Intro
"Jadi benar bahwa anda dengan Frans sedang berpacaran?"
Ini lagi. keluhnya. gara - gara Frans terlalu menyanjungnya setiap kesempatan, hidupnya semakin semarak akan pertanyaan serta judul berita yang menggelikan - karna tak sanggup ntuk marah. "Gak, Mas. Saya sama dia cuman teman."
"Apakah ada rencana menikah dalam tahun ini? mengingat usia anda sudah menginjak 28 tahun."
"Wah, Mas perhatian banget sampai tahu umur saya segala. padahal saya saja malah merasa masih 23 tahun loh." tembakan skakmat disertai senyum tipis sukses membuat pria itu cemberut dengan michrophone teracung sangat mantap, mungkin berharap benda itu berubah menjadi pisau agar bisa menusuk dirinya.
lucu sekali.
Ia beralih ke arah penanya selanjutnya. "Soal Frans, no coment deh. soalnya percuma saja menjelaskan bahwa hubungan kami gak ada romansa sama sekali, kalau besok akan muncul headline berita Online seperti, 'berdasarkan hasil wawancara kami kemaren soal kebenaran tentang kabar hubungan dengan seorang aktor terkenal pujaan wanita abad ini, Fransisco Boulanger, kentara sekali bahwa Lady Ashoka Sarasvati membantah sambil tersipu malu, seolah mengisyaratkan hal sebaliknya. sampai kapan mereka menutup kisah cinta indah itu pada kita?' benar, kan?"
Ia menahan diri ntuk tidak tersenyum semakin lebar saat yang bersangkutan menatapnya penuh benci. Ah, sudah biasa. "Masih ada yang mau ditanyakan lagi?"
"Apa benar anda sudah memiliki anak diluar nikah?"
tetap tersenyum, Lady.
Ia tertawa. "Kayaknya tiap hari kalian tambah lucu aja kalau nanya, yah. terimakasih atas ramah - tamahnya. permisi." sambil tersenyum ia melambaikan tangan dan memasuki kafee kesukaannya. meninggalkan beberapa wartawan menatap punggungnya dengan sinis tak terhingga.
**
"Lo sembunyi dulu deh, kemana gitu." Linda - pemilik Kafee sekaligus sahabatnya benar - benar muncul disaat sangat tepat. "Lo lagi gak aman."
"Gue emang gak aman dimanapun sejak Frans bilang cinta mati sama gue di setiap kamera manapun yang on ." Sumpah! ia akan mengirim pria itu ke surga lebih cepat dari catatan takdir karena membawanya dalam permainan mental tak jelas ini. kalau ingin iseng, bermainlah sendiri!
Ia memilih duduk didepan Lady yang asyik menyesap minuman. Kagum saja tak cukup ntuk menggambarkan perasaannya pada sahabat stressnya ini. "Lady, gue gak tau - dan gak mau tau juga lo ngomong apa sama wartawan diluar sana hingga mereka memilih duduk disini sambil natap lo daritadi."
"Seharusnya lo seneng karna gue baru saja promosi tak kasatmata akan cafee ini. Jangan lupa diskon 50% yah darl."
see? Lady memang benar - benar sinting. "Lady Ashoka, lo harus nurutin gue, oke."
"Gak. Gue bukan narapidana yang ketahuan plesiran di Kafee, kencan c***l dengan suami orang, atau negosiasi mencurigakan ama Mafia n*****a. kenapa gue harus kabur?"
Keningnya berkerut saat Linda memilih berdiri disampingnya, lalu berbisik di telinganya dengan nada sangat serius, "Beneran?"
"Makanya gue bilang juga apa. lo kabur ke salah satu bilik gue atau apalah. ini demi lo, Lady."
tanpa disuruh dua kali ia memilih berdiri sambil mencium kedua pipi sahabatnya dan memeluknya erat. "Gue berhutang ribuan terimakasih sama lo."
"Drama. pergi sana."
**
*Edric Hayman
Ia lupa sudah berapa gelas berisi wine masuk dalam tenggorokannya, namun yang jelas ia merasa melayang, seolah sedang terbang melintasi negeri dengan sepasang sayap di punggungnya.
ini gila.
segila ia memutuskan hubungan tak berkesudahan dengan Eva.
ah.. ia mengambil botol di samping lalu meminumnya hingga tetes terakhir. Andai tahu rasanya putus sesakit ini, ia takkan pernah menyatakan cinta pada wanita manapun. biarkan malam ini dia berlebay ria, karna besok ia harus menjadi pria sedingin freezer.
Waktu rupanya belum puas melihatnya hancur saat ia melirik ponselnya yang bergetar tanpa suara, memunculkan nama serta foto pemanggil wanita penghancur hatinya. Mendadak hilang ingatan, ia memilih melempar ponselnya ke pintu bilik, berharap mendengar suara barang jatuh agar benda sialan itu diam.
Namun yang terjadi malah sebaliknya.
Pintu bilik malah terbuka, menghadirkan seorang wanita berambut Coklat kehitaman kini terlihat acak - acakan dalam gelungan dengan pakaian serba hitam. Sepasang orot mata waspada kini menatapnya dalam, didukung ekspresi wajah dingin seolah tak tahu bagaimana caranya tersenyum, serta ponselnya entah kenapa malah berada dalam genggaman wanita tak dikenal itu.
"Pergi."
Rupanya akal sudah lari tunggang - langgang karna tak kuat menanggung sakit di hati, hingga merasa wanita itu seperti seorang Bidadari saat memilih menutup pintu, lalu mendekatinya dengan senyum canggung. Manis. "Maaf."
Rupanya begini rasanya dicium saat mabuk total.
***
"Jangan pulang dulu." keningnya berkerut saat Jason, Fotografer ntuk pemotretan produk sabun hari ini menahannya. "Bentar aja."
"Ngapain?" ini tidak ada dalam perjanjian.
"Pokoknya, - Nah, udah datang." Pria itu dengan gemulai berlari meninggalkannya yang bingung harus berbuat apa saat sesosok Pria mengenakan jas berwarna abu - abu dengan seorang wanita yang dikenalnya sebagai Lydia, menghampirinya. Tatapan sehitam malam itu mengintimidasi saat mereka berdiri berhadapan.
"Halo. Terimakasih sudah mau menjadi Ambassador Perusahaan ini."
Mampus.
Pria inilah yang ia cium sebulan yang lalu, hingga membuatnya lupa bagaimana rasanya tidur nyenyak. "Saya juga sangat tersanjung karna bisa mewakili produk Sabun terbaru, serta bertemu langsung dengan bapak secara pribadi."
apakah ia lupa caranya berkedip? "Panggil saja Edric Hayman."
"Lady Ashoka Sarasvati."
Pria itu melepas jabatan tangannya, lalu memberi tanda pada Linda - yang ia ingat sebagai Sekretaris ntuk meninggalkannya. Seribu pertanyaan berputar sangat cepat dalam kepalanya seperti gasing. "Kamu maunya dipanggil dengan apa?"
Satu sisi ia tersanjung, karna pria itu memilih meminta pendapat akan hal sepele seperti ini.
"Saya lebih enak bila dipanggil Ashoka, sebenarnya."
Edric mengangguk sambil memasukkan kedua tangannya dalam saku celana. "Begini, maaf kalau agak lancang, tapi kamu bisa temanin saya malam minggu nanti ntuk acara keluarga?" Rupanya ekspresi bingungnya terpampang sejelas baliho di pinggir jalan, hingga pria itu buru - buru menjelaskan lebih rinci. "ada beberapa hal yang saya tak bisa menangani sendiri. Saya butuh kamu, Ashoka."
Ntah kenapa, cara pria itu memanggil namanya terdengar seperti alunan lagu pengantar tidur yang damai. Ia tersenyum. tak tahu bahwa efeknya membuat pria berumur 28 tahun itu semakin canggung. "Tentu saja, Pak Edric."
"Just Edric, Lady."
*Lakuna : {kb} Ruang kosong. Bagian yang hilang.
asal bahasa : Latin.