Mama Tata memandang Reno sejenak dan dia melanjutkan perkataannya. “Sama halnya dengan kamu dan Gladis, dia akhirnya meninggalkanmu karena omonganmu tidak bisa dia percayai,” jeda Mama Tata.
“Gladis tidak percaya dengan omonganmu yang mengatakan kamu mencintai dia tapi ternyata kamu masih jelalatan ke cewek lain dan itu juga terjadi di depan matanya dia,” Mama Tata mulai menguliti satu per satu kesalahan Reno.
“Dengan alasan kamu hanya ingin mengetahui level kecemburuannya dia atau seberapa besar cintanya kepadamu, bukan berarti kamu harus melakukan hal itu kan,” ucap Mama Tata.
Reno diam membisu.
“Lalu apa yang membuat dia pada akhirnya harus bertahan denganmu yang tidak pernah menghargai perasaannya sebagai wanita. Menurutmu dia masih pantas untukmu yang jelas sekali tak bisa menjadi dewasa hanya karena ingin dia cemburu kepadamu,” skak Mama Tata.
Reno menunduk dalam.
“Kenapa kamu diam saja Reno Satria Abrisam?” kata Mama Tata tapi sarat sekali sindiran.
“Apa kamu mulai menyadari kenapa masalah ini datang kepadamu?” sindir ibunya.
“Atau sebenarnya kamu baru sadar kalau ternyata memang hal ini pasti akan terjadi, hanya saja kamu tidak menyangka akan terjadi secepat ini?” telak Mama Tata.
Reno langsung menumpukan kepalanya di atas meja dan mulai memukulkan kepalanya pelan di meja tersebut. Mama Tata yang melihat hal itu, menggeleng pelan.
“Jangan begitu Ren, nanti kamu bisa gegar otak,” ledek Mama Tata membuat Reno menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah mamanya.
“Masa iya Reno kudu sakit dulu baru Gladis mau sama aku?” ucap Reno putus asa yang langsung dijitak sama Mama Renata.
“Hussshh, ngawur kamu, minta sama Tuhan itu yang baik bukan yang jelek,” omel Mama Tata kesal dan Reno langsung menghampiri lalu memeluk mamanya. Mama Tata yang kaget dan tak siap menerima itu hanya bisa diam saja.
“Jadi selama ini Mama taunya Gladis ada dimana?” tanya Reno lembut. Mama Tata langsung melihat anak semata wayang kesayangannya.
“Kenapa jadi nanya Mama?” ucap Mama Tata tapi mulai merasa agak panik. Sepertinya Reno mulai menyadari sesuatu dan dia kini sedang menyelidikinya.
Reno melepaskan pelukan mamanya dan tersenyum simpul. “Mamaku yang cantik dan baik sekaligus penyayang, Reno kenal Mama itu hampir dua puluh tujuh tahun. Dan Reno mama keramasin kaya sekarang itu bukan tipikal Mama banget,” jeda Reno sambil mengambil napas.
“Kalo Mama tidak tahu permasalahannya secara detail atau bahkan Mama sebenarnya sudah tahu solusinya, Mama ga mungkin melakukan hal ini sama Reno. Dan itu artinya Mama tahu Gladis ada dimana,” ucap Reno.
Mama Tata memandang anaknya yang mulai mamncing kejujurannya dan dia melihat tabiat anaknya yang mulai menaikkan alisnya menggoda.
“Kenapa kamu jadi nanya begitu sama Mamanya,” Mama Tata mengelak sambil mengalihkan pandangannya dari anaknya.
Reno merengek tanpa dosa, “Kasih tahu Reno Ma, dimana Gladis, please,,please,” rengek Reno. Mama Tata langsung berdiri dengan tatapan mengejek.
“Cari aja sendiri kenapa mesti Mama bantuin, lagipula itu kan salahmu, kamu kira Mama ga tahu kelakuanmu selama kamu pacaran sama Gladis,” ledek Mama Tata.
Reno langsung diam menatap mamanya.
“Mama tahu semuanya gitu, berarti bener dunk kalau Mama tahu Gladis ada dimana?” Reno menaruh harapan kepada Mamanya.
“Maybe,” kata Mama Tata singkat.
Senyum Reno langsung mengembang dan dia jadi ikut berdiri seperti mamanya dan menghampirinya.
“Mama memang the best,” balas Reno mengacungkan dua jempol untuk mamanya. Dan menggerakkan kedua alisnya menandakan dia ingin tahu lebih banyak.
“Maybe No,” kata Mama Tata sambil menjulurkan lidahnya dan berlalu dari sana. Reno langsung terbelak melihat kelakuan ibunya dan tanpa sungkan Reno langsung berteriak.
“Maaaaammaaaa, kasih tahu Reno dulu!” teriak Reno dan Mama Tata hanya tertawa pelan.
***
Setelah seharian menghabiskan waktunya di dalam apartemennya akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari sana sebelum dua hari lagi dia harus ke kampus untuk mengurusi semua berkas-berkas dan pendaftaran kuliahnya yang akan segera di mulai dalam beberapa hari lagi.
Menurut informasi yang dia dapat ada minimarket dekat dengan apartemennya karena itu dia memutuskan untuk berjalan ke sana dan melihat apa yang bisa dia beli terutama untuk mengisi kulkasnya.
“Baru dua hari di sini, aku sudah pengen makan bakso dan soto,” gumam Gladis merapatkan mantel yang membalut tubuhnya.
Dia tersenyum sendiri membayangkan betapa hangatnya kuah soto dan bakso langganannya dengan cuaca dingin yang mulai datang di sini.
Di musim gugur rata-rata suhu di Jerman sekitar 20°C, terkadang di malam hari bisa mencapai 14°C. Suhu tersebut termasuk dingin untuk ukuran Indonesia yang biasanya tropi dengan suhu sekitar 28°C.
Gladis memasuki minimarket dan mulai berkeliling mencari apa yang dia butuhkan. Dia tidak terlalu peduli dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya.
Sampai dia tiba di bagian frozen food, dia nampak bingung melihaat begitu banyaknya tipe daging yang dijual di sini, lama dia berdiri di sana sampai sebuah suara membuatnya kaget.
“Tentukan dulu mau masak apa, baru memilih daging yang tepat,” ucap sebuah suara itu lembut. Gladis yang kaget langsung memekik.
“Astaga, kamu mengagetkanku,” keluh Gladis tanpa sungkan. Lelaki itu hanya tersenyum manis sekali, di bagian ini Gladis tidak membantah jika pria ini cukup menarik.
“Jadi apa yang ingin kamu masak?” tanya pria itu kembali dan membuat Gladis mengerjapkan matanya menyadari jika dia tengah melamun.
‘Astaga memalukan, jangan bilang aku terkesima dengan pria di depanku ini,’ batin Gladis dan dia berdehem berusaha menetralkan perasaannya.
“Aku tidak tahu,” jawab Gladis santai membuat pria itu mengerutkan dahinya.
“Kok bisa tidak tahu, memangnya kamu tidak ingin memakan sesuatu?” tanya pria itu tak mengerti.
“Tentu saja aku ingin makan sesuatu tapi yang aku maksud aku masih bingung harus memasak apa. Kira-kira daging yang umum dimasak dan bisa disimpan untuk segala masakan yang mana?” tanya Gladis polos.
Tak ayal lagi pria itu langsung tertawa pelan dan sontak saja itu membuat Gladis cemberut dan kesal. Dia merasa kelakuannya memalukan dan ditertawakan oleh pria manis di depannya ini.
Ehh, kenapa dirinya masih sempat memuji pria yang menjengkalkan ini. Ya meskipun wajahnya memang agak bule tapi bukan seratus persen nampak bule seperti warga Eropa lainnya.
Tapi hidungnya yang mancung dan bibirnya yang nampak pink, alisnya hitam tebal sama seperti rambutnya yang juga hitam dan tebal. Rahang tegas dan terlihat seperti pria baik bukan orang jahat.
Sadar jika Gladis terlalu banyak memuji kini dia berdehem membuat pria itu menghentikan tawanya. “Terima kasih atas pujiannya,” sindir Gladis membuat pria itu diam.
“Maaf, aku tidak mengerti kenapa kamu harus berterima kasih,” tanya pria itu bingung. Gladis langsung menghela napasnya keras. “Kamu tertawa saat aku mengatakan kalau aku tidak tahu harus memasak apa,” jelas Gladis.
Pria itu makin mengerutkan alisnya, “Apa itu termasuk ucapan yang patut diberikan rasa terima kasih,” pria itu kembali bertanya.
“Astaga kamu ini terlalu lurus dan tidak mengerti makna sindiran,” cela Gladis dengan tatapan tajam.
Pria itu menelan ludahnya karena dia merasa wanita di hadapannya ini bukan wanita sembarangan. “Maaf aku tidak bermaksud menghinamu tapi tadi aku tertawa karena kamu wajahmu terlihat lucu sekali,” jujur pria itu.
“Tunggu sebentar,” ucap Gladis membuat pria itu memandangnya. “Wajahmu nampak familiar,” kata Gladis kemudian.
Pria itu menyunggingkan senyum dan mengedipkan satu matanya. “Akhirnya kamu menyadarinya setelah kita ngobrol panjang,” kata pria itu membuat Gladis tak mengerti.
“Maksudnya?” tanya Gladis polos.
“Aku tak menyangka kamu lupa padaku, Gadis yang Menjengkelkan.”
******
Siapa hayo,,,hehehe