Merasa dihormati

1051 Words
"Selamat, ya, Al... Suamimu memang best! Tahu aja apa yang istrinya mau." Danu memberi selamat kepada adik sepupu kesayangannya itu. Dia memeluk Almira seperti memeluk adik kandungannya sendiri. "Makasih, Mas." Almira tersenyum malu. Yang lain pun ikut memberikan selamat. Sandra yang awalnya enggan dan tidak sudi memberi selamat, terpaksa harus ikut melakukannya. Perempuan berambut bergelombang itu maju lalu mengulurkan tangan. "Selamat, ya, Al." Dia memasang senyum palsu yang tentunya tak ada yang menyadari itu. "Makasih, Mbak." Almira membalas uluran tangan Sandra. Tiba-tiba dia kepikiran sesuatu. "Oh, iya, Mas. Aku ada ide. Gimana kalo kita ajak Mas Danu ke Bali bareng kita? Ya ... itung-itung sebagai hadiah pernikahan mereka. Kita 'kan waktu itu enggak sempet dateng ke pernikahan Mas Danu sama Mbak Sandra." Sandi termangu dengan usulan istrinya, dia bingung hendak menjawab apa. Sementara Sandra justru nampak senang sedangkan Danu menolak tawaran Almira. "Eh, enggak perlu, Al. Enggak usah repot-repot," sela Danu sungkan yang seketika membuat Sandra yang ada di sampingnya mendengkus pelan. "Enggak apa-apa, Mas. Kita 'kan udah lama juga enggak liburan bareng. Bener 'kan Pa, Ma?" Almira meminta saran kepada kedua orang tuanya. Papa dan mama Almira menjawab bersamaan. "Bener, Al." "Danu, sebaiknya kamu turuti saja kemauan adikmu yang manja ini," sambung papa lagi seraya mencubit gemas pipi putri satu-satunya ini. Almira dan Danu memang sangat dekat sejak dulu. Keduanya sudah seperti saudara kandung. Almira memang agak sedikit manja jika kepada Danu. "Yeeay ... tuh, Mas. Papa aja setuju, kok!" Lihatlah, perempuan itu seperti anak kecil yang baru saja mendapat mainan baru. Danu menggelengkan kepala melihat tingkah Almira yang ternyata belum berubah. "Kamu maksa, ya, jelas Om setuju," celetuknya lalu memandang Sandi yang sedari tadi tak bersuara. "Mas, kamu enggak pusing ngadepin sikapnya yang kayak anak kecil?" ledek Danu. Sandi menggeleng, "Selama ini masih wajar, kok. Jadi, masih aman," sahutnya disertai kekehan lalu mengusak puncak kepala istrinya yang mencebik. Sandra menatap penuh benci, dia muak mendengar semua orang memuji dan terlihat sangat menyayangi Almira. "Jadi, Mas juga bolehin 'kan?" tanya Almira yang bergelayut manja di lengan Sandi dengan memelas. Bola matanya yang jernih mengerjap-ngerjap lucu. Melirik sekilas ke arah Sandra, lantas Sandi yang mau tidak mau mengiyakan permintaan Almira akhirnya pun mengangguk setuju. Hatinya merasa tidak nyaman dengan semua ini, namun dia pun tak ada alasan untuk menolak. Sandi hanya tidak ingin Almira dan seluruh keluarga merasa curiga dan malah bertanya-tanya. *** Keberangkatan yang direncanakan pada pukul satu siang membuat Almira menjadi agak santai. Disela-sela waktu senggangnya dia memutuskan untuk mengurus pekerjaannya terlebih dahulu, begitu pun Sandi. Keduanya kini masih berada di kamar Hotel dengan kesibukannya masing-masing. "Mas, istrinya Mas Danu cantik, ya?" Almira tetiba bertanya kepada Sandi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya melalui I-Pad. Sandi berdeham lantas menyahuti sekadarnya. "Hem," Tanpa mengalihkan pandangannya dari I-Pad. "Kok, cuma hem?" Almira melirik Sandi. Dia meletakkan ponsel ke tasnya setelah berbalas pesan pada managernya. Dia lantas menghampiri Sandi. "Sibuk apa, sih?" Almira melirik layar benda canggih itu. "Ini, lagi cek email yang masuk. Kamu 'kan ngajak bulan madunya mendadak, jadi aku terpaksa harus ubah jadwal kerja aku." Seketika Almira merasa tidak enak. "Maaf, ya, Mas ...." Sandi sontak mendongak, meletakkan I-Pad ke atas nakas, kemudian bertanya, "Untuk?" Menatap Almira yang kini nampak lesu. "Sini, duduklah di sini." Perlahan Sandi menuntun Almira yang sejak tadi berdiri untuk segera duduk di sampingnya. Almira duduk lalu menjawab pertanyaan Sandi. "Untuk rencana bulan madu dadakan ini. Mas jadi terpaksa harus atur ulang jadwal kerjaan Mas." Dia betah menunduk hingga Sandi tak kuasa menahan diri untuk tersenyum. Almira perempuan yang perasa dan mudah sekali menangis. "Ya, enggak masalah juga, Al. Mas enggak marah, kok." Sandi memegang tangan Almira. "Udah, enggak usah sedih lagi." Dia membawa Almira ke pelukan. "Mas, memang baik." Almira tersenyum seraya menyeka air matanya dengan punggung tangan. "Hadiahnya sekali lagi makasih, ya, Mas. Aku enggak nyangka bakal dapet hadiah mobil mewah dari kamu. Padahal aku udah nabung sendiri buat beli mobil itu. Eh, malah udah keduluan." "Iya. Mau berapa kali kamu bilang terima kasih. Uang kamu bisa kamu tabung dan kamu pakek buat keperluan lainnya. Aku ini suami kamu, Al. Aku yang bertanggung jawab atas semua kebutuhan kamu." Selama ini Sandi memang tak pernah melupakan kewajibannya memenuhi nafkah lahir untuk Almira, meski dia tahu istrinya ini memiliki penghasilan sendiri. Almira tersenyum di balik d**a Sandi. "Mas, enggak keberatan 'kan kalo aku sampai sekarang masih jalanin profesi aku sebagai model?" tanyanya yang tiba-tiba merasa ingin tahu. "Enggak. Mas enggak akan ngelarang kamu, asal kamu masih bisa menjaga batasan dalam menerima pekerjaan." Sandi merasa senang sebab Almira hingga sekarang belum pernah melanggar batasan itu. Almira hanya menerima pekerjaan yang dia rasa cocok dengan peraturan dari Sandi. Pekerjaannya sebagai model terkadang menuntutnya harus bersikap profesional. Banyak tawaran dari majalah luar negeri yang dia tolak lantaran tidak sesuai. Almira tidak menerimanya karena mereka menyuruhnya untuk menjadi model bikini, atau gaun malam. Pernah suatu hari, dia ditawari menjadi model majalah dewasa. Tentu Almira langsung menolaknya, dan memberikan alasan yang cukup masuk akal supaya tidak menimbulkan kekecewaan pada pihak yang berkaitan. Saat ini Almira hanya mengambil pekerjaan sebagai model dari brand make up ternama di Indonesia, juga beberapa brand lokal yang ada di kota Surabaya. Pekerjaan yang menurutnya tak banyak menyita waktu. Hanya posting di media sosialnya lalu melakukan photo shoot, Almira bisa melakukannya dalam sehari saja. Kewajibannya sebagai seorang istri pun tak pernah terganggu, dan Sandi juga tak pernah mengeluh apa pun akan semua itu. "Mas selalu mendukung karir aku. Aku janji suatu saat kalo Mas nyuruh aku berhenti dari dunia model aku pasti akan turutin." Sandi menghela panjang sambil mengusap-usap lengan Almira. Dia pun tidak pernah mempunyai pikiran semacam itu. Menyuruh dan memaksa Almira untuk berhenti dari pekerjaannya. Nampaknya dia begitu egois jika sampai melakukan hal tersebut. "Mas, enggak akan nyuruh kamu berhenti selagi kamu masih menikmati pekerjaan kamu, Al. Asal inget pesen Mas, jangan terlalu lelah dan sibuk karena tugas istri itu bukan untuk bekerja." "Iya, Mas. Aku pasti inget itu. Lagipula sekarang aku cuma ngambil job-job kecil, sempet ada tawaran pemotretan ke Jepang tapi enggak aku ambil." Almira terkikik geli, mengingat tawaran pekerjaan itu. "Kenapa ditolak?" tanya Sandi. "Ya, jelas kutolaklah, Mas! Orang aku disuruh jadi model bikini." "Hem, bagus. Berarti kamu inget perkataan aku." Sandi merasa dirinya dihormati oleh Almira, namun terkadang dirinya merasa bersalah karena belum bisa mencintai perempuan berhati lembut ini. ### bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD