When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Saya mengundurkan diri,” Larisa mengulangi perkataannya. Wajah Dewa pun masih seperti beberapa detik yang lalu. Memerah menahan emosinya. “Kenapa mengundurkan diri?” “Saya sudah tidak nyaman lagi untuk bekerja di sini,” Jawa Larisa berusaha tegar. Dewa mendengus tidak percaya. Larisa menghela nafasnya begitu melihat reaksi atasannya itu. “Meskipun kantor sudah mengklarifikasinya, saya tetap dicemooh sebagai penyebab Kak Resty koma. Bukan tidak mungkin ada yang mengikuti sikap Kak Liana pada saya. Bapak sendiri tetap yakin kalau saya terlibat, kan?” todong Larisa yang membuat Dewa tergagap, karena yang dikatakan Larisa tidak sepenuhnya salah. “Seharusnya kamu tunggu Resty untuk bangun dan bisa klarifikasi,” gigih Dewa mencegah keinginan Larisa untuk resign. Entah mengapa, hatinya