When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Dewa dan Arya memandang Liana yang masih belum juga bersuara. Perempuan berusia 28 itu malah menatap Larisa yang memilih tidak memperhatikan sekitarnya. Larisa sedang mempertimbangkan untuk mengajukan resign setelah acara ini, supaya tidak dibebani oleh tugas baru. Jadi dia tidak menyimak sikap Liana yang mulai ragu-ragu. Dia baru sadar ketika Arya bicara dengan intonasi yang agak keras. “Liana, apa yang kamu tunggu?” Arya bertanya dengan nada suara yang naik satu oktaf. Liana tampak tergagap, sedang Larisa baru tersadar dari lamunannya pun menatap seniornya tersebut. Liana sepertinya malu ketika harus minta maaf di depan banyak orang. Larisa menghela nafasnya, menatap kesal ke arah seniornya. Dia sudah lelah, dijadikan tertuduh, dicemooh oleh banyak orang, dibully dan bahkan disera