Kini

771 Words
"Jadi?" "Apaan?" Linda menahan diri untuk mengguncang Lady kini menyesap lattenya di seberang meja, dengan wajah tanpa ekspresi, namun tidak dengan sorot matanya yang menari penuh bahagia. "Pangeran berkuda lo." "Jaman sekarang kalau boncengan naik Kuda Putih sama cowok,  terus pamer keliling kota bisa dianggap sombong ketimbang instragammable ala - ala gitu." "Itu cuman kiasan, Lady. Gausah lo artiin secara harafiah." Kalau orang lain mengelak pertanyaan dengan membahas hal lain yang jauh berbeda hingga si penanya lupa, Lady malah membuat orang lain jengkel. termasuk dirinya yang super kepo. Ia sudah kebal dengan wajah bete Linda yang diterimanya selama 10 tahun. "Gausah pake kiasan kalau gitu. Otak gue lagi macet." "Bodo amat." Malah ketawa. Linda mendengus saat  sahabatnya tergelak heboh. "Ada Apa dengan Lady Ashoka dan Edric Hayman?"  Nada penuh penekanan Linda mengingatkannya akan Headline berita di akun gosip terkemuka  pagi tadi. Bukannya kesal, ia malah  tanpa sadar tersenyum sangat lebar. "Cuma hubungan bos dan klien." "Kalau gitu kenapa kemaren pas ke - gap ama salah satu netizen usil di suatu acara penggalangan dana,  sambil gandengan tangan dan tertawa bareng? Itu bukan lo, darling." "Just act, darling." Ia tak percaya. "Kenapa wajah lo jadi merona sambil bersinandung macam bocah labil?" "Memangnya gak boleh gue nikmatin pagi ini dengan hal receh?" Ia meminum lattenya dengan sangat perlahan - karna sangat panas. "Gue sama dia itu kayak lo ama gue gitu loh. Biasa banget. Sekarang logikanya gini deh, kalau misalnya kita pegangan tangan dipinggir jalan sambil berpelukan, apakah akan dikira berpacaran?" "Jijik banget analogi lo, sumpah." "Ya.. karna itu gambaran hubungan kami, dear." Ia mengedipkan mata pada Linda yang mengelus bulu tengkuknya. "Jadi? Mau nanya apalagi?" "Gue masih penasaran, kenapa lo?" "Karna gue Brand Ambassador Produk Perusahaan dia." "Bukannya dia udah punya pacar yah? Pernah liat di akun gosip mana gitu, Edric lagi nonton berdua dengan seorang wanita yang cantiknya super iri. Kalau gak salah namanya itu Evangeline, seorang AKuntan Publik. Pernah denger?" Ia menggeleng. "Terlalu banyak nama yang gue denger, jadi kalau gak penting - penting banget malas ngingetin." Ia mengabaikan nada sombong Lady. "Kata salah satu Follower akun tersebut, mereka sudah pacaran sejak SMA, dan ada rencana menikah. Makanya gue shock kenapa endingnya malah jalan ama lo.." "Lo cocok loh jadi informan gosip, beneran. Gue yang di lingkup yang sama aja malah gatau." Linda terus mencerocos tentang Eva yang tak dikenalnya, sembari benaknya mengingat  gesture tubuh Edric yang menunjukkan secara tersirat bahwa ia sudah memiliki kekasih tadi malam, tapi tak ada yang aneh. Malahan cara pria itu memperhatikannya, tatapan sehitam arang saat tak sengaja berpapasan pandang ketika menoleh, genggaman tangan kuat Edric - sepert yang dikatakan Linda saat ia gugup ketika diharuskan speech di depan panggung, berbisik penuh humor hingga ia tertawa karna lucu, membuatnya hampir mati karna terpesona saat Edric menatapnya dalam, dengan tawa kecilnya yang khas.  Oh Tuhan, Pria itu mengguncang dunianya. *** Eva menatap layar laptop tanpa tahu harus melakukan apa hari ini. Hatinya lebih dari hancur. Oksigen perlahan menghilang di sekelilingnya, karna ia merasa tak bisa bernapas seperti biasanya selama 1 bulan belakangan ini. Tuhan, mati pun mungkin takkan sesakit ini. Ia menatap beberapa foto serta Video Edric yang diambil dari belakang serta berisik karna diambil diam - diam, sedang tertawa dengan seorang wanita tak dikenalnya sambil menatap dalam dan tersenyum hingga memunculkan lesung pipi sebelah kiri yang disukainya. Sejak kapan mereka berhubungan? Apakah karna DIA, Edric tak menghubunginya lagi? Semua pertanyaan itu berteriak dalam kepalanya, membuatnya terduduk begitu saja di lantai beralaskan karpet sambil memeluk kedua lututnya, lalu berteriak di ruangan kedap suara dengan air mata tak hentinya mengalir.  Dahulu, kau mencintaiku. Akal sehatnya serasa terbang begitu saja saat ia susah - payah menggapai ponselnya di atas meja, menekan tombol 1, tersenyum sambil menggigit bibir saat suara pria yang dicintainya terdengar. "Edric..." Tak ada sepatah katapun yang terucap, tak ada pertanyaan 'kenapa suara kamu serak? bergadang lagi yah?' yang selalu terdengar saat mengetahui ada yang aneh dalam dirinya, tak ada perhatian manis yang dirindukannya. "Aku kangen kamu." "..." "Come back to me, please." "I won't, Evangeline." Suara dingin itu seolah menghancurkannya sekali lagi. "Ketika salah satu dari kita mengucapkan kata berpisah, tak kan ada kata kembali, Eva." "Kamu masih cinta sama aku, Edric?" Suaranya pecha karna menahan isak tangis . Kuat, Eva. Kuat. Ingin rasanya Edric terbang untuk menghampiri Eva yang terisak di telepon  memeluknya erat hingga mereka tak bisa bernapas normal saking ketatnya, lalu menghapus air matanya, serta mengecup pipi mulus wanita itu. Tapi,  ia tak bisa. Hatinya mati rasa. "Semua perasaan indah yang aku rasain itu, sudah hilang saat kamu mutusin aku, Eva." "Aku gak bisa kembali sama kamu. Maaf.."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD