Hati yang (Dulunya) Kau Pilih.

1235 Words
  Sesungguhnya, aku masih cinta. "Eva?" Ia tergeragap sambil berdehem kecil. Sudah 35 hari merasa separuh ingin hidup, sisanya ingin tidur saja sampai kiamat tiba. "Sorry, kak. Lo tadi bilang apa? Soalna sambil ngerjain kerjaan jadi gak konsen." Sayangnya, nada suara sendu bercampur serak tak bisa membohongi pendengaran Tian yang tajam. Namun ia memilih menghargai alasan Eva ketimbang ikut campur. "Oh, sorry kalau gitu. Gue cuman ngasih tau,lo bisa kerumah kan hari ini? Mau umumin pertunangan."  "Gue masih merasa mimpi saat lo bilang ini, Kak. Beneran." Tian tertawa kecil. Rupanya kesangaran Mama benar - benar menjadi Legenda dalam Keluarga Besar Pradipta. "Makanya lo harus kesini hari ini jam 13.00 WIB. bukan peak season juga kan?" Ia memperhatikan sekelilingnya yang sibuk berkutat dengan dunia masing - masing, mengangkat bahu walau tahu kak Tian tak melihat ekspresinya. "peak season juga gak ngaruh kalo gue dikejar bos, kak." "Setidaknya lo kan bisa ngilang dikit sekitar..." Pasti kak Tian memperhatikan jam tangannya ntuk memperkirakan waktu, mengingat sepupunya itu freak akan on - time. "3 - 4 jam dalam kondisi macet,  1 jam kalau lagi lengang." tuh kan... "Okedeh ka. Gue juga lagi pengen keluar juga sebenarnya. sumpek." "Gue tunggu. see ya." *** "Bibi pikir Non Eva gak kesini." Ia tersenyum saat pintu rumah Tian dibuka oleh Bik Suminah, ART Favoritnya di Rumah Tian. "Soalnya Non gak pernah kesini sekarang." "Soalnya Kak Tian beli rumah sekarang kejauhan Bi, jadi aku gabisa lagi sering mampir kayak dulu, apalagi sampai nginap." Itu benar, karna dulu disaat dia terlalu capek dan terlalu larut untuk untuk pulang ke Apartemennya, dia pasti menginap di rumah Tian karna dekat dengan kantornya. Bahkan  sampai menyimpan beberapa pakaiannya disini biar praktis. Anehnya, saat ia bercerita dengan Edric saat itu, pria itu lempeng saja.  Hal tersebut menjadi satu diantara sejuta alasan bubarnya hubungan mereka.  "Iya, Non. Bibi juga bingung kenapa Mas Tian malah pindah disini. Sempat sedih karna bakal jauh dengan Non Eva." Ia menepuk pundak Bibi berumur 56 tahun itu dan memeluknya sayang. "Kan ada Nisa sekarang yang akan temenin Bibi. Dia baik kok Bi, cuman agak pendiam aja. Selera Kak Tian banget itu. " Bibi Suminah tersenyum sambil mengantarkannya ke halaman belakang. Tempat favoritnya setiap bersantai bersama kak Tian sambil  BBQ dengan bahan ala kadarnya. "Mas Tian pernah nyeletuk, andai Non Eva gak dianggap sebagai adik, mungkin Non Eva yang nikah ama Mas Tian. Bibi tanya kenapa, katanya karna kalian saling melengkapi." Eva tertawa geli mendengar ucapan lugu Bik Suminah. Kak Tian memang sering bilang begitu setiap barisan mantan pacar berakhir ditolak oleh tante Lyesha. "Aku pasti nolak karna serasa menikah dengan kakak Kandung." "Bener juga Non. Ngomong - ngomong silahkan masuk, Non. Yang lain sudah ngumpul soalnya, termasuk pacar Non, Mas Edric." Ingin rasanya ia meralat, namun separo hatinya tak rela melakukan itu. Jadi ia hanya tersenyum sambil menggigit bibir, menatap punggung Bibi Suminah yang menjauh meninggalkannya. Oke, saatnya kita berakting! Ia menghembuskan napas, membuka pintu taman sambil tersenyum lebar.  "Halo... sorry telat, Rumah baru kak Tian bikin gue kena macet tak ter.."  Ia sampai meremas kuat gagang pintu karna mendadak lantai dipijaknya bergetar saat bertatapan langsung dengan Edric, yang langsung mengalihkan pandangan kearah penjepit untuk membalik daging steak  agar terlihat matang.  Tatapan hitam kelam yang dulu membuatnya tersipu malu, kini berubah menjadi jerat tali yang menyesakkan  d**a.  Kuat Eva, kuat. "Intinya begitulah." Kim melambaikan tangan sambil menunjuk kursi kosong disamping. "Santai aja, Va. Gue juga baru nyampe kok."  