12. Perasaan Aneh

2170 Words
Suara jam weker membangunkan David dari mimpinya, digapainya jam kecil di atas nakas untuk dimatikan. Penerangan kamar pun bertambah saat David menyalakan lampu, cahaya itu membantu dirinya untuk melihat seisi ruangan. David menoleh ke samping, seulas senyum terpatri di bibirnya. Mayleen tidur begitu lelap di sisi ranjang dengan posisi memunggunginya, napasnya teratur gadis itu bahkan tidak terusik dengan nyala lampu,. Sepertinya Mayleen kelelahan. “Dasar tukang tidur,” gumam David. Semenjak David mengizinkannya tidur, Mayleen tidak mau pindah ke kamarnya. Ya, meski hanya tidur, tidak lebih. David memandang punggung Mayleen. Sampai saat ini pria itu masih susah mempercayai fakta bahwa gadis itu adalah mermaid. Duyung cantik yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya dan membuat hari-harinya dalam masalah. Tangan David terulur ingin menyentuh pundak Mayleen, namun ia urungkan niatnya. Ia tidak mau membangunkan gadis itu, Mayleen terlihat lelap. David hanya menatap Mayleen dari belakang. Entah kenapa ia merasa kehangatan menyeruak di dalam hatinya saat melihat gadis itu. David teringat dengan perkataan sang ibu yang selalu mendesaknya untuk menikah. David tahu usianya sebentar lagi memasuki kepala tiga. Diusianya yang sekarang sudah sewajarnya ia memiliki calon pendamping hidup setidaknya memiliki kekasih. Namun kenyataannya pria itu masih sendiri, ketampanan dan kekayaan bukan jaminan baginya untuk mudah memilih pasangan hidup.  David akui, ia sudah lama berdamai dengan masa lalu, hanya saja ia tidak ingin merasakan sakit yang sama. Ia merasa selama ini wanita-wanita yang mendekati dirinya hanya sebatas untuk meningkatkan popularitas semata. David membenci itu, ia sangat membenci popularitas dengan skandal. Dan sialnya dulu ia pernah mengalami skandal seperti itu dan  sukses membuat wartawan mengejarnya ke mana pun. Mayleen  mengerang pelan, mengganti posisi tidurnya menghadap David. Kini mereka saling berhadap-hadapan. David menatap wajah Mayleen lekat, kelopak mata dengan bulu lentik itu masih terpejam. Bibir penuh berwarna pink itu sedikit terbuka. Bibir yang sering mengeluarkan bantahan dan selalu manyun ketika sedang kesal membuat David gemas sendiri. Mayleen gadis aneh, tentu saja karena dia bukan manusia tapi hanya gadis itu yang membuat David luluh dengan segala rengekan dan paksaannya. Dia adalah gadis pertama yang bisa tidur di ranjang David. Mayleen pulalah gadis pertama yang membuat dunianya terbalik.   “Morning kiss,” bisik David sambil mendekatkan wajahnya, mencium sekilas bibir Mayleen. Rasa manis yang ia rasakan membuat pria itu candu. Jika saja ia tidak dalam keadaan normal mungkin David tidak akan melepaskan sampai Mayleen terbangun. David segera menjauhkan dirinya dari gadis itu, pikirannya yang waras bisa tercemar jika berada di dekat Mayleen. David mendudukkan dirinya di atas tempat tidur, ia menyelimuti tubuh Mayleen  sebelum beranjak untuk membersihkan diri. David mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Bayangan akan ciumannya ketika ia setengah mabuk  tadi malam masih membekas dalam ingatan. Bibir merah muda itu berhasil membuat dunianya runtuh, rasa manis yang memabukkan sampai David tidak ingin melepas pagutannya. David tersenyum, ia mencium Mayleen dengan kesadaran penuh meski kepalanya sedikit pusing gara-gara Jane memberikannya dua gelas bir. David akui dirinya peminum yang payah, ia terbiasa hidup sehat tanpa alcohol sejak pulang dari Indonesia. Masa kelamnya ketika putus dari Jia Li masih terbayang, saat itu dirinya adalah remaja labil yang gampang terhasut pergaulan buruk para remaja. Berpesata minuman selalu ia lakukan setiap akhir minggu, berkumpul dengan teman-temannya di night club yang ditemani sebatang rokok. Kehidupan masa remajanya sungguh kelam, berbagai macam dunia malam sudah pernah ia cicipi. Namun tamparan keras membuatnya sadar, saat itu ketika kakeknya yang di Indonesia meninggal akibat dari minuman keras yang selalu dikonsumsinya. Ia masih muda, menyianyiakan masa muda untuk kesenangan sementara bukanlah tujuannya. Masih banyak mimpi yang ia rencanakan untuk hidupnya. Sejak saat itu David merubah pola hidupnya, ia kembali menjadi pria yang baik dan mulai meninggalkan hiburan malam, meski susah tapi ia tidak ingin menjadi bagian dari orang-orang pecundang. Para pecundang yang lari pada dunia malam dan minuman alkohol untuk melepaskan diri dari masalah. David meremas rambut basahnya. Masa lalu itu akan menjadi kenangan dan pelajaran untuk dirinya. Tidak ada gunanya David meratapi masa lalu yang terpenting sekarang adalah ia bisa mencapai mimpi-mimpinya dengan usaha dan kerja kerasnya. David menutupi tubuh polosnya dengan jubah mandi berwarna putih. Buliran air masih mengaliri wajahnya. d**a bidang itu terekspos sempurna memperlihatkannya betapa kekarnya pria itu. David keluar dari kamar mandi, sekilas ia melirik kearah tempat tidur. Mayleen masih asik bergelung di bawah selimut. Pria itu menggeleng sebelum masuk ke walk in closet-nya. David memilih baju kaos berlengan panjang, digulungnya lengan baju itu sampai di batas siku. Rambutnya ia sisir rapi dan tidak lupa parfume citrus yang ia sukai. Wangi segar yang selalu membuatnya semangat. Bahkan Mayleen pun menyukai bau itu. Teringat pada Mayleen, David berencana untuk membiarkannya berada di rumah. Ia tidak mau Mayleen ikut ke lokasi syuting. Namun keinginan David harus pupus saat melihat tempat tidurnya kosong. Tubuh yang tertidur di atas sana sudah tidak terlihat lagi itu berarti Mayleen sudah bangun. David merogoh ponselnya dan menelepon manager Li. “Aku akan pergi ke lokasi syuting sendiri jadi kau tidak perlu menjemputku,” ucap David saat menghubungi seseorang. “Baiklah, sampai bertemu di sana,” ujarnya sebelum menutup sambungan. David kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. David turun ke lantai bawah, terlihat Mayleen berdiri di anak tangga. Gadis itu tersenyum menatap David yang sejenak mematung. Mayleen melambaikan tangannya ketika David mendekat. “Apa yang kau lakukan?” ujar David dengan kedua tanganya berada di saku celana. Mata tajamnya mentap Mayleen sedingin es. Mayleen tersenyum lebar dan memegang lengan David. Pria itu melihat tangan Mayleen dengan tatapan penuh tanya. Biasanya jika sudah seperti ini gadis itu akan meminta bantuan. “Aku ingin ikut lagi,” ujar Mayleen setengah berbisik. Suara kecil itu membuat telinga David tergelitik. Bagaimana bisa David menganggap itu adalah sebuah desahan yang merdu. Begitu halus dan lembut membuat dirinya tidak bisa berpikir jernih. Ia adalah lelaki dewasa yang normal. David menepis tangan Mayleen membuat gadis itu jengkel. Tidak mau mengalah Mayleen pun memegang lengan David lagi dan pria itu kembali melepaskannya begitu seterusnya sampai Mayleen kesal dan terpaksa memeluk David erat. Pergerakan David terkunci saat Mayleen memeluk tubuhnya, kaki gadis itu melilit salah satu kaki David membuat pria itu hampir terjungkal ke belakang. Pelukan Mayleen terasa  meremukan tulangnya. “Yak! Lepaskan!” teriak David namun Mayleen menggeleng. Gadis itu mendongkak menatap mata hitam Davi. Seperti dihipnotis pria itu pun luluh, ia menundukkan kepala kemudian menatap Mayleen lagi. “Baiklah kau boleh ikut tapi jangan buat kerusuhan dan jangan jauh-jauh dari pandanganku, ok?” David membuat kesepakatan lagi dengan Mayleen.  Meski gadis itu setuju David tahu Mayleen akan melanggarnya lagi. Hanya sekarang dan detik ini saja gadis itu menjadi gadis yang manis dan penurut, setelahnya ia akan melakukan segala sesuatu dengan sesuka hati. Selama perjalanan menuju lokasi syuting, David selalu mencuri pandang pada gadis yang duduk di sampingnya. Mendengar celotehan yang tidak bermakna dari Mayleen membuat ia sedikit terhibur dan kadang kesal sendiri. “David, kenapa kau ada di sana?” tunjuk Mayleen pada sebuah boneka badut yang dipajang di depan sebuah toko. David mendengus kesal, bisa-bisanya gadis itu menyamainya dengan badut toko. Jelas-jelas ia lebih tampan dari benda berhidung merah besar itu. “kau ingin mampir ke dokter mata dulu? Sepertinya pengelihatanmu bermasalah. Aku bahkan lebih tampan dan gagah dari sekadar boneka,” protes David membuat Mayleen terkikik geli. David dengan sikap cool dan rasa percaya dirinya yang berlebih membuat gadis itu merasa nyaman. Ia pikir David akan marah dan menurunkannya di jalan, tapi pikiran itu salah. Mungkin nasib baik masih berpihak pada Mayleen karena david masih berbaik hati membiarkannya berada di dalam mobil. Mobil David berhenti dekat dengan lokasi syuting. Sebuah mobil berwarna silver terparkir di depan mobil hitamnya. David melihat Jia Li turun dari mobil silver itu dengan pakaian seksi. David tertegun, ia lupa membelikan Mayleen pakaian yang pantas. Pria itu melirik gadis di depannya yang terlihat nyaman dengan pakaian kaos polos biasa dan celana jeans pudar yang membalut kakinya. Mayleen hanya ingin mengambil mutiaranya kembali tanpa peduli dengan penampilannya yang menurut sebagian besar kaum wanita adalah hal yang  penting setelah makanan. Penampilan yang mewah dan sexy adalah hal yang wanita banggakan. Tapi Mayleen ia tidak pernah mengeluh dengan pakaian yang dikenakannya. Ia selalu menerima apa yang David berikan. Terlepas dari kenyataan bahwa Mayleen adalah seorang mermaid bukan manusia. “Apa kita tidak turun?” ujar Mayleen.  David segera membuka kunci pintunya, mereka keluar dari mobil dan berjalan beberapa meter menuju lokasi syuting. Masih di sekitaran Sanya Bay, para kru tengah sibuk mempersiapakan semua keperluan syuting. Manager Li menghampiri David, pria itu terlihat tergesa-gesa. “David lusa kita akan pindah lokasi syuting ke Haikou, dan besok kita harus berangkat,” ujarnya memberitahu David. “Bukankah besok kita masih ada syuting di sini?” tanya David. Ia tidak tahu akan perubahan jadwal. “Sepertinya kalian akan lembur malam ini. Aku akan mengemas keperluanmu tapi….” Manager Li menoleh pada Mayleen. Gadis itu sepertinya tidak tertarik dengan obrolan Li dan David. ia sibuk mencari-cari sesuatu. “Apa Mayleen akan ikut?” lanjut manager Li membuat David terdiam. “Dia akan ikut sebagai asistenku,” ujar David membuat Li tersenyum lebar. Ia tahu David tidak akan membiarkan Mayleen sendiri di rumahnya terlebih ia sendiri tidak tahu kapan selesai syuting di Haikou. “Bisakah kau membawanya ke pergi. Biarkn dia membantumu membereskan keperluanku, kau mengerti apa yang aku maksud,” ujar David yang diangguki oleh Li. David tidak akan membiarkan Mayleen terlepas dari pengawasannya sedikit pun. Gadis itu masih awam dengan kehidupan manusia yang sangat kompleks. David merasa dia harus menjaga gadis itu. Kerapuhan Mayleen membuatnya ingin melindungi dan bersama perempuan itu, memastikan bahwa dirinya baik-baik saja. Manager Li dan Mayleen pergi dari lokasi syuting dengan iming-iming makan es krim. Mayleen yang awalnya menolak  pergi akhirnya luluh karena penasaran dengan makanan yang dikatakan sangat lezat oleh Li. Syuting berjalan dengan lancar, hari menjelang malam membuat David semakin was-was. Tentu sejak siang tadi Manager Li dan Mayleen belum juga kembali ke lokasi syuting. Biasanya Li tidak pernah lebih dari  lima jam untuk menyiapkan perlengkapannya. Pria itu selalu sigap dan cekatan dalam bekerja tapi hari ini sudah hampir larut malam pria itu belum kembali. David merasa gelisah, berbagai macam bayangan buruk melintas di pikirannya. Pria itu menggeleng berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran itu. Jia Li yang melihat David duduk sendiri segera menghampiri pria itu. Jia Li membawa dua cup coffee di tanganya dan duduk di samping David. “Coffee?” tawar Jia Li sambil menyodorkan minuman hangat yang masih mengepulkan uap panas. David menatapnya sejenak sebelum menerima minuman panas itu. Pria itu lebih menyukai teh hijau dari pada coffee tapi karena suasana di lokasi syuting cukup dingin dan hanya coffee yang masih tersisa membuat dia mau tidak mau meminumnya untuk menghangatkan badan. “Terima kasih,” ujarnya singkat tanpa menatap perempuan yang ada di sampingnya. Jia Li tersenyum meski David terlihat cuek tapi ia akan membuat pria itu candu padanya. Perempuan itu harus bersabar untuk bisa menakhlukkan hati beku David. “Kau terlihat sangat dekat dengan Mayleen, mungkin bisa dikatakan kau itu over protective padanya. Apa aku salah menilai?” Jia Li menumpukkan kaki kanannya di atas kaki kiri, kedua tangannya terlipat di depan d**a membuat dadanya terlihat lebih membusung. “Benarkah? Mungkin ia mungkin juga tidak tergantung dari orang yang menilainya,” jawab David membuat Jia Li tersenyum. Pria itu selalu membuat pernyataan yang ambingu dan santai, seolah ia tidak peduli apa pemikiran orang terhadapnya. “Aku harap wanita itu hanya temanmu,” ujar Jia Li. “Kenapa?” tanya David kini menatap perempuan di sampingnya. “Karena aku cemburu melihat kedekatan kalian.” David membisu mendengar kecemburuan mantan kekasihnya untuk pertama kali. David mengira kalau Jia Li tidak akan megatakan hal-hal yang membuat harga dirinya jatuh di depan seorang pria. Jia Li menyentuh rahang tegas David, dibelainya wajah itu dengan jemari lentiknya. Wajahnya mendekat mengikis jarak keduanya. Namun David segera berpaling sebelum perempuan itu menciumnya. “Kau menolakku kali ini tapi aku pastikan kau akan memintanya.” Jia Li beranjak dari duduk dan pergi meninggalkan David. Pria itu meremas rambutnya, seorang perempuan bertubuh langsing mengahampirinya untuk memperbaiki make-up. David melihat jam yang ada di dalam ponselnya, ia mengerang kesal mendapati tidak satu pun pesan yang dikirim managernya. Kemana perginya Mayleen dan Manager Li? Merasa kesal David pun menghubungi Manager Li. “Kalian ada di mana?” bentar David tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. “Kami masih jalan-jalan. Makan es krim dan makan malam bersama.” Sontak jawaban dari manager Li membuat David kebakaran jenggot. Mereka asik jalan-jalan layaknya berkencan salama berjam-jam. David merasa seperti mereka sedang berselingkuh di belakangnya. “Cepat kemari, ini bukan waktunya untuk jalan-jalan!” David marah, hatinya panas ketika mendengar suara tawa Mayleen. Gadis itu terdengar sangat menikmati harinya, terlebih tanpa pengawasan David. “Kami masih makan es krim. Kau mau?” Mendengar jawaban manager Li membuat David kesal. Tanpa menjawab pertanyaan itu David mematikan sambungannya. Perasaan David kacau, ia benar-benar marah. “Jadi kau tidak mau es krim?” David menoleh melihat Li Wenhua dan Mayleen berdiri di belakangnya. Pandangannya jatuh pada Mayleen yang menjilati es krim yang mulai mencair. David memalingkan wajahnya, lelehan es krim di jemari Mayleen membuatnya ingin membersihkan tangan itu dengan mulutnya. Bayangan liar menari di pikirannya. “Maaf, tadi aku pergi membeli beberapa pakaian untuk Mayleen. Dia tidak memiliki pakaian yang cukup. Setelah itu kami membelikanmu makan malam.” Li Wenhua meletakkan makanan yang dibawanya di atas meja . Pria itu membuang mukanya, seharusnya dirinyalah yang membelikan Myaleen pakaian, bukan manager Li. Rasa iri mencubit sudut hatinya membuat David bungkam. “Hei, jangan marah. Mayleen tidak menyukaiku,” goda Manager Li membuat David menatapnya tajam. Pria itu berdehem untuk menormalkan kembali ekspresinya. David membuka makanan yang managernya berikan dan melahapnya dengan rakus. David merasa ada yang aneh dengan hatiya. Kenapa aku marah saat melihat Mayleen pergi dengan pria lain? batinnya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD