Dalam perjalanan kembali ke apartemen Yaseer dia menelpon Loka dan meminta asistennya untuk menyiapkan tiket pesawat ke Indonesia sekarang juga. Loka yang paham situasi ini sudah memesankan tiket dengan penerbangan malam ini.
“Aku balik ke Indonesia malam ini Bro,” pamit Reno melihat Yaseer duduk santai di sofanya dari penampilannya sepertinya dia baru pulang kerja.
“Lo, kok mendadak? Udah beres urusan sama Gladis?” tanya Yaseer yang mendadak Reno diam menghentikan aktivitasnya mencari barang-barang miliknya yang tergeletak di sekitar sana.
“Anggap aja udah, sahut Reno dengan helaan napas kasar. Yaseer yang mencium hawa-hawa tidak menyenangkan akhirnya mendekati Reno dan memastikan kondisi temannya ini.
“Dia menolakmu atau memakimu?” tanya Yaseer dan Reno menggeleng. “Lalu, kenapa? Gegara Gladis makanya kamu langsung balik ke Indonesia malam ini?” cecar Yaseer.
Reno langsung menatap sahabatnya itu, “Sejujurnya aku ingin mengajakku ke klub malam ini, untuk melupakan masalahku dengan Gladis, maybe one night stand too,” jelas Reno.
“And?” selidik Yaseer.
“Nima meninggal di Paris karena kecelakaan,” kata Reno pelan. Yaseer mendengarnya sempaat mengerutkan dahinya dan terbelak setelah sadar siapa yang dimaksud.
“Maksudmu Nima tunangannya Rasyid Ar Madin?” tanya Yaseer memastikan dan Reno mengangguk mantap.
Ponsel Reno berdering dan dia melihat nama Kelly di sana, Reno paham apa yang akan ditanyakan oleh Kelly kepadanya. Reno memberikan kode kepada Yaseer dan sahabatnya mengangguk dan Reno mengangkat panggilan dari Kelly.
“Ren, kamu dimana? Kamu udah denger kabar soal Nima belum?” kata Kelly tersengal. Reno yang mendengar suara Kelly langsung menghela napas.
“Kamu habis darimana kaya lari marathon aja napasmu pendek gitu,” Reno mengganti topic membuat Kelly kesal. “Ngapa jadi nanya napas aku sih, aku ini nanya soal Nima yang katanya meninggal,” ketus Kelly.
“Loka udah kasih tahu soal Nima dan aku baru bisa ke sana penerbangan malam ini dari Jerman, jadi kemungkinan sampai di Indonesia besok,” ucap Reno sendu.
“Kamu kesana buat ketemu sama Gladis?” tanya Kelly ikutan kepo dan Reno mengangguk lalu berdehem. “Dan hasilnya?” Kelly hati-hati sekali saat menanyakannya.
“Aku harus melupakannya Kel dan entah kebetulan atau jalan takdir dari Tuhan, aku mendengar soal Nima, jadi ini seperti pertanda jika aku memang harus melupakannya segera,” jelas Reno.
“Maksudmu?” tanya Kelly yang penasaran dan juga tak paham apa yang Reno maksud. Pria itu hanya menghela napas, “Aku akan menjelaskan nanti kalau udah mood dan kembali ke Indonesia.”
Akhirnya mereka mengakhiri panggilan dan Reno kembali untuk membereskan perlengkapannya sebelum terbang ke Indonesia malam ini.
Yaseer yang paham apa yang Reno katakan kepada Kelly juga diam dan tidak bertanya lagi. Reno menyadari apa yang Yaseer pikirkan dan dia menepuk pundak temannya.
“Anter ke bandara ya Bro, sekalian aku kasih tahu nanti,” kata Reno mencoba ceria meskipun itu sulit. Yaseer hanya mengangguk setuju dan keduanya kembali ke aktivitas masing-masing.
Dua jam sebelum keberangkatan Reno ke bandara, ponselnya kembali berdering dan kali ini ada nomor yang tidak dia kenal, dilihat dari kode negaranya itu berasal dari sini, Jerman.
Reno sempat terpikirkan satu nama yaitu Chrys tapi seingatnya tadi mereka sudah menyimpan nomor mereka masing-masing, tapi kenapa sekarang hanya muncul nomor bukan nama.
“Hallo Reno, ini aku Gladis,” seru suara lembut yang jelas banget dia hafal di luar kepala.
Deg.
