Reno kembali memeluk Gladis beberapa detik dan berbisik lirih, “I’ll be here for you.” Lelaki itu melepaskan pelukan Gladis dan tersenyum. Gladis yang masih terisak tak bisa membohongi gejolak perasaannya yang terasa amat menyakitkan.
“Ren,” wanita itu memegang tangan Reno yang sudah beranjak pergi dari hadapannya tapi kemudian Reno tersenyum dan menggeleng.
“Mari kita jalani semuanya masing-masing, aku akan tepati janjiku jika aku akan selalu ada untukmu di sini Glad, jangan membuatnya sulit untuk kita jalani,” ucap Reno.
Ada rasa penyesalan mendalam dalam diri Gladis yang kini mendadak muncul. Bisakah dia mengulang kembali semuanya dan melupakan jika mereka pernah berpisah, karena sebenarnya dirinya juga masih menginginkan Reno di sampingnya.
“Goodbye for now, maybe see you for later,” pamit Reno dan pergi meninggalkan Gladis yang langsung meluruh di lantai. Wanita itu terisak mendapati semua keputusan yang dia ambil.
Dalam hidupnya dia merasa jika keputusannya kali ini adalah keputusan yang salah dan dia menyesal memilihnya. Andaikan saja dia hanya ingin menjauh, maka dia akan menjauh bukan memilih berpisah seperti ini.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang, tolong aku,” isak Gladis yang tanpa dia sadari ada sepasang mata yang memperhatikan mereka.
“Bangunlah, jangan terlihat menyedihkan seperti ini, bukankah ini keputusanmu sendiri,” ucap seorang pria yang membuat Gladis mendongak. “Ras, Rasyid,” Gladis terkejut melihatnya dan dia langsung menghapus air matanya.
Rasyid jongkok dan memberikan tissue kepada Gladis. “Beberapa jam lalu kamu memakiku dan mengatakan kepadaku untuk memilih, sekarang bagaimana denganmu, jika kamu masih memiliki otak seharusnya kamu melakukan hal yang sama bukan?” sindir Rasyid.
Gladis tanpa sadar mendengkus dan kemudian tertawa pelan. “Aku tahu, aku akan melakukannya, dan aku hanya menangis saat ini saja. Perasaan yang sama saat kamu melihat Nima untuk terakhir kali sebelum dia masuk ke liang lahat,” ledek Gladis.
Tanpa sadar kemudian keduanya tergelak bersama, mereka merasa keduanya sedang dipermainkan oleh yang namanya takdir Tuhan dan cinta yang tak pernah mereka sadari tapi mereka inginkan.
“Seburuk apapun Reno, jika dia sudah berjanji dia akan menepatinya,” ucap Rasyid kemudian dan Gladis hanya mengangguk. “Aku tahu,” sambung Gladis.
Tanpa pamit atau apapun itu Rasyid langsung pergi meninggalkan dirinya begitu saja. Setelah merasa tenang Gladis akhirnya kembali kepada teman-temannya. Tapi dia tak melihat Reno di sana, ada keinginan untuk bertanya tapi dia merasa segan membuatnya teringat apa yang sudah terjadi kepada mereka sebelumnya.
“Tadi Reno pamit setelah bicara denganmu,” kata Laila membuat Gladis kaget tapi kemudian dia tersenyum, “Aku tahu dia pamit kepadaku tadi,” ucap Gladis berusaha santai.
“Apa kalian baik-baik saja?” tanya Laila yang membuat Gladis menggeleng langsung mengangguk. Laila mengerutkan alisnya. “Jadi yang benar yang mana? Baik atau tidak?” tanya Laila penasaran.
“Entahlah, anggap aja baik buat kita semua, lagipula ini memang pembelajaran juga buat kita kan,” jawab Gladis sok bijak.
“Aku rasa kamu punya urusan lebih penting dari sekedar ngurusin soal aku dan Reno,” lanjut Gladis yang membuat Laila bingung.
“Maksudmu?” tanya Laila yang memang tak mengerti.
“Bukankah kematian ini membuatmu akan dijodohkan lagi dengan Rasyid, mengingat bagaimana semangatnya Om Alfin dan papamu untuk menjodohkan kalian,” kata Gladis membuat Laila diam.
“Itu tidak mungkin, kamu tahu aku sudah punya yang lain, bukan untuk membuat perjodohanku batal tapi memang karena aku lebih nyaman dengannya,” cerita Laila.
“Iya itu dulu, kamu harus pastikan dulu dengan Aldo dan Rasyid, kalian masih bisa bersama atau tidak karena melihat bagaimana sifat Om Alfin, bukan tidak mungkin mereka juga akan membuatmu gagal bersama dengan Aldo,” jelas Gladis.
Laila dan yang lainnya yang mendadak ada di sana langsung kaget. “Apa maksud ucapanmu Dis,” tanya Oman penasaran. Gladis yang ditanya hanya santai menghela napas.
“Bukan maksud aku menuduh hal buruk kepada Om Alfin atau yang lainnya, tapi semua kejadian ini terlalu kebetulan terutama mengingat pertunganangan Nima dan Rasyid yang masih seumur jagung harus berakhir seperti ini,” kata Gladis memancing.
“Katakan saja dengan jelas Dis, jangan berbelit-belit,” suara seorang pria yang membuat semuanya menoleh. Laila langsung bangund dari duduknya. “Aldo,” lirih Laila.
Kini semua pandangan mereka ada pada Aldo yang mendadak muncul. Bukan maksud mereka tak memperbolehkan Aldo datang, tapi kedatangan Aldo kemari itu pasti ada campur tangan dari pihak lain, karena mereka semua tahu Aldo hanya bisa datang jika Laila dan Rasyid yang meminta.
“Tumben nongol,” kata Gladis dengan penuh percaya diri. Aldo langsung berdecak, “Aku baru dengar soal Nima setelah semalam balik dari Singapore, cuma karena capek jadi aku baru ke sini sekarang,” ucap Aldo santai.
Laila dan Aldo saling memandang sesaat. Interaksi keduanya itu disadari oleh semua orang yang ada di sana karena memang semuanya tahu bagaimana hubungan mereka berdua.
“Coba jelaskan lagi, apa yang kamu ucapkan tadi. Sadar ga sih kamu ngomong gitu di rumah Om Alfin lo, ga takut digebukin sama pengawalnya Om Alfin kamu,” seru Aldo.
Tapi bukan Gladis namanya jika dia takut pada hal-hal semacam ancaman seperti itu. Dia menggeleng pelan, “Om Alfin sibuk di Dubai, dia lupa punya anak dan harta di Indonesia, jadi mana ada yang bakal ngurusin Rasyid di sini pas kondisi begini,” sindir Gladis yang membuat semuanya diam.
“Dan,” jeda Malik membuat semuanya akhirnya fokus kembali pada Gladis yang menghela napas panjang.
“Nima memang meninggalkan kita, tapi dia tidak mungkin meninggal semudah itu setelah apa yang dia lakukan untuk mengakrabkan kita seperti sekarang, terutama yang membuat Rasyid merasa jika berhak memiliki cinta,” kata Gladis.
Semua orang nampak berpikir dan memang apa yang dikatakan Gladis itu ada benarnya. Semua orang yang ada di sini bisa kompak dan peduli satu sama lain seperti ini memang ada campur tangan Nima yang awalnya hanya digunakan Rasyid sebagai alat untuk membatalkan perjodohannya dengan Laila.
Dan kini mengetahui Nima meninggal begitu saja, pasti ada maksud tersembunyi dan kini pertanyaannya adalah siapa yang mengetahui soal itu.
“Menurutmu ini unsur kesengajaan dan meninggalnya Nima memang diatur untuk menutupi sesuatu yang kemungkinan besar itu ada hubungannya dengan kita semua di sini,” kata Oman dengan naluri dan instingnya yang penuh teka teki.
Gladis mengangguk yakin.
“Darimana kamu tahu semua itu?” tanya Aldo penasaran dan diangguki oleh semuanya. Gladis menyandarkan tubuhnya di sofa yang sedari tadi dia duduki.
“Nima tidak mengatakan salam perpisahan kepada kita, meskipun dia tahu hidupnya dalam bahaya. Dan dia wanita bodoh yang tak keberatan hidupnya hanya dijadikan alat bagi Rasyid untuk mewujudkan keinginan Rasyid,” Gladis masih mengatakan itu dengan tersirat.
“Tapi semua itu berubah saat mereka memutuskan bertunangan, Nima selalu terlihat gelisah, murung tapi dia malah berusaha untuk membuat kita bersatu. Itu karena dia tahu bakal ada sesuatu yang besar akan membuat kita saling membenci jika kita tidak memahami satu sama lain.”
"So, this time not for say goodbye but time to see you later."
*****
Oke, jika kalian ga paham chaper ini, bisa dimaklumi, karena semua yang ada dalam chapter ini akan terjawab di cerita Rasyid nantinya yang bakal aku tulis terpisah. (Dulunya namanya adalah My Ambition, tapi sekarang bakal aku ganti,hehehe).
Dimana memang bab ini bakal jadi bab perpisahan buat semua kehidupan Gladis, Reno, Rasyid, Nima, Laila. Setelah chapter ini mereka akan langsung move on dari semuanya dan mulai menggali apa yang membuat semuanya saling berkaitan.
Stay Tune ya..
Yang ga paham bahasa Inggris yang tercantum di sini, aku yang baik hati dan tidak sombong kasih kalian terjemahannya.
- I'll be here for you : Aku akan ada di sini untukmu.
- Goodbye for now, maybe see you for later : Selamat tinggal buat sekarang, mungkin sampai jumpa nanti.
- So, this time not for say goodbye but time to see you later : Jadi, sekarang bukan waktunya untuk berkata selamat tinggal tapi waktunya untuk sampai jumpa lagi.