Sean tersenyum senang melihat laporan yang diberikan anak buahnya. Dengan hasil itu ia bisa mengetahui bagaimana hubungan David dan Mayleen terutama tentang identitas gadis itu yang masih belum lengkap.
“Kau bisa pergi,” ujarnya singkat pada pria berbadan besar di depannya.
Mingmei masuk ke ruangan Sean setelah anak buahnya pergi. Wanita itu menatap Sean tajam.
“Apa lagi yang akan kau lakukan?”
Mingmei terlihat marah, ia tidak segan menegur Sean ketika pria itu sudah kelewat batas. Sebagai seorang kakak Mingmei merasa sedih melihat adiknya tenggelam dalam luka masa lalu. Sakit yang ditorehkan oleh wanita yang dicintai.
“Jangan ikut campur urusanku. Aku tahu apa yang akan aku lakukan,” sahut Sean dingin.
Mingmei tidak tinggal diam, ia menyeret Sean untuk ikut bersamanya. Namun pria itu menolak dan menghempaskan tangan Mingmei.
“Pergi,” usirnya.
Mingmei menatap tidak percaya pada Sean yang telah berubah menjadi pria pendendam.
“Sean---“
“Aku bilang pergi.”
“Kau akan menyesali semua perbuatanmu. Berhenti sekarang atau kau hidaup dalam penyesalan.” Mingmei menatap adiknya tajam sebelum berbalik dan pergi meninggalkan Sean. Langkah wanita itu terhenti ketika Sean berbicara.
“Aku gagal bunuh diri, bukakah itu artinya aku harus membalaskan semua rasa sakitku?”
Mingmei berbalik dan menatap Sean penuh kesedihan.
“Justru kau harus mencari kebenarannya.”
Mingmei pergi meninggalkan Sean yang kembali terluka. Rasa kehilangan itu tidak pernah ia lupakan. Ia sangat sakit melebihi goresan pisau di tangannya. Sean tidak akan melupakan sakitnya sampai kapan pun.
***
David menatap langit-langit kamarnya. Jantungnya terus berdebar kencang sejak berbaring di atas kasur. Ia tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi, ia bahkan sulit untuk bernapas. Di sisinya Mayleen mencoba memejamkan mata, namun gadis itu selalu gagal. Diliriknya David yang berada di sisi lain tempat tidur.
“Kau belum tidur?” ujar Mayleen membuat David berdehem.
“Kau juga,” balasnya singkat.
“Entahlah aku tidak bisa tidur,” ujar Mayleen.
Pikiran Mayleen kembali terbayang tentang kejadian beberapa saat lalu ketika David memperlakukannya dengan lembut.
“Kenapa kau tidak tidur di kamarmu saja?” kini David menatap Mayleen.
“Aku takut ditinggal sendiri,” ujarnya membuat David mengerutkan dahinya.
“Kenapa seperti itu?”
“Karena aku tidak pernah sendiri. Rin selalu menemaniku jadi aku tidak pernah kesepian,” ujar Mayleen. David kembali menatap langit-langit kamarnya. Ia merasa sudah terlalu percaya diri jika Mayleen membutuhkannya. Sedikit kecewa tapi David masih bisa menerimanya. Rin yang Mayleen sebut sebagai temannya mungkin sangat berarti bagi gadis itu.
“David, apa kau marah padaku?” ujar Mayleen.
“Tidak, aku hanya kesal kau pergi begitu saja.”
Kini David memiringkan tubuhnya menghadap Mayleen. Gadis itu melakukan hal yang sama membuat mereka saling berhadapan.
“Aku tidak ingin kau marah-marah. Aku hanya takut kau menjauhiku,” ujar Mayleen membuat David merasa bersalah. Wanita itu sangat baik tapi ia tidak pernah memperhatikannya. David menyelimuti tubuh Mayleen.
“Tidak, aku tidak akan menjauhimu.”
“Janji?” Mayleen mengacungi jari kelingkingnya.
“Siapa yang mengajarimu?” tanya David sambil menautkan Kelingkingnya.
“Manager Li, dia sangat baik. Dia mengajarkan banyak hal tentang manusia,” jawab Mayleen.
“Kau juga harus berjanji padaku jangan katakan pada orang lain kalau kau adalah duyung. Aku tidak mau kau dimanfaatkan,” ujar David dibalas anggukan oleh Mayleen.
“Sepertinya aku akan lebih lama tinggal bersamamu,” ujar Mayleen membuat David bertanya-tanya.
“Sean belum memberikan mutiara itu padaku,” ujar Mayleen.
Wajah Mayleen berubah sedih membuat David mendekapnya erat.
“Apa dia mengancammu?”
“Sean hanya bilang jika aku menurutinya maka dia akan memberikan mutiara itu.”
David melonggarkan pelukannya,. Ia menatap Mayleen dalam.
“Bagaimana jika kau hidup tanya mutiara itu?”
“Usiaku tidak akan lama lagi. Aku memiliki batasan untuk berada di lingkungan manusia dan duyung. Aku bukan salah satu dari keduanya.”
David terdiam, tanpa mutiara itu kemungkinan Mayleen tidak bisa berada di laut dalam waktu yang lama, begitu juga di daratan. David menangkup wajah Mayleen ia tersenyum memberikan gadis itu semangat.
“Aku tidak akan meninggalkanmu,” ujar David.
Sekali lagi jari kelingking mereka bertautan. Mayleen berharap David akan selalu bersamanya, ia sudah terlanjur nyaman dengan David.
***
Pagi ini akan menjadi hari yang menyenangkan bagi David, banyak hal yang sudah ia rencanakan bersama Mayleen, setelah syuting. Ia akan menyempatkan mentraktir Mayleen makan es krim, makan malam bersama dan jalan-jalan. Wajah David memerah ketika membayangkannya. Ini akan terasa seperti kencan pertama.
Mayleen menghampiri David yang berada di kolam renang dengan secangkir teh hangat. Pagi yang cerah sangat cocok untuk berenang dan mengeluarkan ekor sesuka hati. David bilang mereka akan berangkat agak siang jadi Mayleen punya waktu untuk memanjakan ekornya.
“Kau mau berenang? tanya David saat tahu apa yang ada di pikiran Mayleen.
“Apa boleh?” Mayleen mengedipkan matanya berkali-kali untuk meluluhkan hati David.
“Aku larang pun kau tidak akan peduli.”
David duduk di kursi tidak jauh dari kolam renang. Mayleen tidak menyianyiakan kesempatan ketika mendaptkan persetujuan dari David. Ekor biru itu muncul dengan sendirinya saat Mayleen menceburkan diri ke kolam renang. Gadis itu merasa bebas ketika berada di air. Namun tiba-tiba dadanya terasa sesak, Mayleen muncul ke permukaan untuk bernapas tapi rasa sesak di dadanya semakin menjadi.
Mayleen tenggelam, ekor birunya perlahan menghilang dan kembali menjadi sepasang kaki. Mayleen mencoba kembali ke permukaan untuk pernapas namun sayang ia tidak bisa, tubuhnya semakin jauh ke dasar kolam.Mayleen ingin berteriak meminta pertolongan dari David namun sayang suaranya tercekat. Tubuhnya mulai lemas dan Mayleen mulai kehilangan kesadarannya.
David tolong aku...