Chapter 6

1167 Words
Pagi ini Riani masih asik bergelung dengan selimut tebalnya. Ia merasa merdeka saat ini, sangat dan sangat merdeka. Kenapa? Karena ia baru saja kedatangan tamu bulanannya.. Itu artinya Tian tidak tokcer. Padahal ia tak meminum obat pencegah kehamilan tersebut. Tapi dilain situasi, ia selalu tersenyum karena mengingat uring-uringan Tian subuh tadi karena tahu dirinya tengah datang bulan. Hahaha, betapa lucunya pria itu. Terkadang ia heran, apa benar Tian seorang mafia? Wajahnya begitu manis dan tingkah lakunya juga menggemaskan. Ya walaupun otak pria itu begitu m***m, tapi tetap saja, Tian terlihat seperti anak yang lucu dan menggemaskan. Tok tok tok! Suara ketukan membuyarkan acara senyum-senyum sendirinya Riani. Ia melirik ke arah pintu yang akan terbuka. "Anda dipanggil Tuan Nona.!" seeorang ART muncul dari balik pintu. Ia masih sangat tampak muda. Mungkin jika dipikir-pikir, gadis ini seumuran dengan dirinya. "Namamu siapa?" tanya Riani. "Eh? Saya..." "Jangan takut. Aku dan kau sama-sama pekerja. Ya bedanya pekerjaanmu lebih baik." ucap Riani dengan wajah sedih. Ya. Bensr bukan? Setidaknya pekerjaan gadis didepannya ini jauh lebih baik. Dari pada dirinya, seorang pemuas nafsu. "Tidak Nona. Jangan bicara seperti itu." "Kau tak ingin aku sedih?" Pelayan itu menggeleng kuat. "Kalau begitu, beritahu aku siapa namamu.." Keraguan masih terlihat jelas di wajah gadis tersebut. Dengan cepat, Riani turun dari ranjang dan berjalan mendekati gadis tersebut. "Namamu siapa?" tanya Riani kembali. "Bunga Nona." jawabnya pelan. "Nama yang bagus. Umurmu berapa?" "Aku dua puluh dua tahun Nona." "Oh? Benarkah? Kalau begitu kita adalah teman.." seru Riani dengan wajah bahagia. Membuat Bunga tertegun dan kaget. "Ayo kita berteman!" ajak Riani. Lagi-lagi, Bunga terdiam. Ia menatap Riani dalam. "Ap...apa boleh?" tanyanya gugup. "Tentu saja. Memangnya siapa yang akan melarang. Sekarang, ayo kita berteman. Panggil saja aku Riani." Bunga tampak sangat terkejut. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. "Ayo?" ajak Riani lagi. Bahkan ia sudah mengulurkam tangannya untuk salaman dengan Bunga. "Aku... Bunga.." ucap bunga terbata-bata. "Salam kenal. Sekarang, aku harus apa?" Seolah tersadar dari lamunannya, Bunga segera merubah raut kagetnya. "Oh, iya aku sampai lupa. Tuan memanggil mu ke ruangannya." Riani tersenyum manis mendengar cara Bunga berbicara. Sepertinya sudah seperti seorang teman. "Baiklah. Aku ke sana sekarang. Kau bisa keluar dulu dan aku akan ganti baju." ucap Riani yang langsung diangguki oleh gadis itu. *****   Rak buku berjejeran mengelilingi sudut ruangan. Sofa panjang yang terletak di sudut dekat pintu masuk, membuat ruangan tampak seperti elegan dan menarik. Lukisan alam dan juga lukisan rumah tua menjadi penghias dinding ruangan tersebut. Walaupun nuansa kamar berwarna coklat, namun kesann unik dan enak dimasuki membuat Riani selalu takjub jika berkunjung ke ruang kerja Tian. Apalagi dari sana bisa terlihat taman bunga matahari yang ada di halaman samping rumah pria itu. Tian tengah melirik layar komputernya saat suara ketukan terdengar dari luar. "Masuk!" teriak Tian sedikit dingin. Saat pintu terbuka, wajah Riani segera menampakkan wujud. "Apa kau memanggilku?" tanya Riani tenang. "Masuklah!" Riani melangkah lebih ke dalam. Menutup kembali pintu tersebut dan menjalankan kebiasaannya saat masuk ruang kerja Tian. Apalagi kalau bukan memperhatikan kesekeliling. Tian melirik Riani yang masih sibuk mondar mandir, membuat dirinya jengah dan langsung memukul meja, membuat Riani terkejut. "Ishh! Kau mengagetkanku!" ucap Riani kesal. "Bisa duduk?  Pantatmu bisulan?" Riani menatap Tian kesal. Ia menghentak-hentakkan kakinya untuk melampiaskan kekesalan. "Ada apa kau memanggilku?" Tak langsung menjawab, Tian justru menatap Riani sangar. Ia melirik gaya duduk Riani yang tak beraturan. Apalagi wanita itu melipst tangan di d**a dengam gaya sedikit angkuh. Sadar diperhatikan, Riani langsung merubah cara duduknya menjadi lebih feminim. "Ada apa?" ucapnya sekali lagi bertanya. Namun kali ini dengan nada melunak. Ck! "Hari ini kau ikut denganku." ucap Tian masih mempertahankan ekspresi dinginnya. "Kemana?" "Apa harus kujelaskan lebih detail?" "Tentu saja. Kau ingin membawaku tapi tak tahu kau bawa kemana. Apa kau ingin menjualku dengan pria lain?  