“Ren, Reno, kamu masih di sana?” tanya Gladis karena dia tidak mendengar suara apapun. Reno langsung berdehem, “Yes, apa yang bisa aku bantu?” tanya Reno dengan nada resmi.
“Aku denger soal Nima, aku turut berduka cita karena sedari tadi aku telpon Rasyid tidak bisa. Sampaikan salamku kepadanya dan maaf tidak bisa hadir di pemakaman Nima,” ucap Gladis lancar.
“Oh, okay,” jawab Reno singkat membuat dia mendengar helaan napas di sebrang sana.
“Sepertinya kamu tidak ingin bicara denganku, jadi titip salam itu saja untuk Rasyid,” Gladis langsung sadar diri tapi entah dorongan darimana Reno menyinggung soal kehadirannya di Jerman.
“Apa kamu tahu aku datang ke Jerman saat ini?” ceplos Reno tapi sesaat Gladis diam. Dia kemudian mencari cara untuk bertindak seolah tak tahu apa-apa.
“Benarkah? Jadi sekarang kamu ada di Jerman, apa kamu pergi ke tempat orang tuamu?” tanya Gladis berusaha terlihat natural. Reno yang mendengar reaksi Gladis hanya diam saja.
“Yah, aku bertemu mereka dan mereka juga menanyakanmu,” tukas Reno membuat Gladis langsung diam bingung bagaimana harus menjawabnya.
“Sa-sampaikan salamku kepada mereka, jika nanti kamu bertemu dengan mereka,” ucap Gladis terbata.
Reno yang muak dengan semua ini, akhirnya tak bisa mengontrol diri dan mengeluarkan uneg-unegnya begitu saja, tanpa memperhatikan lagi perasaan masing-masing terutama Gladis.
“Cukup Dis, entah kamu memang tak tahu apa berpura-pura tak tahu, aku merasa kamu masih berhubungan baik dengan kedua orang tuaku atau mungkin tepatnya Mamaku, kenapa kamu harus bertindak seolah kamu tak tahu apa-apa, jangan munafik seperti itu, aku tidak suka.”
Diam.
Gladis hanya diam mendengar ucapan Reno, kini benarkah dia terlihat seperti orang munafik seperti yang Reno bilang kepadanya.
“Aku tak ingin menjadi munafik, tapi keadaan yang membuatku jadi seperti munafik. Lagipula jika aku memang jadi munafik itu akan jadi urusanku sendiri bukan lagi jadi urusanmu karena kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi Reno,” jelas Gladis telak.
Reno kini diam.
“Iyah kau benar, sekarang aku bukan siapa-siapa kamu lagi, bahkan aku pada akhirnya menyesali kedatanganku ke Jerman,” kata Reno sendu.
Ada perasaan terluka saat Reno mengatakan hal itu, tapi dia tidak mungkin menunjukkan hal itu di hadapan Reno yang pasti akan menghancurkan semua rencananya.
“Apa maksudmu?” tanya Gladis memang tak mengerti.
“Aku datang ke Jerman untuk mencarimu dan berharap bisa mendapatkan maaf darimu jika aku menyusulmu kemari, tapi aku mendapat kenyataan pahit yang membuatku menyesali kedatanganku kemari dan seharusnya memang menurutimu untuk tidak datang ke Jerman,” jelas Reno panjang lebar.
Gladis mulai merasa salah menghubungi Reno, karena nyatanya dia masih merasa sakit dan ingin kembali kepada pria sempurna bagi dirinya dalam hidupnya. Tapi semua itu tidak mungkin dia lakukan karena dia tahu siapa dirinya bagi seorang Reno.
“Heh, aku sudah bilang seperti itu dan kenapa kamu selalu saja tidak menurutiku dan pergi kemari,” ketus Gladis meski ada sesak dan merasa ada gumpalan air di ujung matanya.
“Iya aku memang bodoh karena aku masih menaruh harapan kepadamu, sampai aku tahu ternyata kamu begitu mudah melupakanku dan berada dalam pelukan pria lain.”
Tubuh Gladis bergetar mendengar apa yang Reno ucapkan, kini dia semakin yakin jika pria yang dia lihat tadi memang Reno.
“Bukankah aku sudah bilang aku akan melupakanmu dengan mudah.”
*****
Oke fix ya, Gladis dan Reno bakal pisah.
Sampai di sini dulu ceritaku, sampai jumpa lagi.
Eehhhhh,,,belooom..
Maksudnya bab ini yang udahan, sekarang mau ganti tokoh baru gitu, siap-siap kalian, heheehe