Kekesalan Mantan

1117 Words
Detik demi detik berlalu, namun kedua insan itu nampaknya masih enggan melepas pagutan yang baru pertama kali mereka lakukan. Rasanya sungguh mendebarkan dan membuat adrenalin Sandi sebagai seorang pria terpacu. Lembutnya bibir Almira membuat lelaki itu hilang akal dan...mungkin akan hilang kendali. Selama bersama dengan Sandra dulu, dia sama sekali belum pernah melakukan hal sejauh itu. Hanya sebatas menyentuh pipi, kepala, kadang mengecup kening. Sandi bukanlah tipe pria yang suka melewati batas, meski dirinya begitu tergila-gila pada Sandra kala itu. Jika bukan Sandi yang ada di posisi saat ini, mungkin Almira sejak dulu sudah digagahi tanpa memedulikan perasaan perempuan itu. Tiga tahun bersama bukanlah waktu yang sebentar bagi sepasang suami istri. Almira cantik, bahkan bisa dibilang kecantikannya jauh di atas Sandra. Bukannya Sandi tidak tergoda atau pun tidak tertarik kepada istri modelnya. Hanya saja setiap kali keinginan itu datang, bayangan wajah Sandra selalu tiba-tiba hadir tak terduga. Sungguh, Sandi tersiksa dengan semua ini. Tiga tahun terkungkung dalam masa lalu. Dan, belum bisa mencintai Almira. Namun, sepertinya hal itu tidak lama lagi akan terwujud lantaran dia telah bertekad untuk membahagiakan Almira dan memberikan kesempatan pada hubungan ini untuk maju. Tak peduli meski takdir lagi-lagi mempermainkan dirinya dengan mempertemukannya dengan Sandra. Sandi terus mengulum, memagut dan menyesap bibir Almira hingga istrinya merasa kewalahan. Tangan kekarnya mulai merambat ke tengkuk dan meremas lembut rambut panjang Almira. "Mas." Almira terpaksa menarik wajahnya menjauh, dia hampir kehabisan napas. "Napasku mau abis, Mas." Tangan mungilnya memukul pelan d**a bidang Sandi. Sandi terkekeh. "Maaf." Dia mencium kening sang istri yang masih mengatur napasnya. "Aku baru sadar kalau kita selama ini juga belum pernah berciuman. Ck! Aku memang bodoh!" "Kok, ngomongnya gitu?" Almira bertanya lantaran belum paham apa maksud Sandi yang mengumpat dirinya sendiri. "Karena selama ini aku sudah menyia-nyiakan istri sebaik dan secantik kamu, Al." Sandi mengusap sayang rambut Almira dan seketika membuat perempuan itu tersipu malu. "Mas salah minum obat kayaknya." Almira malah terkekeh lantas menyusupkan wajahnya di balik piyama tidur Sandi. Baru kali ini mereka seintim ini. Almira bak anak remaja yang malu setelah digoda kekasihnya hingga Sandi menjadi gemas dengan tingkahnya itu. "Tidurlah. Besok kita berangkat pagi 'kan?" Sandi mendekap erat Almira yang masih memeluknya. Almira yang tiba-tiba mengingat sesuatu langsung mendongak lagi. "Mas, kamu belum kasih aku hadiah. Kamu enggak lupa 'kan?" tanyanya sambil memicingkan mata sebab Sandi tak akan pernah melupakan hal itu. Tahun lalu dia mendapatkan tas mahal bermerek dari salah satu brand ternama. Entah tahun ini dia akan mendapatkan apa. "Enggaklah. Masa iya aku lupa. Harusnya tadi udah dianter ke sini. Tapi, kata mereka ada sedikit kendala jadi dipending besok. Enggak apa-apa'kan?" Almira menggeleng lantas bertanya, "Memang kamu mau kasih apa ke aku?" "Hem, ada deh...." Sandi mencubit gemas hidung Almira. "Udah tidur." Dia membawa Almira ke pelukannya lagi. Dia pikir, akan melanjutkan kegiatan panas tadi pada saat di Bali saja. Setelah dia benar-benar sudah yakin dengan niatnya. "Good night, Mas." "Good night." *** Keesokan paginya, Almira dan Sandi telah bersiap untuk berangkat ke Bali usai sarapan bersama dengan keluarga besar. Mereka juga hendak meminta doa agar diberikan keselamatan sampai tujuan dan bisa kembali dalam keadaan sehat. Orang tua Sandi dan Almira tentu merasa senang dengan niat anak-anak mereka. Malah mendoakan Almira supaya cepat memberi kabar baik. Apalagi yang mereka minta jika tidak soal cucu. Sudah lama mereka mendambakan itu. Namun, dari semua keluarga yang merasa senang dan bahagia atas kabar bulan madu pasangan itu, ada satu orang yang sejak tadi memasang raut kesal dan tidak terima. Perempuan yang duduk di samping Danu nampak menyorot tajam Almira dengan penuh rasa benci. Siapa sangka, dibalik wajahnya yang cantik dan polos, rupanya tersimpan dendam yang sudah sejak lama mendarah daging. 'Seandainya aku dulu enggak melepasmu, mungkin sekarang kita masih bersama bahkan udah nikah dan punya anak. Aku terlalu bodoh saat itu karena melepas laki-laki sebaik kamu, Mas.' Perempuan itu berujar dalam hati, menyesali keputusannya di masa lalu. Siapa lagi jika bukan Sandra. Mantan kekasih Sandi yang sekarang ini berstatus istri dari sepupu Almira. Entah apa yang diinginkan oleh Sandra, dia seakan cemburu dengan kebahagiaan Almira dan mantan kekasihnya yaitu Sandi. "Sandi, kamu harus ekstra kerja keras kali ini biar menantu mama cepet isi. Iya enggak, Pa, Pak besan dan Bu besan." Celetukan mama Laila membuat seluruh keluarga tertawa. Jelas itu semakin menambah kekesalan Sandra. "Doain aja, Ma. Kami akan berusaha sebaik mungkin," sahut Sandi menanggapi, kemudian tak sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan Sandra. Lelaki itu hanya mengulas senyum seakan menunjukkan bahwa diantara mereka memang sudah tak ada lagi hubungan. Hal itu ternyata tak luput dari perhatian Almira yang kebetulan tak sengaja memerhatikan suaminya. 'Mas Sandi senyum sama siapa?' Batin Almira yang lantas mengikuti arah pandang Sandi. 'Mbak Sandra? Mas Sandi senyum sama Mbak Sandra?' Almira menatap bergantian keduanya dalam diam. Namun, dia tidak ingin menyimpulkannya dengan negatif, oleh karena itu Almira memilih tak acuh dan membiarkannya. Ponsel Sandi tiba-tiba berbunyi dan terdengar ke seluruh ruangan tersebut. Sandi buru-buru mengangkat panggilan itu. "Iya, halo? Oh, sudah ada di depan? Baik, saya segera ke sana. Tunggu sebentar." Sandi memutus sambungan telepon lantas memasukkan ponselnya ke saku jas. Dia berdiri dan mengajak Almira untuk mengikutinya. "Ada apa, sih, Mas? Kenapa kamu nyuruh aku keluar?" Almira bertanya sambil mengimbangi langkah Sandi yang berjalan ke arah lobby lalu pintu masuk Hotel. "Iya, Nak. Ada apa?" Mama Sandi menimpali, dan kebetulan seluruh keluarga ikut keluar lantaran merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan bos besar itu. "Sebentar lagi kalian juga akan tahu. Ayo, Al." Sandi menggandeng Almira agar mempercepat langkahnya. Sandra yang berada di belakang mamanya Sandi cuma bisa menyorot sinis dan iri. Setibanya di lobby Hotel, Sandi langsung dihampiri oleh seseorang yang berpakaian rapi. Seorang laki-laki yang menyodorkan kunci mobil kepada Sandi. "Silakan, Pak. Mobilnya ada di sana." Laki-laki itu menunjuk ke arah luar tempat di mana sebuah mobil mewah berada. "Terima kasih," ucap Sandi lalu menuntun Almira untuk mengikutinya. "Ayo, Al. Hadiah kamu udah nunggu di luar." "Hadiah apa, Mas?" Almira mengerutkan kening, begitu pun seluruh anggota keluarga yang tak urung ikut keluar. Sandi tak menjawab, dia terus menuntun Almira menuju pintu keluar. Hingga Bude Kinanti yang tiba-tiba berseru takjub dengan apa yang dilihatnya. "Wah ... Al, mobil baru." "Apa?" Almira yang semula memandang Sandi seketika mengalihkan pandangannya ke depan. "Mo-mobil?" Dia menatap Sandi lagi. "I-itu 'kan?" "Mobil impian kamu selama ini." Sandi melanjutkan apa yang hendak diucapkan oleh Almira yang seolah kehabisan kata-kata. Perempuan itu terharu sekaligus bahagia. Tak menyangka jika Sandi akan memberinya kado semahal ini. Almira sontak memeluk Sandi. "Makasih, Mas. Makasih." "Sama-sama, Al." Sandi membalas pelukan Almira lalu mengecup kening istrinya yang hampir menangis. Tak pelak adegan romantis itu semakin menyulut kekesalan Sandra yang berada di balik punggung Danu. 'Sial!' Tangannya saling mengepal erat di sisi tubuh. ### bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD