When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Larisa pun pamit kepada Fira. Setelah mencium tangan ibu Dewa, gadis cantik itu langsung melesat ke pintu penghubung ke bagian poliklinik. Bertepatan dengan itu, Dewa dan Liana sedang melewati pintu masuk. Fira mencelos, kakinya lemas. Sedikit lagi, kalau Larisa tidak segera lari, Dewa sudah pasti memergoki kehadiran gadis itu di dekat ibunya. “Kenapa, Ma? Kog wajahnya pucat?” Dewa menyadari ada yang janggal dari ibunya. “Tante nggak enak badan?” tanya Liana penuh perhatian. Fira hanya tersenyum. “Mama sudah makan?” tanya Dewa. Dia berpikir mungkin saja Fira pucat karena belum makan. “Mama sudah makan tadi bareng papanya Resty,” jawab Fira. Dewa menganggukkan kepalanya. Hari ini Mama terlihat aneh. Ada apa? Tanyanya dakam hati. Sebenarnya dia penasaran sekali. Tetapi belum bisa