berdampingan dengan phobia yang dia alami karena kesalahanku. Jadi, setidaknya aku ingin membantunya lepas dari rasa takutnya pada bunga mawar." jelas Rio memberi alasan kepada Raga tentang dirinya yang tiba-tiba ingin berada di samping Ify. Raga mengangguk paham, dia mengerti tentang maksud dan tujuan Rio. Walau sebenarnya Raga juga tidak ingin keputusan yang diambil kaptennya. "Aku tidak masalah kalau aku harus lenyap bagai asap. Aku hanya ingin di sisa umurku sebelum Tuhan melenyapkanku, aku bisa membantu Ify menerima kenyataan dan membantunya sembuh dari phobianya." Rio merasa keputusannya ini sudah keputusan yang tepat. Tiga belas tahun Rio menjalani hukuman dari Tuhan, dia tidak ingin menyesal karena tidak melakukan apa-apa di sisa umurnya. Kadang Rio menyalahkan dirinya sendiri, kenapa dia harus mengulur waktu selama ini untuk membantu Ify sembuh? Padahal Rio memiliki waktu tiga belas tahun dan itu waktu yang tidak sebentar. "Aku tidak akan pernah membiarkan kamu lenyap begitu saja. Kalau perlu, aku akan berlutut di depan ruangan Tuhan supaya Dia mau menambah umurmu lagi," kata Raga bersungguh-sungguh karena saking tidak maunya dia kehilangan teman dekatnya selama di Surga dan menjadi Malaikat. "Lagi pula, di surat perjanjian dari awal juga sudah seperti itu, Raga. Mana mungkin bisa berubah?" sahut Rio. "Segala sesuatu itu bisa berubah. Tergantung usaha kita untuk mengubahnya." Raga terlihat marah karena Rio membahas tentang dirinya yang akan lenyap dua tahun lagi kalau Rio tidak berhasil dalam menyelesaikan syarat yang diberikan Tuhan dalam surat perjanjian hukuman Rio.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD