Anastasia, Heni dan Mila melangkah keluar dari ruang kelas setelah sang guru meninggalkan kelas tersebut, kedua sahabatnya menatap ke arah kotak makan yang di bawa oleh gadis tersebut. "Na, tumben lu bawa bekal," cetus Heni yang membuat Anastasia melihat ke arah kotak makan yang ia genggam.
"Bukan buat gue," balas Anastasia yang membuat kedua sahabatnya sontak mengerutkan keningnya lalu menatap satu sama lain. "Terus buat siapa? Buat kita berdua ya," kata Heni sambil menaikkan kedua alisnya yang membuat Anastasia terkekeh pelan saja.
Anastasia menarik nafasnya dalam-dalam lalu berkata, "Buat Rekal." Kedua sahabatnya berhasil dibuat terkejut, bahkan melongo. "Buat siapa? Gue enggak salah dengarkan?" tanya Heni dengan tidak percaya.
Mila menyela, "Lu seriusan itu buat Rekal? Enggak lagi mimpikan?"
"Enggak, ini titipan dari nyokap gue," balas Anastasia yang membuat Heni dan Mila kembali saling menatap satu sama lain. "Kalau dia nolak gimana?" tanya Heni dengan nada sendu.
Anastasia terdiam sejenak membuat Mila yang melihatnya jelas menyenggol Heni yang membuat Heni menatap seraya bertanya. "Sudah sekarang kita gece ke kanti ah, laper banget ini gue," kata Mila sambil menggaet kedua lengan sahabatnya.
Mereka bertiga melanjutkan kembali langkah kaki menyusuri koridor yang tentunya tatapan bertanya, berbisik tidak hilang ketika melihat Anastasia, apa yang dilakukan gadis tersebut kepada Rekal sehingga membuat laki-laki yang terkenal dingin cuek, kini semakin menjadi-jadi bahoan tak jarang mulutnya semakin pedas levelnya. "Na, it's okay?" tanya Mila.
Anastasia tersenyum manis lalu berkata, "Iya Mil, santai. Sudah biasa kok." Mila hanya menatap sendu sahabatnya begitu juga Heni, mereka berdua sering kali ingin melabrak orang-orang yang membicarakan sahabatnya tersebut namun Anastasia selalu saja melarangnya.
"Sekali saja gue mau libas tuh mulut-mulut mereka yang nyinyir!" seru Heni dengan sorot mata yang kesal membuat Anastasia hanya terkekeh saja. "Mereka enggak tahu apapun Hen, jadi biarkan mereka dengan pikirannya masing-masing," cetus Anastasia.
Mila menyela, "Lu tuh terlalu baik buat mereka yang bertindak jauh Na."
"Bukan gue terlalu baik, tapi gue yang enggak mau keluarin sifat jahat gue," balas Anastasia yang membuat Heni dan Mila seketika terdiam saling memandang satu sama lain, tak di pungkiri mereka berdua begidik merinding mendengarnya. "Biasanya marahnya orang yang selalu diamin masalah lebih sadiss Mil," bisik Heni, sahabatnya mengangguk seraya setuju atas perkataan Heni.
Anastasia menoleh dan melihat kedua sahabatnya terdiam menatap ke arahnya. "Lu berdua ngapain diam saja? Enggak mau ke kantin?" tanya Anastasia yang membuat kedua sahabatnya sadar. "Mau lah!" seru kedua sahabatnya lalu berjalan sedikit cepat menghampiri Anastasia yang kini menggelengkan kepalanya pelan.
Kini mereka bertiga sudah berada di area kantin yang cukup ramai, yaps mungkin para siswa-siswi lapar dan memanjakan perut mereka. "Na, lu kaya biasa atau beda nih?" tanya Heni.
Mila menyela, "Gue si kaya biasa Hen." Heni jelas menoleh dengan kerutan kening yang bingung lalu berkata, "Apaan lu biasa biasa, lu pesan bareng gue."
"Lah giliran Ana aja ditanyain, gue masa malah disuruh bareng," cetus Mila.
Anastasia melihat keadaan sekitar seolah mencari seseorang yang akan ia tuju. "Gue bakso sama es teh manis saja," kata Anastasia yang lalu melangkah menghampiri sosok yang sudah ia temui.
Heni dan Mila saling menatap satu sama lain lalu melihat ke arah Anastasia yang kini melangkah jauh dari pandangan mereka berdua. "Lu yakin dia akan baik-baik saja?" tanya Heni dengan khawatir.
Mila menjawab, "Biarin dia selesaiin masalah dengan hatinya sendiri, Rekal harus tahu dia salah diamin Anastasia." Heni menghela nafasnya gusar lalu berkata, "Udahlah kita pesan saja." Kedua gadis tersebut melangkah mendatangi kedai bakso untuk memesan pesanana sahabatnya tersebut.
Sedangkan di sisi lain Anastasia menghampiri keberadaan Rekal yang sedang bersendau gurau dengan sahabatnya dan beberapa temannya tersebut. "Kal," kata Bimo sambil melirik ke arah samping, Rekal mendongak lalu mengerutkan keningnya sebelum akhirnya ia mengikuti lirikan kode sahabatnya.
Semua yang ada disana mendadak diam membisu, mereka hanya memperhatikan kedua insan tersebut yang saling diam. "Eh ada Ana, ada apa Na?" tanya Riki seolah memecahkan keheningan di antara mereka.
"Buat lu, dari nyokap." Sambil memberikan kotak makan berwarna hitam tersebut di hadapan Rekal, laki-laki tersebut melirik sejenak lalu menoleh ke arah gadis yang masih berdiri di samping mejanya.
Rekal menyela, "Ambil, gue enggak butuh." Dengan nada sarkasnya, semua dibuat terkejut namun Anastasia tidak, ia sangat paham dengan sikap Rekal sekarang. "Kalau enggak mau buat gue aja ya Kal," ujar Riki yang lalu ingib mengambil kotak makan tersebut, namun tatapan tajam dari Rekal jelas membuat ia mengurungkan niatnya.
"Celamitan banget lu!" seru Bimo yang membuat Riki hanya mengerucutkan bibirnya, hingga dimana mereka masih terdiam dan rangkulan tangan seseorang di pundak Anastasia membuatnya terkejut. "Hai Na, ngapain disini?" tanya Ari yang membuat gadis tersebut segera menyingirkan pelan tangan laki-laki tersebut dari pundaknya.
Rekal melihat jelas, ia beranjak berdiri lalu mengambil kotak makan tersebut yang membuat Anastasia tersenyum sangat tipis, ia berpikir pemberian sang mamah di hargai. "Buat gue kan?" tanya Rekal dengan datar, Anastasia mengangguk. Laki-laki tersebut melangkah mendekat ke arah tempat sampat yang membuat semua terdiam memeprhatikan.
"Kal!" seru Bimo memperingati.
Riki menyela, "Jangan gilaa Kal! Itu makanan." Rekal tersenyum miring menatap Anastasia yang kini mengepalkan tangannya, Ari yang melihat jelas hanya mengerutkan keningnya. Tangan Rekal melepas begitu saja kotak makan yang ia genggam hingga terjatuh ke tempat sampah, semua menyaksikan betapa teganya sosok Rekal saat itu.
Anastasia menghampiri dengan air mata yang mengalir, bagaimana tidak laki-laki tersebut membuang makanan yang sengaja di persiapkan oleh Mamahnya. Gadis tersebut berdiri tepat di hadapan Rekal dengan air mata yang tidak berhenti turun, ia menatap lekat membuat laki-laki tersebut tertegun merasakan sakitnya. "Ana!" seru Ari yang kini menghampiri.
"Jangan Na, ini kotor," kata Ari yang menahan ketika gadis tersebut mengambil kembali kotak makan yang telah di buang Rekal.
Ari menatap emosi ke arah laki-laki yang terdiam membisu. "Kalau udah nyakitiin seenggaknya lu enggak usah bertindak brengsekk kaya gini! Gue enggak tahu apa masalah lu sama Ana, dan gue enggak tahu siapa yang salah! Tapi gue akan tetap salahin lu karena lu bertindak sampahh kaya gini Kal!" seru Ari yang mendorong Rekal dengan sangat emosi.
"Ri. Stop!" seru Anastasia ketika sudah berhasil mengambil kotak makan tersebut, laki-laki tersebut menghampiri gadis tersebut lalu berkata, "Kita beli baju di koperasi ya Na." Gadis tersebut menggelengkan kepalanya pelan.
Anastasia menghela nafasnya gusar lalu menghampiri laki-laki yang diam menatap tajam. "Gue enggak masalah Kal kalau makanan ini lu terima terus lu kasih orang, tapi lu enggak nghargain banget ngebuang makanan!" seru Anastasia dengan sangat jelas, ia menyeka air mata yang terus turun dari sudut matanya, "Gue enggak akan nyerah dengan perlakuan lu kaya gini, tapi kalau gue udah nyerah dan enggak bertindak apapun, lu sudah tidak ada kesempatan lagi Kal," lanjut Anastasia berbisik.
Laki-laki tersebut terdiam mendengarnya dengan seksama, semua yang melihat hanya menatap satu sama lain sambil berbisik atas kejadian tersebut dan mereka jelas penasaran apa yang dibisiki oleh Anastasia kepada Rekal. "Silahkan, lu harus tahu gue bersikap kaya gini karena lu yang sudah melebarkan luka lama di hati," bisik Rekal kembali dengan senyum miring yang terlihat sangat amat keji.
Anastasia melangkah pergi dari hadapan Rekal yang menatap membenci. "Kal lu tahu siapa yang lebih bajingann daripada gue? Itu lu!" seru Ari dengan sarkas yang membuat laki-laki tersebut mendorong dengan telunjuk jarinya.
"Ana, tungguin gue!" Ari berlari mengejar gadis yang entah ingin kemana.
Rekal mengepalkan tangannya menatap sengit ke arah laki-laki yang sedang mengejar Anastasia tersebut, Rekal kembali berjalan ke arah meja yang tentunta ia mendapat tatapan tidak percaya. "Kal, lu enggak seharusnya kaya gitu," cetus Riki.
Bimo menyela, "Lu terlalu jahatt untuk hal itu Kal." Rekal kembali duduk dan menyeruput minumannya, ia melihat ke arah kedua sahabatnya dengan datar lalu mengalihkan pandangannya. Bimo dan Riki jelas menggelengkan kepalanya tidak habis pikri melihat sikap sahabatnya yang seolah membetoni hatinya.
"Lu harus minta maaf si Kal sama Ana," ujar Riki dengan serius.
"Gue kali ini setuju sama Riki," balas Bimo yang membuat laki-laki tersebut menatap datar ke arah mereka berdua. "Gue enggak akan kaya gini kalau luka gue enggak parah," cetus Rekal yang membuat mereka berdua kini diam membisu
Riki menyela, "Terserah lu dah Kal, nanti kalau nyesel baru tahu rasa lu." Sambil menyeruput minumannya, Rekal yang mendengar jelas terkekeh saja walau sedetik kemudian raut wajahnya berubah datar dan hati di penuhi kegelisahan karena ucapan Riki.
Sedangkan di sisi lain Anaastasia kini berlari ke arah toilet, ia mengunci salah satu bilik yang membuat semua siswi yang berada dakam toilet jelas mengerutkan keningnya. Ari berlari menyusul Anastasia, namun langkahnya terhenti di depan pintu toilet wanita terlebih para siswi-siswi keluar dengan sorot mata yang aneh menatap Ari.
"Ana, lu di dalam?" tanya Ari berteriak, Anastasia mendengarnya dengan jelas suara teriakan tersebut. Ia menangis sesegukkan sambil menatap kotak makan yang ia genggam erat. "Na, lu baik-baik sajakan? Kalau enggak mau keluar gue masuk nih," kata Ari kembali dengan sedikit teriak, sontak Anastasia menyeka air matanya, menarik nafasnya dalam-dalam lalu melangkah keluar dari bilik toilet tersebut.
Anastasia berkata, "Jangan masuk. Gue baik-baik saja." Ia melamgkah ke depan watsafel menatap dirinya sendiri di pantuoan cermina lebar, ia mencuci muka untuk menyegarkan raut wajahnya yang kusut.
"Lu enggak boleh nyerah Na! Dan jangan cerita soal kejadian ini, jangan buat Mamah sedih," gumam Anastasia, ia juga membersihkan kotak makan yang sedikit kotor tersebut.
Anastasia melangkah keluar toilet tersebut yang sudah ditunggu oleh Ari, gadis tersebut jelas mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Lu ngapain masih disini?"
"Mau nungguin lu, takut lu kenapa-napa," jawab Ari dengan senyuman tipis di bibirnya, gadis tersebut jelas menoleh sambil mengerutkan keningnya sebelum berkata, "Gue baik-baik saja kok, santai."
Ari terdiam sejenak ia memperhatikan dari atas hingga bawah gadis tersebut. "Lu serius enggak mau ganti baju?" tanya Ari dengan serius, Anastasia dengan yakin menggelengkan kepalanya pelan. Kedua insa tersebut berjalan bersampingan membuat para siswa-siswi yang berada di lorong koridor sekolahan jelas bertanya-tanya akan mereka berdua.
"Ana jadian sama Ari? Seriusan?"
"Beruntung banget ya jadi Ana, lepas dari Rekal eh dapetnya Ari yang sebelas duabelas tampannya sama Rekal."
"Iri banget si gue sama Ana."
"Murahaan enggak si? Masa baru putus, udah gaet yang baru."
"Ari berani banget si minta ijin sama Rekal buat deketin Ana."
Anastasia menoleh ke arah laki-laki yang terus saja mengikuti langkah kakinya. "Lu ngapain ikutin gue terus?" tanya Anastasia.
Ari menjawab, "Mengantarkan taun putri sampai ke kelas." Dengan senyuman manis di bibirnya, gadis tersebut memutar bola matanya dengan jengah.
Heni dan Mila yang masih berada dikantin kini menghampiri meja Rekal dkk dengan raut wajah emosi yang membuat mereka yang berada disitu jelas terkejut. "Hai Hen, Mil, sini gabung duduk," ucap Riki dengan humblenya
Heni menyela, "Sudah gue bilang kalau nih cowok bakal nolak pemberiaan Ana." Dengan sorot mata yang tajam, sedangkan Rekal yang merasa di omongi hanya melirik saja melalui ekor matanya.
"Kalau enggak tahu masalah apa-apa enggak usah ikut campur," balas Rekal dengan datar.
Heni yang mendengar jelas terkejut lalu tertawa namun sedetik kemudian berhenti kembali menatap dengan sengit. "Gue enggak tahu apa-apa? Gue ikut campur? Eh dengerin gue REKAL YANG TERHORMAT, lu yang enggak tahu apa-apa soal Ana, lu cuman mikriin luka lu sendiri tanpa mikirin lukanya Ana seberapa dalam, apa pantes lu berlaku seperti itu? Enggak sama sekali! Lu pikir Ana mau ada di posisi kaya gini? Enggak Kal, enggak sama sekali! Jadi tolong jangan merasa paling tersakiti, kalau nyatanya lu malah buat orang lain luka," jelas Heni dengan emosi yang menggebu-gebu, Mila jelas mengelus punggung sahabatnya yang tersulut emosi.
"Hen sebaiknya kita cari Ana," bisik Mila yang membuat Heni mulai mengatur nafasnya perlahan, Mila menarik Heni dibanding sahabatnya kembali emosi kepada laki-laki yang hanya diam saja sambil menyeruput minumnya.
"Dasar manusia enggak punya hati!" teriak Heni, Mila terus berusaha membawa sahabatnya agar keluar dari area kantin tersebut. Semua yang disana jelas mendengar dengan sangat amat jelas celetukkan Heni.
Mila berkata, "Hen sudah ish, kita nyari Ana saja."
"Emosi gue ama tuh manusia!" seru Heni yang emosinya menggebu-gebu.
Anastasia kini berada di dalam kelas tentunya dengan Ari yang duduk santai di depan gadis tersebut sambil terus menerus menatap dengan sangat lekat. "Na, jangan nangis karena cowok kaya Rekal lagi ya, air mata lu terlalu berharga untuk itu," ucap Ari dengan sangat tulus.
Gadis tersebut terdiam sejenak sambil membuka kotak makan yang telah ia bersihkan, Ari jelas menatap tidak percaya hingga ia menahan Anastasia untuk membukanya. "Na, ini sudah dibuang, kotorr. Lebih baik kita ke kantin ya," kata Ari sambil menarik tangan Anastasia namun gadis tersebut menolak.
"Ini dari nyokap gue Ri, jadi sayang kalau di buang. Lagipula kan dalamnya enggak kena," ucap Anastasia dengan senyuman tipis di bibirnya, Ari jelas tertegun mendengarnya.
Ari menyela, "Kalau gitu gue minta." Sambil mengambil sendok yang sudah di genggam gadis tersebut, Anastasia jelas terkejut akan kejadian tersebut yang membuat ia menatap dengan lekat. "Ri!" Laki-laki tersebut hanya menaikkan kedua alisnya seraya bertanya, mulutnya sibuk mengunyah.
"Apa?" tanya Ari setelah menelan makanan yang memenuh mulutnya tersebut. "Inikan punya gue! Kenapa lu makan, ish! Katanya kotorr," cetus Anastasia.
Ari menyengir kuda lalu berkata, "Ternyata enak, sayang kalau lu cuman nikmatin sendiri." Sambil menaikkan kedua alisnya yang membuat gadis tersebut mengerutkan keningnya lalu tertawa pelan setelahnya.
"Nah gitu dong ketawa kan jadi makin cantik," ucap Ari to the point ketika melihat gadis di hadapannya tertawa, Anastasia langsung memasang wajah datar kembali membuat Ari terkejut dan mengerucutkan bibirnya. "Yah lemes amat ini mulut, kenapa coba bilang gitu," kata Ari sambil menampar pelan bibirnya sendiri.
Heni dan Mila berlari kecil menghampiri ke ruang kelas setelah mencari sahabatnya ke toilet. "Apaan si Mil," kata Heni ketika tangannya menghadang untuk masuk ke ruang kelas.
"Ssstt." Mila memberi kode melalui matanya yang membuat Heni jelas mengerutkan keningnya lalu mengikuti sorot mata sahabatnya tersebut, Heni jelas terkejut ketika tahu apa yang dilihat. "Itu Ari kan?" tanya Heni, Mila hanya mengangguk untuk menjawabnya.
Anastasia menatap ke arah pintu tepat kedua sahabatnya berdiri. "Ngapain lu berdua di depan pintu?" tanya Anastasia yang membuat Ari jelas menoleh ke arah sorot mata gadis di hadapannya, Heni dan Mila menyengir canggung lalu melangkah mendekati sahabatnya tersebut.
"Itu tadi si Mila tiba-tiba sakit perut," kata Heni yang membuat Mila melotot tidak percaya, namun dengan kedipan maut Heni sahabatnya akhirnya mengerti dan mencetus, "Ah iya tadi sakit perut, makanya berhenti dulu." Anastasia melihat jelas ke arah kedua sahabatnya yang ia tahu bahwa mereka berbohong, namun hanya anggukan seolah percaya yang ia berikan.
"Diri, itu tempat duduk mereka," kata Anastasia tanpa menoleh ke laki-laki di hadapannya, Ari yang mendengar jelas mengernyitkan dahinya.
Heni berkata, "Eh enggak usah, bell masuk juga masih lama kayanya."
"Diri!" Anastasia berseru membuat kedua sahabatnya terdiam mematung, laki-laki tersebut sontak beranjak berdiri dengan senyuman manis di bibirnya. "Kalau gitu gue balik ke kelas, jagain Ana ya, kabarin kalau ada apa-apa," kata Ari yang membuat Heni dan Mila sontak mengangguk dengan kompak.
Anastasia mendongak menatap tajam ke arah laki-laki yang masih berada di pandangannya. "Bye," kata Ari sambil mengedipkan satu matanya yang membuat gadis tersebut hanya menatap datar tanpa merespon.
"Kalau dipikir-pikir Ari manis juga ya," kata Heni sambil senyam-senyum membuat Mila menoyor lalu mencetus, "Lu mah kambing dibedakin juga dibilang ganteng." Anastasia hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat kedua sahabatnya.
Heni dan Mila kini beranjak duduk menghadap ke arah sahabatnya yang masih perlahan melahap makanan. "Na minta dong," ucap Heni yang kini langsung mengambil sendok tanpa persetujuan dari sahabatnya.
"Perasaan gue belum bilang apa-apa deh," cetus Anastasia yang hanya di balas dengan cengiran kuda Heni.
Mila menyela, "Eh bagi. Gue juga mau." Gadis tersebut yang melihat kedua sahabatnya hanya menatap lekat sambil tersenyum tipis, ia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum berkata, "Terimakasih." Kedua sahabatnya jelas terdiam menatap bingung ke arah Anastasia.
"Dalam rangka apa nih lu bilang terimakasih, padahal kita enggak ngelakuin apapun," ujar Mila membuat Heni yang masih menikmati makanan tersebut hanya mengangguk menyetujui.
"Terimakasih untuk yang kalian lakuin sekarang, gue tahu kalian berdua melihatnya," jelas Anastasia dengan senyuman manis di bibirnya.
Kedua sahabatnya jelas terdiam terpaku mendengar ucapan yang di lontarkan sahabatnya tersebut, mereka berdua saling menatap satu sama lain dan tersenyum lebar. "Lu enggak sendirian Na," ucap Heni sambil menggenggam tangan sahabatnya tersebut, sorot matanya jelas terlihat sangat tulus.
Anastasia tersenyum manis bahkan sangat manis. Hingga dimana bell masuk sudah berbunyi membuat semua siswa-siswi yang berada di luar ruang kelas berhamburan untuk segera masuk ke kelas. Pelajaran kembali dimulai, semua para siswa-siswi diam memperhatikan guru yang sedang mengajar di depan ruang kelas.
Rekal melangkah untuk ke rooftop gedung sekolahannya, seperti biasa ia mengeluarkan rokok yang sengaja ia sembunyikan di dekat bangku-bangku sudah tidak terpakai tersebut. Helaan nafas ia lakukan sebelum akhirnya ia membakar rokok dan mengeluarkan kepulan asap dari mulutnya, Rekal terduduk menatap langit yang cerah saat itu. "Lu enggak harusnya bersikap keras kepala Na," gumam Rekal, sesekali ia memejamkan matanya seraya menahan emosi dan tangisan.
"Gue enggak bisa lawan rasa dendam gue Na, gue enggak bisa lawan rasa luka itu," kata Rekal dengan sarkas, berulang kali ia mengisap rokok lalu menghembuskan kepulan asap dari mulutnya.
Dering telepon membuat ia langsung mengambil ponselnya tersebut tanpa pikit panjang lalu mengangkatnya.
"Hm."
"Dimana?"
"Atap."
"Gece balik ke kelas."
"Otw." Rekal lalu mematikan teleponnya secara sepihak membuat sahabatnya hanya mengerutkan keningnya menatap ke arah layar ponselnya.
Bimo bertanya, "Dimana dia?"
"Di atap katanya, udah otw kesini," jawab Riki yang membuat Bimo hanya ber Oh ria saja.
Rekal melangkahkan kakinya menuruni anak tangga menuju ruang kelas yang tidak ada gurunya sama sekali, matanya jelas menatap keadaan kelasnya. "Mana gurunya?" tanya Rekal ketika sudah berada di hadapan kedua sahabatnya.
"Enggak ada, kita pulang cepat," cetus Riki membuat Rekal kini mendaratkan tubuhnya duduk dengan helaan nafas yang gusar. "Jadi lu telepon ngapain?" tanya Rekal dengan serius.
Riki menjawab, "Ya mau ngabarin kalau pulang cepat, nanti salah lagi gue kaga bilang-bilang." Rekal yang mendengar hanya terkekeh saja mendengarnya.
Kepala sekolah mengadakan rapat mendadak dan membuat para guru yang mengajar sontak menghentikn aktifitasnya, dan para siswa-siswi di perbolehkan pulang cepat. Semua siswa-siswi berhamburan keluar dari kelas sambil bersorak senang. "Kita nonton yuk, ada film horor baru," ucap Mila kepada kedua sahabatnya.
Heni menyela, "Wah, boleh tuh."
Mila menatap Anastasia lalu bertanya, "Lu gimana Na?" Gadis tersebut terdiam sejenak menatap kedua sahabatnya dengan sendu. "Boleh deh," balas Anastasia, Heni dan Mila sontak bersorak senang membuat Anastasia tertawa pelan.
"Okeh sekarang kita cua pulang, ganti baju terus ketemuan di mall ya," ucap Heni yang mendapat anggukan dari kedua sahabatnya. Ketiga gadis tersebut kini beranjak berdiri lalu melangkahkan kakinya keluar ruang kelas mereka.
"Hai." Mereka bertiga sontak terkejut ketika melihat sosok Ari yang ada di depan kelas mereka dan menyapa.
"Hai Ri, ngapain di depan kelas kita?" tanya Heni dengan bingung.
Ari tersenyum tipis dengan sorot mata yang melihat kebarah Anastasia. "Boleh gue antar sahabat kalian pulang?" tanya Ari yang membuat Heni dan Mila saling menatap satu sama lain sambip mengangguk seraya mempertanyakan.
"Gue bawa motor sendiri," kata Anastasia yang lalu melangkah menjauh dari ketiga orang tersebut. "Duh Ri, itu mah terserah Ana ya, kita enggak bisa jawab," kata Mila.
Heni menyela, "Kita duluan, kalau mau kawal Ana silahkan." Kedua gadis tersebut melangkahkan kakinya menyusul Anastasia yang sudah jauh dari pandangan mereka.
Ari tersenyum tipis lalu melangkah menyusuri lorong koridor menuju parkiran.
"Kayanya Ari serius soal dapetin Ana Kal," kata Riki ketika mereka bertiga menyaksikan secara langsung bagaimana Ari tidak goyah meskipun di tolak mentah-mentah.
Bimo berkata, "Gue kalau jadi lu si enggak terima Kal."
"Apa yang harus gue enggak terima?" tanya Rekal dengan sarkasnya, ia lalu melangkah meninggalkan kedua sahabatnya yang melongo saling menatap satu sama lain. "Tuh orang bebel amat si dibilangin! Astaga! Nanti kalau ngerasa kehilangan baru tahu rasa deh," omel Riki dengan kesal.
"Kaya enggak paham dia aja si lu, udah ayuk." Kedua laki-laki tersebut kembali menyusul sahabat yang sudah berjalan lebih dahulu.
Anastasia kini menaiki motor sportnya, kedua sahabatnya sudah lebih dulu pulang dan berpamitan kepadanya. "Na, gue anterin ya," ucap Ari yang tiada hentinya berkata.
Gadis tersebut terdiam lalu menoleh dengan jengah ke arah laki-laki yang kini tersenyum manis. "Lu lihat enggak si, gue bawa motor," kata Anastasia dengan geram.
"Lihat," balas Ari.
"Terus kenapa tetep kekeh nganterin gue?" tanya Anastasia yang tidak habis pikir oleh laki-laki di hadapannya, gadis tersebut nenaiki motor sportnya dengan perlahan membuat Ari tersenyum manis. "Gue kawal," kata Ari yang kini menaiki motornya lalu memasang helm fullface yang membuat Anastasia terdiam sejenak sambil mengerutkan kening di balik helm fullface yang telah ia kenakan.
Anastasia melajukan motornya tentunya di ikuti Ari setelah, semua melihat dengan jelas bagaimana mereka secara tidak langsung pulang secara bersamaan dan ketiga laki-laki tersebut melihat dengan sangat jelas. "Gue duluan," ucap Rekal yang kini melajukan motornya dengan kecepatan penuh menjauh dari kedua sahabatnya yang melongo satu sama lain.
"Kenapa tuh bocah," kata Riki yang bingung, karena ia merasa Rekal membawa motor dengan tidak santai.
Bimo terkekeh lalu berkata, "Kaya enggak paham saja lu, panas sayang." Sambil mengibaskan tangannya ke wajahnya seolah sedang mengkipas.
"Ah i see." Setelahnya kedua laki-laki tersebut melajukan motornya keluar dari area sekolahannya.
Sedangkan di sisi lain motor Ari dan Anastasia berjalan secara beriringan, laki-laki tersebut dapat menyesuaikan laju motor kecepatan gadis tersebut. Hingga dimana mereka terutama Anastasia dikagetkan dengan deruan motor yang melaju kencang melewatinya. "Rekal," gumam Anastasia dibalik helm fullface-nya.
15 menit berselang, Rekal kini telah sampai di perkarangan rumah megah yang selama ini ia tempati. Laki-laki tersebut memarkirkan motornya tepat di samping mobil hitam milik sang Ayah.
"Asalamuallaikum," ucap Rekal ketika melangkahkan kakinya masuk ke rumahnya.
Boby - Ayah Rekal yang sedang berada di ruang keluarga sambil melihat berita jelas menoleh ke arah sumber suara lalu menyahut, "Waalaikumsalam Bang, kamu sudah pulang? Kok cepat? Enggak bolos kan?"
"Enggak Yah, su'udzon mulu si sama anak," jawab Rekal yang kini mengecup punggung tangan sang Ayah.
Boby terkekeh sejenak mendengarnya. "Kamu sudah pikirkan mau lanjutkan kemana setelah lulus?" tanya Boby yang membuat Rekal jelas terdiam sejenak membuat pria paruh baya tersebut mengerutkan keningnya menatap sang anak.
"Belum si, tapi kemungkinan ikutin saran Ayah untuk keluar negeri," jawab Rekal dengan senyuman.
"Yakin kamu? Ayah enggak maksa loh, kalaupun kamu mau di Indo ya enggak papa," ujar Boby.
Rekal menyela, "Ya makanya itu abang bilang kemungkinan Yah." Pria paruh baya tersebut hanya manggut-manggut saja mendengarnya. "Yasudah sana kamu istirahat, nanti kalau Bi Yeti sudah selesai masak Ayah panggil," kata Boby.
"Yasudah abang ke atas ya Yah," ucap Rekal yang membuat Boby hanya mengangguk pelan saja, laki-laki tersebut kini melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dengan tas yang ia cantolkan di bahu kirinya saja.
Sedangkan di sisi lain Anastasi telah sampai di depan rumahnya, ia menghentikan laju motornya membuat Ari yang mengikutinya juga menghentikan laju motornya. "Lu sudah boleh pulang," kata Anastasia yang membuat laki-laki tersebut melepas helm fullface-nya.
"Gue enggak disuruh masuk gitu?" tanya Ari.
Anastasia berkata, "Nyokap gue lagi enggak ada dirumah." Laki-laki tersebut hanya manggut-manggut saja.
"Seenggaknya nyuruh gue minum dulu gitu walau depan teras," kata Ari sambil memegang tenggorokannya yang membuat gadis tersebut memutar bola matanta dengan jengah, ia langsung turun dari motor. "Tunggu," kata Anastasia yang kini melangkah masuk ke rumah tersebut.
Ari yang mendengar dan melihat jelas bersorak hingga berjingkrak kesenangan, laki-laki tersebut turun dari motor lalu dudk tepat di tangga teras gadis tersebut. "Nih, gue adanya air putih dingin doang, males seduh es," kata Anastasia yang membuat Ari sedikit terkejut.
"Enggak papa kok, makasih ya," ujar Ari lalu mengambil alih gelasnya dari tangan gadis tersebut, gadis tersebut kini memutuskan untuk duduk tepat di samping Ari.
Anastasia menoleh ke arah laki-laki tersebut lalu bertanya, "Lu suka balap?"
Laki-laki tersebut yang mendengar pertanyaan tiba-tiba tersebut sontak terkejut hingga ia tersedak membuat Anastasia mengerutkan keningnya lalu berkata, "Pelan-pelan aja minumnya, gue juga enggak akan minta kok."
Ari mengatur nafasnya perlahan lalu berkata, "Soryy, gue kaget soalnya sama pertanyaan lu."
Anastasia terdiam menoleh lekat ke arah laki-laki yang kini juga menatapnya. "Lah emang ada yang salah sama pertanyaan gue?" tanya Anastasia.
"Ya enggak ada yang salah si, cuman kaya tiba-tiba saja gitu," ujar Ari yang membuat Anastasia hanya ber Oh ria lalu melihat ke arah motor Ari yang sudah ia ketahui bahwa motor tersebut sudah mendapat sentuhan mekanik handal.
"Kenapa? Lu naksir sama motor gue?" tanya Ari.
Anastasia menjawab, "Motor lu ganteng, apalagi mesinnya." Laki-laki tersebut jelas terkejut menoleh dengan lekat ke arah Aanastasia yang kini juga menatapanya lalu berkata, "Kenapa? Enggak usah kaget gitu kali."
"Lu tahu mesin juga?" tanya Ari untuk memastikan, gadis tersebut terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Ya sedikit lah."