Ify melihat kesepuluh jarinya sendiri yang tiba-tiba terasa aneh. Kukunya panjang dan berwarna merah menyala. Ify tidak ingat, kapan dia memanjangkan kuku sampai sepanjang ini dan kapan dia mewarnai kukunya. Padahal seingat Ify, dia tidak pernah memanjangkan kuku dan memakai kuteks.
"Ini kuku siapa?" tanya Ify kepada dirinya sendiri.
Ify ganti mendongakkan kepalanya, dia bangun dan berjalan menyusuri jalanan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Ify tidak tahu dia di mana, namun Ify tetap melangkah maju demi memenuhi rasa penasarannya.
Tubuh Ify bergetar hebat saat dia melihat ada banyak sekali bunga mawar di sekelilingnya. Keringat dingin seketika mengucur dari pelipisnya. Bibirnya memucat nan gemetar, seakan-akan Ify ingin mengatakan sesuatu namun tertahan di kerongkongannya. Rasanya bagaikan ada bola bekel yang tersangkut di tenggorokannya.
Tak lama, Ify tersadar dari tidurnya. Dia berhasil keluar dari dunia mimpinya yang mengerikan. Hanya saja, Ify tetap memejamkan mata karena dia takut apabila saat membuka mata nanti malah yang dia lihat di sekelilingnya itu bunga mawar. Ify masih ingat bagaimana detailnya tempat yang tadi hadir di mimpinya yang sama sekali tidak menyenangkan.
Semilir angin semakin membuat ketakutan Ify memuncak. Matanya kini terpejam serapat mungkin. Kedua tangannya mengepal kuat-kuat menahan amarah di dalam dirinya sendiri yang sudah hampir meledak. Namun Ify menyerah, dia membuka matanya dengan harapan semoga dia berada di dalam kamarnya. Ify bisa jadi sedikit lega setelah tahu kalau dia tidak kemana-mana dan masih stay di kamar.
Ify kembali menutup matanya tetapi dia seakan tertarik kembali ke dunia mimpi yang sudah dia tinggalkan. Namun sekarang Ify memilih membuka kedua kelopak matanya karena yang terlihat di dalam pikirannya pun tetap sama, bunga mawar merah. Ify memilih membuka kelopak matanya, karena dirasa-rasa, mau terpejam atau tidak, yang terlihat dalam bayangannya tetap sama. Jadi lebih baik, Ify membuka matanya. Itu yang sekarang Ify pikirkan.
"Ok, enggak kenapa-napa. Pokoknya harus relaks dan nggak boleh mikirin itu lagi," kata Ify lirih, dia berusaha meyakinkan dirinya lagi dan kemudian dia memejamkan matanya lagi seraya mendoktrin pikirannya dengan hal-hal positif tanpa melibatkan mawar merah.
Ify kembali merasa aneh, dia sekarang merasa napasnya tercekat kuat-kuat hingga sulit bernapas. Ify tercengang melihat ada bayangan putih di depan sana. Terlihat jelas, bayangan itu adalah Kalina. Perempuan yang Ify rindukan bertahun-tahun lamanya. Tampak di pelupuk mata Ify, mamanya sedang tersenyum manis kepadanya seraya melambaikan tangan ke arah Ify.
"Mama!" panggil Ify lirih pada sang mama yang hanya bisa tersenyum.
Tanpa disadari, perasaan takut yang tadi bersarang di hati Ify tiba-tiba memudar perlahan-lahan. Kakinya mulai melangkah penuh percaya diri. Rasa takut pada bunga-bunga mawar di sekitarnya jadi lenyap walau masih terasa samar-samar.
"Kamu jangan ke sini, Fy."
Hanya kata-kata itu yang bisa Ify dengar dari bibir mamanya sebelum perempuan cantik yang sudah melahirkan Alvin dan Ify itu akhirnya menghilang tertelan cahaya.
"Mama!" panggil Ify sudah seperti orang kebingungan karena tiba-tiba sang mama hilang begitu saja.
Ify kebingungan mencari mamanya, hingga sampai pada dia tak sadar menolehkan wajahnya ke kanan namun yang terlihat adalah kebun bunga mawar. Ketika Ify ganti menoleh ke kiri, yang dia lihat masih objek yang sama. Ketika berputar ke belakang, ke depan dan ke bawah, semuanya dipenuhi bunga mawar. Hal ini membuat d**a Ify sesak seketika dan dia histeris sendirian di sana.
Di lain tempat, beberapa dokter dan perawat berlarian ke salah satu ruang rawat yang dibayar secara khusus untuk ditempati Ify. Sudah satu bulan gadis itu terbaring di atas ranjang rumah sakit karena histeris ketakutan ketika ada murid bernama Tika yang dengan sengaja memberikan bouquet bunga mawar merah kepada Ify saat mereka ada di taman untuk belajar di alam terbuka.
Ify belum juga siuman dari waktu itu. Selama ini Via dan Alvin terus bergantian menjaga Ify di rumah sakit. Sementara Mr. Stuart akan menjenguk Ify beberapa hari sekali di sela-sela kesibukannya.
Sekarang Mr. Stuart, Alvin dan Via sedang dibuat takut. Mereka tidak ingin terjadi apa-apa sama Ify. Baru saja, Ify mengalami kejang-kejang dan kondisinya kritis. Maka dari itu, beberapa dokter sedang berusaha menyelamatkannya.
"Ify nggak akan kenapa-napa 'kan, Bang?" tanya Via ketakutan.
Alvin mengangguk, dia mendekap tubuh Via dan menenangkan gadis itu supaya Via bisa tegar menghadapi semua ini. Walaupun Alvin juga merasa sulit, namun dia akan berusaha tegar. Setidaknya di depan Mr. Stuart dan Via.
Di dalam tidur panjangnya, Ify melihat Rio yang memegang pergelangan tangannya. Rio menahannya begitu erat seraya menggelengkan kepalanya.
"Lepasin gue!" sentak Ify seraya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Rio.
Rio tidak mendengarkan apa kata-kata Ify. Dia malah menarik Ify buat keluar dari taman yang ada di dalam mimpi Ify hingga gadis itu kembali terbangun untuk kedua kalinya.
Ify melihat ke sekitar, dia tidak menemukan Rio di mana-mana dan terlebih lagi Ify kembali tersadar kalau sekarang ini dia berada di dalam kamarnya.
"Berarti gue ketiduran lagi," gumamnya pelan.
Ify turun dari ranjang, tangannya meraih ikat rambut yang ada di atas nakas. Ify menguncir rambutnya bagai ekor kuda. Ify lagi-lagi tersadar di saat tangannya merasa tengkuknya ternyata basah oleh keringat.
"Heh, kenapa sama mimpi gue malam ini sih?" desah Ify sambil berusaha menghilangkan pikiran-pikiran anehnya.
Tubuh Ify masih sedikit gemetar, dia masih merasa takut di saat mengingat bunga mawar merah yang dia lihat di dalam mimpinya tadi. Namun Ify berusaha kuat. Dia mengambil obat dari dalam laci naskah. Ify berniat meminumnya tapi setelah melihat gelas minumnya kosong, Ify terpaksa harus keluar kamar untuk mengambil air minum ke dapur.
Ify tidak ada pilihan lain, dia memberanikan diri ke dapur dalam kondisi rumah yang gelap tanpa pencahayaan. Dia berjalan perlahan menuruni tangga dan mengambil sekarang Ify sudah berada di dapur. Ify menyalakan lampu terlebih dulu karena dia tidak ingin gelap-gelapan. Diminumnya obat yang tadi dia bawa dari kamar.
"Papa pulang," ucap Mr. Stuart dari arah meja makan.
Ify menoleh ke sumber suara, dia menemukan ada Mr. Stuart yang berdiri menatapnya sambil tersenyum.
"Papa?" tanya Ify sedikit heran.
Mr. Stuart menganggukkan kepala, "Iya ini Papa, Fy. Tadi Papa pulang sekitar jam sebelas tapi Papa ke kamar kamu, kamunya udah tidur," jelas Mr. Stuart.
Ify berlari ke arah papanya, dia memeluk Mr. Stuart untuk menghilangkan rasa takutnya karena mimpi tadi.
"Aku seneng Papa pulang," ucap Ify merasa bersyukur karena Mr. Stuart menuruti keinginannya agar pulang.