Aku sedang datang bulan jika kau lupa." Tian mengeram kesal mendengar ocehan Riani yang terlalu berlebihan menurutnya. Kekesalan Tian tersebut berujung pada ia yang meraih pergelangan tangan Riani kuat sampai-sampai? Membuat wanita itu meringis kesakitan. "Apa kau kuberi hak untuk menjawab pertanyaanku?" geram Tian tajam. Ia tak peduli wajah kesakitan Riani yang terlihat jelas. Rintihan kesakitan wanita itu yang tak peduli untuknia dengarkan. "Sakit Tian, lepaskan tanganmu.."ucap Riani. Ia mencoba melepaskan genggaman tangan Tian dari lengannya. Tapi susah. "Masih mau menjawab lagi? "Riani menggeleng ketakutan, "kau hanya pelacurku di ranjang. Kau ingat,hutang orang tuamu sangat besar padaku. Karena itu jangan macam-macam dan menganggap kita kenal. PAHAM!!" Riani terpekik kaget saat Tian berteriak padanya. Terdiam. Itu yang Riani lakukan sekarang. Ia terdiam melihat amarah Tian yang naik. "Aku akan menurut, tapi dengan satu hal.." ucap Riani. "Cih! Kau banyak pinta.." "Aku serius. Pertemukan aku dengan orangtuaku.." Tian semakin tersenyum licik. "Lalu? Kau akan merengek pada mereka untuk diberikan uang penebusmu? Mimpi.." "Kau..." "Permintaamu hanya akan jadi kesia-siaan. Mereka tak akan mau menyediakan uang hanya untuk wanita sepertimu.." Riani menatap Tian dengan tatapan terluka. Ia tak tahu apa yang harus ia munculkan untuk reaksi wajahnya saat ini. Tanpa sadar Riani sudah berkaca-kaca dan semakin lama mulai terisak. Air matanya sudah menetes. Ia menangis dalam diam sembari terus menatap Tian. "Kau..hikkss..aku hanya ingin bertemu orangtuaku..hikkss.." isaknya...,"Kau tak tahu rasanyaaa..huaaaaa...hikkss..hikss... Kau..hikss..tak pernah tahu...aku..rindu..hikkss..." Kenapa suasana berubah menjadi konyol begini? Ia yang awalnya tegas kini justru seperti p*****l anak yang tertangkap basah melakukan kesalahan. Kenapa justru dia yang terlihat konyol. Seorang wanita yang sering mendesah dibawahnya kini menangis konyol hanya karena menangisi orangtua yang menjualnya?. "Waahh..kau benar-benar menakjubkan Riani." ucap Tian tak percaya. "Kau yang menakjubkan. Aku hanya ingin bertemu orangtuaku..." "Sudah kukatakan, tak akan mungkin.." "Kenapa tak mungkin.." "Mereka sudah menjualmu padaku..." "Bukan...hiikksss..." isak Riani.. Tian mengangkat satu alisnya menatap wajah konyol Riani. "Bukan mereka yang menjualku. Kau menculikku..." "Itu karena mereka tak bisa membayar hutangnya..." "Lalu kenapa harus aku???" "Karena orang tuamu menjadikan kau jaminan.." ucap Tian Dingin dan tajam. Riani kembali terdiam. Namun hanya sebentar.. Karena ia kembali terisak, "hiikss.. Mereka tak sejahat itu. Kau yang terlalu jahat. Menculikku lalu memperkosaku. Kau melakukan itu hampir setiap malam.hiikkss..." Riani menarik nafasnya kuat, "mungkin...mungkin jika hari ini aku tak datang bulan, kau pasti akan memasukiku lagi.. Kau terlalu bernafsu padaku. Kau yang tak tahan melihatku, benarkan? IYA KAN?" Braakk!! Suara gebrakan meja terdengar memekakkan telinga. Ingin rasanya Tian kembali meneriaki wanita di depannya ini, namun ia urungkan. Karena melihat bagaimana sifat Riani, sudah bisa dipastikan kalau dirinya tak akan menang melawan Riani. Malahan ia yakin, telinganya akan semakin pekak karena tangisan konyol wanita di depannya ini. "Hikss.. Aku ingin orangtuaku..." bisik Riani dengan wajah polos dan basah dengan air mata. "Haaahh... Kau ikut denganku..." "Aku ingin bertemu orangtuaku, bukan pergi denganmu..." "Tapi hanya aku yang tahu dimana mereka.." "Hiksss..." Riani menatap Tian dengan tatapan polos dan tenang "kau tak bohong?" "Kalau tidak percaya ya sudah..." "Tidak..aku percaya..aku percaya. Ayo! Ayo kita pergi Tian..ayo..." Riani yang kegirangan, tanpa sadar memeluk Tian erat. "Terima kasih Tian. Kau sangat baik. Maaf tadi aku selalu mengatakan kau m***m, walaupun memang itu kenyataannya. Aku tak salah kan? Kau selalu bernafsu melihatku. Benar kan? Jadi aku tak salah, aku..." "Kau bisa diam?!!" Riani tersadar jika ia kembali banyak bicara. Dengan cepat ia melepaskan pelukannya pada Tian dan tersenyum manis namun canggung. Dengan pasti Riani melangkah mundur dan langsung menegakkan tubuhnya. "Maaf..." ucapnya lirih. "Ck! Kekanak-kanakan..." ucap Tian pelan lalu melangkah keluar ruangannya. "Hehehehe...terima kasih Tian, boss m***m yang tampan!" teriak Riani dengan berani. Walaupun tak direspon oleh Tian, ia tahu Tian pasti mendengar teriakannya. Dan benar saja, pria itu langsung menyumpahi Riani karena lagi-lagi meneriakinya m***m, walapun ada embel-embel tampan dibelakang kalimatnya... *****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD