SL. 07

1145 Words
Rekal memasuki kamar mandi bergegas untuk membersihkan tubuhnya dari debu yang menempel. Laki-laki tersebut terdiam menatap dinding kamar mandi yang sudah sedikit hancur karena sering kali ia melampiaskan kekesalannya disitu. "Ana enggak salah, kenapa lu harus bertindak kaya gitu Kal!" seru Rekal yang kini mulai mengepalkan tangannya dengan erat. "Tapi dia– arghhh!!!" Kepalan tangan tersebut mendarat di dinding kamar mandi tersebut hingga membuat tangan laki-laki tersebut mengeluarkan darah segar, Rekal menghela nafasnya dengan gusar ia melirik ke arah jari jemarinya yang terluka. Laki-laki tersebut merasa bersalah namun di satu sisi dendam dan lukanya sangat amat besar, hingga ia tidak bisa mengalahkannya. Rekal menyalakan shower hingga kini dirinya basah terguyur air, darah yang keluar mengalir bersama air. Hingga waktu berlalu begitu cepat, langit sudah teduh menandankan kalau sore akan datang. Rekal masih merebahkan tubuhnya setelah ia mandi dan berganti dengan pakaian santai. Dering telepon membuatnya merba mencari ponselnya. "Ngapain nih orang telepon gue," gumam Rekal. Laki-laki tersebut kini memposisikan dirinya duduk di pinggir kasur king sizenya lalu menerima telepon dari sahabatnya. "Ada apa?" tanya Rekal dengan malas, ia beranjak berdiri lalu melangkah ke arah balkon kamarnya. "Lu dimana?" "Rum–" belum sempat menjawab matanya dikejutkan melihat kedua sahabatnya sudah berada di depan gerbang rumahnya sambil melambaikan tangannya. "Lu berdua ngapain disini?" tanya Rekal dengan heran. Riki yang mendengar pertanyaan sahabatnya jelas memutar bola matanya dengan jengah. "Bukain kek ini gerbangnya, bodyguard bokap lu kaga percaya gue temen lu." Laki-laki yang mendengar jelas terkekeh sejenak lalu menyela, "Kasih handphone lu ke dia." Dari balkon kamarnya laki-laki tersebut melihat sahabatnya memberikan handphone kepada salah satu bodyguard yang menjaga rumah tersebut. "Bukain, mereka teman saya," kata Rekal. "Baik Tuan muda." Laki-laki tersebut lalu mematikan teleponnya secara sepihak ketika melihat pintu gerbang sudah terbuka dan membuat kedua sahabatnya sudah masuk. Rekal berteriak, "Langsung ke kamar gue aja." Kedua sahabatnya mendongak lalu mengangguk. Riki dan Bimo memarkirkan motornya tepat di belakang mobil hitam mewah tersebut, mereka berdua turun dari motor setelah melepas helm fullface-nya. Kedua laki-laki tersebut melangkahkan kakinya masuk ke rumah tersebut. "Loh kalian? Kok tumben baru main sekarang, kemana saja?" tanya Boby yang membuat kedua sahabat tersebut sedikit terkejut. "Eh Om," kata Riki lalu menghampiri pria paruh baya tersebut dan mengecup punggung tangannya dengan sopan. Boby bertanya, "Pasti kalian disuruh Rekal untui kesini ya?" Kedua laki-laki tersebut terkekeh pelan. "Enggak Om, malah kita yang mau ajak dia main keluar, ya healing-healimg sebelum ujian kelulusan," jelas Riki, pria paruh baya tersebut hanya manggut-manggut saja sambil menepuk bahu sahabat anaknya tersebut. "Rekal ada di atas, sekalian panggilin ya. Kita makan bareng," ucap Boby yang membuat Riki jelas menampilkan wajah senangnya. Bimo tersenyum tipis lalu menjawab, "Iya Om nanti kita panggilin sekalian, kalau gitu Bimo sama Riki ke atas ya Om." Pria paruh baya tersebut tersenyum lalu mengangguk pelan, ia melanjutkan langkah kakinya menuju ruang makan yang sudah terhidang menu masakan yang menggugah selera. Ketukan pintu berulang kali membuat laki-laki yang masih setia duduk di balkon hanya menoleh saja, dan benar saja kedua sahabatnya masuk tanpa dibukakan pintu. "Kal, disuruh kebawah tuh sama bokap," ucap Riki to the point ketika melangkah menuju balkon kamar sahabatnya. Rekal mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Ngapain?" "Makan Kal," balas Riki yang kini menaikkan kedua alisnya. Bimo menyela, "Temen lu yang ini malu-maluin banget anjirt." Riki yang mendengar dan melihat sahabatnya menunjuk ke arahnya jelas mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa dia?" tanya Rekal. "Bodyguard lu mau di ajakin ribut sama dia," cetus Bimo yang membuat Rekal jelas terkejut lalu menoleh ke arah Riki yang kini menyengir kuda lalu berkata, "Bodyguard lu baru ya? Makanya enggak kenal kita." Laki-laki tersebut hanya mengangguk lalu beranjak berdiri membuat kedua sahabatnya mengernyitkan dahinya. "Lu mau kemana?" tanya Bimo. "Kebawah, lu berdua enggak mau makan emang?" Rekal melanjutkan langkah kakinya membuat kedua sahabatna saling memandang satu sama lain. "Lah, ya mau kalau di tawarin mah," cetus Riki yang kini menyusul sahabatnya, Bimo menggelengkan kepalanya pelan sebelum melangkah. Ketiga laki-laki tersebut melangkahkan kakinya menuruni anak tangga secara bersamaan, pria paruh baya yang berada di ruang makan jelas mendengar suara celotehan dan derap langkah kaki yang membuatnya menoleh ke arah tangga. "Sini kalian makan bareng," kata Boby yang membuat Riki langsung menghampiri Ayah sang sahabat. "Besok kita buang saja lah," ucap Bimo yang membuat Rekal hanya terkekeh saja. Kedua sahabat Rekal memang lumayan dekat dengan Boby, jadi tak heran jika terkadang mereka berdua terutama Riki menganggap rumah Rekal adalah rumah kedua mereka dan Boby sangat tidak keberatan akan hal tersebut. Riki menatap menu makanan yang berada di meja makan tersebut. "Wih Om makanannya banyak banget kaya mau hajatan," kata Riki yang kini menarik kursi untuk segera duduk, Bobya tersenyum senang mendengarnya. "Feelling kalau kalian mau kesini," ucap Boby yang membuat Riki terkekeh pelan. Bimo menyela, "Maafin Riki ya Om, emang suka malu-maluin dia." Boby terkekeh pelan lalu berkata, "Tidak apa, Om kan sudah mengenal kalian lama." Setelah perbincangan singkat tersebut mereka makan bersama dengan menu masakan yang menggugah selera. "Kalian mau healing kemana emang?" tanya Boby yang membuat Rekal mengerutkan keningnya bingung, lalu menoleh ke arah kedua sahabatnya. Riki berkata, "Ya kita mah tang dekat-dekat saja Om dulu, contohnya ke mall, nonton, main timezone." "Kalau yang jauh nanti setelah kelar ujian saja Om," kata Bimo yang membuat Riki mengangguk seolah setuju atas perkataan sahabatnya. "Entar dulu, apa-apaan nih kok gue enggak tahu apa-apa," kata Rekal yang bingung. Boby sontak mengernyitkan dahinya lalu berkata, "Loh mereka berdua katanya mau ngajak kamu pergi." Rekal sontak menatap dengan sengit ke arah kedua sahabatnya. "Lah gue mah baik, Ayah lu aja ngijinin si," kata Riki yang membuat Rekal memutar bola matanya dengan jengah lalu mencetus, "Pantesan lu berdua tiba-tiba kesini, oh ternyata ada maunya." Bimo menyela, "Gue bosen kalau berdua sama dia doang mah." Boby berkata, "Sudahlah Bang, kamu luangin waktu selagi bisa." Riki yang mendengar tersebut jelas menatap sahabatnta sambil menaikkan kedua alisnya seolah merasa menang karena dibela, Rekal jelas menghela nafasnya gusar. Setelah mereka selesai dengan aktifitas makan bersama, ketiga laki-laki tersebut melangkahkan kakinya keluar dari rumah tersebut setelah berpamitan. "Gue naik mobil," kata Rekal yang membuat kedua sahabatnya jelas mengerutkan keningnya. Riki mencetus, "Lah enggak setia banget lu, kitakan mau tes jalur ini." "Tahu lu Kal, takut amat kena debu," ujar Bimo yang membuat laki-laki tersebut jelas memutar bola matanya dengan jengah, ia mengurungkan niatnya menaiki mobil dan kini melangkah ke arah motor sport kesayangannya Riki dan Bimo bertoss ria setelah berhasil mengompori sahabatnya tersebut. "Jadi enggak?" tanya Rekal yang kini sudah menaiki motornya, kedua sahabatnya lalu menghampiri motor mereka masing-masing sambil tersenyum senang. Rekal hanya menggelengkan kepalanya pelan sebelum memakai helm fullface-nya dan melajulam motornta keluar dari area perkarangan rumahnya. Ketiga motor sport tersebut melaju di tengah jalanan ibu kota yang cukup padat merayap saat itu karena bertepatam dengan jam pulang kerja karyawan. Rekal melajukan motornya membuat Riki dan Bimo yang melihat menoleh satu sama lain sebelum akhirnya mengangguk dan menyusul kecepatan sahabatnya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD