P.24 Resistance

1176 Words
Yaseer menepuk pundak Reno yang masih diam berdiri di balik pintu apartemennya. Reno langsung kaget dan menoleh, dia melihat pandangan penuh tanya dari sahabatnya itu. “Apa semua baik-baik saja?” tanya Yaseer dan Reno refleks menggeleng. Yaseer mengerutkan dahinya. “Ada apa?” tanya Yaseer lagi. “Gladis menelponku dan titip salam soal Nima kepada Rasyid,” jeda Reno pelan dan Yaseer nampak menunggu kelanjutan ceritanya. “Kita berangkat dulu dan kamu bisa cerita sambil perjalanan ke bandara, kamu bisa telat nanti,” ajak Yaseer dan Reno mengangguk. Sepertiga perjalanan mereka masih diam, sampai di satu perempatan lampu lalu lintas menunjukkan warna merah dan Yaseer menghentikan mobilnya. “Sepertinya aku harus benar-benar melupakan Gladis kali ini,” ucap Reno membuat Yaseer meliriknya. Reno paham apa yang ingin dikatakan oleh sahabatnya itu makanya dia melanjutkan perkataannya. “Aku kesal dengannya yang berpura-pura diam dan tak tahu apa-apa, sedangkan tadi aku ke kampusnya dan aku melihatnya bersama pria lain, tapi barusan dia menelpon dia mengatakan seolah dia tak tahu apa-apa,” keluh Reno. Yaseer berdehem sebentar dan kemudian berkata, “Gimana kalau memang dia tidak tahu itu kamu atau kamu datang ke kempusnya,” balas Yaseer. “Entahlah, mungkin saja benar, tapi melihatnya dipeluk dan dicium oleh orang lain tapi dia tidak marah dan jutek seperti saat aku melakukannya itu membuatku terluka,” kata Reno sendu. “Dan karena itu akhirnya kamu memutuskan untuk melupakannya?” Yaseer kembali memastikan tapi sebenarnya dia tak yakin Reno akan melakukannya. “Setidaknya untuk sekarang, mungkin aku harus belajar membuat diriku lupa akan dirinya,” Reno mengatakan itu melirik ke Yaseer yang mulai menjalankan lagi mobilnya. Yaseer sadar jika Reno melihatnya karena itu dia berseru, “What??” tanya Yaseer tak mengerti sekaligus khawatir temannya ini akan nekat. “Jika haati kita terluka maka solusinya kita bisa mencari hati yang baru atau melukai banyak hati untuk memberikan rasa sakit yang sama kepada semuanya bukan?” ujar Reno membuat Yaseer merinding. “Gila itu sih, maksudmu apaan membuat banyak hati terluka, kamu mau sok jadi playboy?” Yaseer menegaskan pemikirannya kepada Reno. Reno langsung tertawa mendengar ucapan Yaseer, semakin membuat pria yang sudah lebih dari 10 tahun jadi sahabatnya ini merinding. “Tawamu mengerikan Saudara Abrisam,” sindir Yaseer membuat Reno perlahan menghentikan tawanya dan menggeleng pelan. “Dari dulu aku memang sudah playboy bukan, kenapa sekarang kamu jadi merinding kalau aku jadi playboy lagi?” jelas Reno membuat Yaseer ikut tertawa. “Bukan gitu maksudku, kamu memang playboy tapi aku tahu kamu bukan penganut one night stand, tapi sebelumnya kamu memintaku untuk one night stand,” kata Yaseer menjelaskan. “Hanya ingin merasakan sensasinya Bro, seperti yang kamu bilang,” jeda Reno dan keduanya tertawa bersama. “Kamu tahu kan kalau aku tidak suka jajan sembarangan, tapi mungkin sebentar lagi aku ingin melupakan sakit hatiku dengan memiliki banyak hati yang bisa membuatku melampiaskan rasa sakit itu,” Reno mengatakannya sambil menerawang. “Jangan memaksakan hal seperti itu Bro, cari cara lain yang bisa membuatmu lupa pernah ada Gladis di hati dan hidupmu, seperti kamu jadi gila kerja dan memperluas usahamu juga hobimu, selain bisa menambah kekayaan itu juga bisa membuatmu jadi lebih positif,” pesan Yaseer. “Akan aku pertimbangkan tapi ga sekarang, rasanya aku pengen kembali ke masa silamku sebelum ketemu sama Gladis, having fun bersama Kelly and the gank,” kekeh Reno. Yaseer hanya menggelengkan kepalanya pelan dan akhirnya dia jadi tertawa membayangkan jaman dulu tingkah mereka yang sama sekali tidak bisa dikatakan baik. “Btw, kamu bisa menghubungi Rasyid?” tanya Yaseer membuat Reno ingt jika dia belum menghubungi temannya itu. Reno menggeleng lalu mencari ponselnya, saat dia sedang mencari nomor Rasyid ada panggilan masuk. Laila is calling … “Yes, hallo Laila,” sapa Reno saat dia sudah mengggeser tombol hijau di ponselnya. Yaseer yang mengetahui hal itu sempat melirik dan kembali fokus untuk menyetir. “Kamu dimana Ren?” tanya Laila lembut tapi ada sedikit nada serak di sana. “Sorry aku masih di Jerman, ini aku otw ke Indonesia,” jawab Reno cepat. Laila terisak yang membuat Reno jadi bingung. “Hey, kenapa kamu menangis, ada apa? Coba cerita pelan-pelan,” pinta Reno lembut. “Aku saranin kamu ke Paris dulu deh, terus bawa Rasyid kembali ke Indonesia bersama jenazah Nima, sebelum kamu ke Indonesia,” pinta Laila dan Reno sedikit bingung. “Aku pikir jenazah Nima sudah diurus untuk diterbangkan ke Indonesia,” kata Reno sesuai dengan yang ada di pikirannya. “Belum, aku dengar kabar, kecelakaan yang Nima alami itu sabotase dan kriminal, Rasyid sedang mengurusnya bersama dengan kepolisian di Paris,” Laila seketika diam membuat Reno bingung. “La, ada apa?” tanya Reno. “Kamu paham kan, bagaimana Rasyid kalau ngamuk dan miliknya diusik bahkan sampai membuat dia kehilangan miliknya yang berharga,” tanya sekaligus pengingat yang diutarakan Laila membuat Reno sadar akan sesuatu. “Astaga, pasti dia menjadi tak terkendali di Paris,” gumam Reno. Laila mengangguk dan kemudian dia sadar jika Reno tak bisa melihatnya. “Kita sudah kenal Rasyid dari kecil, pasti kamu tahu apa yang bakal dia lakukan dalam kondisi seperti ini, Rama sudah mengirim beberapa orang untuk mendampingi Rasyid, tapi aku tak yakin itu akan berhasil,” ucap Laila. “Kenapa Rama tidak ikut ke Paris?” tanya Reno bingung karena dia tahu Rama bisa sedikit mengendalikan Rasyid jika dia memang tidak terkontrol. “Rama mengurus semua dokumen dan kedatangan jenazah Nima dari Paris ke Indonesia, dan semuanya sudah Rama atur agar Nima bisa segera meluncur ke Indonesia,” Laila nampak janggal mengatakan hal itu. “Dan masalahnya sekarang adalah?” Reno melanjutkan apa yang menjadikan pembicaraan ini janggal. “Dari yang aku dengar, kecelakaan ini adalah sabotase yang dilakukan oleh sekelompok organisasi dan itu ada kaitannya sama hubungan Rasyid dan Nima. Karena itu mereka menyerang Nima, karena dianggap Nima adalah kelemahan Rasyid,” jelas Laila. Reno mulai paham sedikit apa yang terjadi, memang dia tahu bagaimana kinerja Rasyid sampai di titik sekarang. Bukan tidak mungkin dia memiliki banyak musuh dan seperti apa yang dikatakan oleh Laila, ada benarnya juga jika dia menyerang Nima, apalagi setelah kabar pertunangan mereka. “Dan Rasyid mengamuk di Paris karena masalah ini Ren, dia membuat kekacauan dan keributan di sana, tidak ada yang bisa menghentikannya Ren, bahkan polisi di Paris sekalipun,” terang Laila. Reno menghela napas pelan. “Baiklah aku akan ke Paris untuk menjemputnya,” Reno menyanggupi untuk membawa Rasyid pulang dari Paris. Keduanya mengakhiri panggilan dan Reno menghubungi Loka untuk meminta perubahan jadwal ke Paris. Reno menyandarkan tubuhnya ke jok mobil. “Seseorang akan tahu betapa dia mencintainya jika dia sudah kehilangan orang tersebut, jadi sabarlah menghadapi Rasyid yang baru saja menyadari jika Nima adalah orang yang dia cintai.” ***** Siapa yang udah baca My Ambition, Inside of The Heart?? Pasti paham siapa Rasyid, Laila, dan Nima,,hehehe... Jadi ini bukan maksud manjang-manjangin ya, cuma emang niat menunjukkan gimana kaitannya mereka, tapi bukan berarti kisah mereka tak bisa dibaca terpisah. Aman aja kalian mau baca yang mana dulu, yang penting baca karyaku, hehehe.. Maap narziz,hahahha See you 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD