When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Larisa dan Farid menoleh. Fira datang ke arah mereka dengan tergopoh-gopoh. “Aduh, untung Dewa lembur! Jadi kamu aman,” heboh sekali Fira memperlakukan Larisa. Seperti dengan putrinya sendiri. Ada rasa nyeri yang dirasakan oleh Farid. Dia ingat sekali jika Resty tidak mendapat perlakuan seistimewa itu dari Fira. “Aku tahu, Tante. Makanya berani ke sini,” kata Larisa sambil memamerkan cengirannya. “Lho, kog bisa tahu?” tanya Fira penasaran. Larisa tertawa, “saat Pak Dewa nelpon Tante di dekat toilet dan aku di dalam sana,” ceritanya. Fira mengangguk-angguk tanda dia mengerti. “Oh iya, ini buat makan Om dan Tante,” kata Larisa seraya menyerahkan nasi bungkus itu kepada Farid. “Terima kasih Larisa,” sahut laki-laki yang wajahnya tampak lelah itu. Gadis berambut keriting itu tampak men