Ia duduk disamping Kim sambil menatap kursi kosong didepannya, mengenali sebuah ponsel pintar kini bergetar pelan di sisi kiri, membuatnya tergoda ingin mengambil ponsel itu untuk sekedar iseng mengecek atau memenuhi memori ponsel itu dengan potret dirinya. Eva, lo gak ada hak lagi atas segala sesuatu yang berhubungan dengan Edric. Hubungan kalian udah hancur ditengah jalan. Ingat itu. Ia menutup mata sambil bersandar di kursi. Ini hari terberat untuk batinnya. "Syukur kalau gitu. Kim, ambilin gue kentang rebus ama mangkok salad dong. Lapar ini dari kemaren belum bener - bener makan." "Jangan ampe gue adain pernikahan di Rumah Sakit karna lo mendadak opname."  Nada canda Tian membuatnya tersenyum. "Gue merasa paling disayangi banget kalau sampai terjadi loh kak. Rencana mau mau adain dimana?" "Gue masih cari tempat yang pas karna kami gak berniat undang 1 kota untuk acara pernikahan. Palingan sekitar 30 - 50 orang paling banyak deh. Iya kan, Nisa?" Mungkin hatinya masih rentan akan pemandangan romantis sereceh apapun, karna dirinya mendadak kesal saat memperhatikan Kak Tian sedang memotong daging steak Nisa sambil tersenyum, membuat calon istri Kakak Kesayangannya itu tersenyum simpul sambil mengangguk dengan rona merah di kedua pipinya. Benar - benar menyakitkan mata saja.  Nafsu makannya langsung turun drastis saat  pria yang paling dicintai sekaligus kesakitan terbesarnya itu  kini duduk tepat didepannya. Ia berdehem sambil mencolek lengan Kim. "Kim, ambilin roti gandum dekat kak Tian bisa? mendadak lapar berat nih." "Jangan telat makan mulu, ntar sakit bikin repot." Excuse me ... Ingin rasanya ia membanting meja dengan kedua tangannya yang kini mengepal di kedua sisinya. "Maksudnya apa?" "Gue cuman ngingetin sebagai anak sahabat Papah lo."  "Lo anggap gue gitu?" Wajah marah Eva membuat selera makannya  seketika hilang. Ia berdiri sambil membetulkan lengan kemejanya yang tergulung.  "Gue duluan kak Tian." "Lo baru nyampe." "Gue mau jemput Lady soalnya. Tadi ngasih tau via SMS bahwa pemotretannya udah kelar." Mendengar nama wanita yang dibencinya mati - matian itu membuatnya setengah membanting pisau makan di atas piring. "Sejak kapan lo jadi supir dia? Bukannya lo tipikal," Ia bertopang dagu menatap Edric yang tak berkedip. "pria yang tak suka melayani wanitanya?" "Tergantung siapa wanita disamping gue, Evangeline." "Karna dia memiliki pamor dan lo butuh publisitas buat perusahaan?" "Karna dia tidak menuntut apapun dari gue." Edric mengalihkan pandangan ke Pigura Foto Keluarga Besar Pradipta yang menempel di dinding. "Dan dia mengerti arti dari kata privasi. Jelas?" Tian memutuskan untuk berdiri sambil mengetuk gelas kacanya dengan sendok. Pertengkaran antar mantan kekasih harus disudahi sekarang karna membuat steak dengan bumbu racikan Nisa menjadi tak enak lagi. "Mari kita makan sekarang, Para sepupu tersayang. Gue yakin jam makan siang di kantor kalian bentar lagi bakal habis." Eva berkacak pinggang sambil berkedip agar air matanya tak merembes. Nanti. "Gue wajar menuntut karna kita saat itu udah pacaran hampir 6 tahun, dan lo gak ada niat untuk mengajak hubungan ini ke arah serius, Edric! Gue wanita!" "Gue cuman minta waktu sebentar, Eva!" "Sebentar versi lo itu dalam hitungan abad di kehidupan gue, Edric! Dan lo gak mau dikenalin dengan lingkup pertemanan gue!" "Karna gue bukan barang pajangan yang harus dipamerkan pada siapapun." "Munafik!" Ia menahan diri untuk tidak melempar gelasnya ke arah Edric yang membatu. "Seluruh penguna media sosial  sekarang mencari siapakah pria yang membuat seorang Lady Ashoka tertawa. dan orang itu adalah lo." "Jangan bawa dia dalam masalah kita." "Gue cuman buat contoh kok." Ia menghabiskan isi gelasnya dalam sekali teguk. "Pria yang serius dengan suatu hubungan gak akan bertingkah kayak lo." "Sudah selesai sesi semua salah Edric?"  Jujur saja, dia lelah dengan semua pertengkaran ini. Bahkan disaat putus sekalipun. "Lo berbeda dengan Lady." "Dia belum tau betapa munafiknya lo, Edric. Jadi gausah bikin perbandingan antara gue sama dia." Edric mengambil ponselnya sambil tersenyum. Berusaha tak terpengaruh akan ucapan sadis Eva. "Dia takkan pernah menyalahkan orang lain atas masalah yang terjadi. Karna itulah gue berniat untuk menikahi dia." "What?" "Yes, Eva. Gue akan menikahi Lady sebagai bukti bahwa gue adalah Pria serius dalam menjalin hubungan, sesuai versi lo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD