“Nao, kamu gak apa?” Lukas menghentikan mobilnya saat melihat wajah Naomi pucat dan keringat dingin. Tak hanya itu, tangannya juga gemetaran. “Kita ke rumah sakit.” Naomi mengangkat tangannya. “Katakan sama aku, kamu kenapa?” Lukas mulai cemas dengan kondisi Naomi, bahkan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Iya, untuk saat ini d**a Naomi terasa terhimpit oleh batu besar yang membuat dia kesulitan untuk bernapas. Nyeri sampai ke ulu hati. Bagaimana tidak, ucapan ibunya yang meminta agar dia bersiap-siap karena akan ada utusan yang akan membawa ke Jerman membuat tengkuk Naomi terasa sakit. Dia sama sekali tidak bisa menjalankan keislamannya di tengah kota yang mayoritas non-islam. Dia butuh tempat suci untuk selalu bisa leluasa dalam beribadah. Bahkan yang dulunya dia pecinta anjing saja