Entah kenapa waktu begitu sangat cepat berlalu, gelapnya malam kini tergantikan dengan sinar mentari yang seolah tersenyum kepada penjuru dunia. Aktifitas kembali dilakukan setiap insan manusia walau dalam keadaan ngantuk, malas namun waktu ters berjalan bukan. "Selamat pagi Mah," ucap Anastasia ketika melihat wanita paruh baya duduk tepat di kursi ruang makan.
"Selamat pagi cantiknya Mamah," balas Meta dengan senyuman manis dibibirnya. Gadis tersebut menarik kursi yang berada disana untuk duduk dengan nyaman, wanita paruh baya tersebut langsung mengambilkan sarapan untuk sang anak. "Kamu semalam pulang jam berapa Kak? Sama siapa?" tanya Meta yang meletakkan piring berisi makanan di hadapan sang anak.
Anastasia terdiam sejenak menatap lekat ke arah sang Mamah lalu berkata, "Eumm dianter Heni sama Mila Mah." Meta hanya manggut-manggut saja membuat Anastasia hanya tersenyum manis lalu perlahan melahap sarapannya.
"Kamu mau di anter atau naik motor kesayangan kamu nih?" tanya Meta.
"Naik motor saja Mah, Mamah kan juga harus kerja," jawab Anastasia yang membuat wanita paruh baya tersebut manggut-manggut lalu melanjutkan sarapannya.
Anastasia terdiam sejenak menghentikan aktifitas sarapannya lalu menatap sendu ke arah sang Mamah. "Maafin Ana Mah sudah bohong, Ana janji akan pertemuin Mamah dengan dia, itu janji Ana Mah," batin Anastasia yang lalu tersenyum manis.
Hingga waktu semakin berlalu mereka berdua melangkah keluar bersama ketika telah selesai kelar sarapan. "Serius nih kamu enggak mau Mamah anterin?" tanya Meta dengan senyuman, tangannya masih setia merangkul di pinggang sang anak.
Gadis tersebut tersenyum manis menoleh ke arah sang Mamah lalu menjawab, "Enggak Mah, aku mau naik motor saja." Meta jelas tersenyum ke arah sang anak lalu membalas, "Yasudah kamu hati-hati di jalan ya."
"Mamah juga, jangan capek-capek ya Mah," kata Anastasia sambil mengecup punggung tangan sang Mamah lalu cipika-cipiki. Gadis tersebut kini melangkahkan kakinya menuju motor sport kesayangannya, Anastasia memakai helm fullface-nya lalu melajukaj motornya terlebih dahulu.
Meta tersenyum tipis lalu masuk ke mobilnya, wanita paruh baya tersebut melajukan mobilnya perlahan menjauh dari area rumahnya.
Sedangkan di sisi lain gadis tersebut menghentikan sejenak laju motornya ke tepi jalan, ia mengambil airpodsnya yang ia letakkan di saku bajunya sesekali gadis tersebut menatap langit biru cerah. Anastasia melajukan motornya ketika airpodsnya sudah tersambung mendengarkan lagu untuk menemani perjalanan menuju sekolahnya.
20 menit berlalu, Anastasia memasuki area gerbang sekolahnya dan memarkirkan motornya dengan rapih namun jelas ia mengernyitkan dahinya ketika melihat sosok laki-laki berdiri disamping motorbsport berwarna biru dengan senyuman merekah di bibirnya. "Yailah ini orang ngapain si," gumam Anastasia.
Gadis tersebut melepas helm fullface-nya dan laki-laki yang tadi berdiri depan motornya kini sudah berada di sampingnya. "Selamat pagi Anastasia yang cantik." Gadis tersebut menatap jengah lalu memutar bola matanya dengan malas.
"Hari ini sarapan apa cantik?" tanya Ari, yaps laki-laki tersebut Ari. Entah kenapa laki-laki tersebut kini seraya mengejar Anastasia, entah rasa penasaran atau emang ia menaruh hati kepada gadis tersebut. "Na, boleh minta nomor enggak? Habisnya gue DM lu enggak pernah bales si," kata Ari yang kini mengikuti langkah kaki gadis tersebut.
Anastasia hanya menghela nafasnya jengah, sesekali ia melirik ke arah laki-laki yang masih terus menerus di sampingnya mengikuti langkah kakinya. "Lu ngapain si ikutin gue?" tanya Anastasia dengan sarkas.
"Lah emang enggak boleh ikutin calon pacar," jawab Ari sambil menaikkan kedua alisnya, gadis tersebut yang mendengar jelas memutar bola matanya dengan jengah.
Rekal melangkah menyusuri koridor sekolah dengan kedua sahabatnya. "Kal, Ana tuh dideketin sama Ari," ucap Bimo.
Laki-laki tersebut menatap lurus ke arah kedua insan yang baru saja dibilang oleh sahabatnya. "Makin gencar saja tuh Ari deketin Ana," kata Riki dengan sorot mata yang memicing.
"Bukan urusan gue," cetus Rekal yang kini melangkah lebih cepat membuat kedua sahabatnya sedikit tertinggal, Riki dan Bimo jelas menoleh satu sama lain sambil mengerutkan keningnya. Hingga dimana Rekal kini sudah berada di belakang kedua orang tersebut lalu berkata, "Jangan ngalangin jalan." Dengan nada sarkas.
Anastasia terdiam, sedangkan Ari menoleh ke arah belakang dengan sorot mata yang seraya menantang. "Lewat mah lewat aja kali," cetus Ari yang membuat Rekal jelas menatap tajam.
Ari menatap dengan sarkas, ia tersenyum menyeringai. "Ada apa nih?" tanya Riki yang menatap ke arah Ari dan Rekal yang seolah saling memandang tajam.
Rekal melanjutkan langkah kakinya menerobos ditengah-tengah mereka dengan jalan yang sedikit kasar, Ari melihat laki-laki yang sudah jauh dari pandangannya dengan senyuman menyeringai. Riki dan Bimo jelas menyusul dengan sorot mata yang sengit ke arah laki-laki yang kini terkekeh melihat tingkah mereka. "Maaf ya Na jadi ganggu jalannya lu, silahkan jalan lagi," kata Ari dengan senyum manis ke arah Anastasia.
Gadis tersebut melengos begitu saja tanpa menggubris perkataan laki-laki yang masih berada di sampingnya, sorot matanya jelas sesekali melihat ke arah lurus keberadaan Rekal yang kini terlihat sudah memasuki kelasnya. "Na, disini ada yang lebih peduli kenapa malah lihat yang enggak peduli," kata Ari yang menyadari sorot mata gadis tersebut.
Gadis tersebut mendengarnya, benar adanya namun ia hanya bisa menghela nafasnya sebelum melangkahkan kakinya masuk ke kelas yang sudah sedikit ramai. Teman sekelasnya jelas menatap ke arah ia dan laki-laki yang masih setia mengikuti.
Anastasia menghentikan langkah kalinya tepat di samping meja dan bangku yang biasa ia singgahi, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menoleh ke arah laki-laki yang tersenyum manis. "Ri, lu bisa enggak si jangan ikutin gue," cetus Anastasia.
"Sayangnya enggak bisa Na," balas Ari dengan yakinnya.
Gadis tersebut mendekat ke arah Ari dengan sorot mata yang tajam lalu mencetus, "Lu lagi taruhan sama siapa buat deketin gue?" Ari yang mendengar jelas terkejut, raut wajah yang tersenyum berubah menjadi datar yany membuat Anastasia malah mengerutkan keningnya.
"Pikiran lu sempit banget ya sampai nuduh gue kaya gitu," kata Ari dengan sedikit kecewa, setelahnya laki-laki tersebut melangkahkan kakinya menjauh dari gadis tersebut dan melangkah keluar ruang kelas Anastasia.
Anastasia terdiam sejenak menatap kepergian Ari, hingga kedua sahabatnya datang dengan raut wajah bingung. "Kenapa si Ari kaya gitu? Muram banget kayanya, habis lu tolak ya?" tanya Heni ketika ia tadi papasan dengan Ari di pintu kelasnya.
Gadis tersebut duduk di bangkunya tanpa menjawab yang membuat kedua sahabatnya saling menatap dengan kerutan kening bingung. "Na, it's okay? Ada masalah apa?" tanya Mila yang kini duduk dibangku lalu menghadap ke arah sahabatnya.
"Lu enggak di apa-apain kan sama Ari?" tanya Heni.
"Enggak, gue yang salah bicara." Heni dan Mila jelas mengerutkan keningnya dengan penuh tanda tanya di kepalanya.
Heni mencetus, "Lu emang bicara apa?" Dengan nada yang menggebu-gebu karena penasaran. Gadis tersebut menghela nafasnya yang semakin membuat kedua sahabatnya penasaran. "Gue nuduh Ari taruhan," kata Anastasia dengan sorot mata yang sendu.
Mila menyela, "Hah? Nuduh taruhan?" Dengan nada terkejut, Heni yang mendengar menoleh ke arah Mila sebelum ia mengernyitkan dahinya ke arah Anastasia.
"Entar dulu entar dulu, jadi muka Ari muram tadi karena dituduh sama lu taruhan buat deketin lu? Benar begitu?" tanya Heni yang membuat Anastasia mengangguk dengan pelan membuat Heni jelas menepuk jidatnya.
Heni berkata, "Aduh Anastasia pikiran lu cetekk banget si."
"Gue bukan cetek cuman waspada," sela Anastasia.
"Terus kalau dia taruhan menurut lu dengan sikap lu kaya gini dia bakal menang atau kalah?" tanya Heni sambil menaikkan kedua alisnya.
"Mau menang atau kalah kita enggak pantes di jadiin taruhan," uajr Mila yang membuat kedua sahabatnya menoleh ke arahnya. "Dia tahu gue ngejar Rekal dulu, dan dia tahu sekarang gue sama Rekal putus dan saling diam, menurut lu logis enggak kalau dia tiba-tiba deketin gue karena suka?" tanya Anastasia.
Kedua sahabatnya diam membisu mendengar pertanyaan sahabatnya tersebut. "Logis saja kalau emang dia suka, kenapa enggak?" tanya Heni.
Mila menyela, "Suka kan bisa kesiapa saja dan datangnya kapan saja, mungkin aja dia emang sudah suka sama lu dari pas lu paacran sama Rekal. Kan kita enggak ada yang tahu."
"Lu nuduh gitu karena hati lu emang enggak mau nerima diakan? Lu enggak mau gantiin posisi Rekal kan?" tanya Heni to the point, sorot matanya seolah menelusuk mencari jawaban.
Anastasia diam membisu seolah mulutnya terbungkam dengan sendirinya mendengar pertanyaan sahabatnya, Heni yang melihat dengan jelas hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Lu yakin bakal terus yakinin Rekal? Lu tahu sikap dia kaya gimana setelah putus sama lu, kalau lu berpikir dia berubah gara-gara kemarin jangan terlalu ge'er Na," jelas Heni.
"Hen, ngomong lu jangan pedes-pedes apa. Kita tuh harus dukung sahabat kita," kata Mila seolah menjadi penenangnya.
Heni mengerutkan keningnya lalu berkata, "Gue ngomong gini karena sayang Ana Mil, lu mau lihat Ana terluka karena perlakuan Rekal?!" Mila terdiam menatap ke arah Anastasia yang terdiam menunduk.
"Tunggu kita lulus, gue janji bakal lupain dia," kata Anastasia dengan nada yakin, namun sorot matanya seolah meragukan.
Heni dan Mila menoleh satu sama lain, helaan nafas dari Heni jelas terdengar. "Gue enggak mau lu semakin dalam lukanya," ucap Heni sambil memegang tangan sahabatnya perlahan, ia tersenyum getir.
Bell masuk berbunyi membuat para siswa-siswi yang masih berada di luar ruang kelas bergegas untuk masuk ke kelas. Pelajaran dimulai, semua mengikuti dan memperhatikan pelajaran yang mulai di ajarkan oleh guru di depan ruang kelas.
Anastasia berdiri lalu melangkah ke depan ruang kelas membuat kedua sahabatnya mengernyitkan dahinya. "Bu saya ijin ke toilet," ucap Anastasia yang membuat sang guru mendongak lalu menjawab, "Silahkan." Gadis tersebut tersenyum manis lalu melangkah keluar dari ruang kelas tersebut menuju toilet.
Setelah selesai dengan aktifitas alamnya, ia melanglah ke arah wastafel untuk mencuci muka. Suara ketawa jelas dapat ia dengar dari arah pintu masuk toilet, namun ia mencoba tidak memperdulikan. "Ada cewek sok cantik ternyata disini," kata salah satu di antara mereka.
Anastasia sempat terdiam menghentikan cuci tangannya. "Gimana rasanya jadi rebutan 2 most wanted sekolah kita? Ke dukun mana?" tanyanya membuat ketiga gadis dibelakangnya jelas tertawa terbahak mendengarnya.
Dia Veranica, cewek populer disekolah tersebut. Semua penghuni sekolah juga tahu, ia adalah penakluk cowok-cowok tampan namun bodohnya ia belum bisa mendapatkan Rekal. Anastasia telah selesai, ia berbalik badan dengan niat untuk melangkah kelaur tanpa membuat keributan. "Eits mau kemana lu?" tanya Veranica sambil menahan bahu gadis tersebut.
"Takut ya?" tanya Gladis - teman geng Veranica.
Anastasia terdiam sejenak lalu menyingkirkan tangan Veranica dengan sedikit kasar yang membuat gadis tersebut tertawa hambar ke arah ketiga sahabatnya. "Wah sudah berani lu sama gue!" seru Veranica dengan nada sengitnya.
"Emang sejak kapan gue takut sama lu?" tanya Anastasia kembali dengan sorot mata yang datar namun membuat siapapun merinding melihatnya.
Gladis menatap tidak suka lalu berkata, "Wah nih anak kurang didikan kayanya." Dengan nada mengompori.
"Makanya gue sekolah," balas Anastasia dengan santainya, Veranica yang mendengar jelas menyeringai lalu menatap tajam tanpa pikir panjang ia mencengkram pipi gadis tersebut dan mendorongnya hingga terpojok di dinding toilet.
Anastasia membalas mencengkram balik dengan erat yang membuat Veranica mengendorkan sedikit cengkramanya di pipi gadis tersebut. "Lu pikir gue bakal diam saja di perlakuin kaya gini, sorry. Lu cuman kenal cupunya gue bukan sadissnya gue," kata Anastasia dengan sarkas.
"Lepasin Vera!" seru Gladis.
"Lu bertiga satu langkah bakal gue lebih kencangin nih cengkraman? Atau gue pindahin cengkraman gue ke leher?" tanya Anastasia dengan sorot mata yang serius.
Veranica mengkode melalui tangannya agar ketiga sahabatnya tidak maju, karena cengkraman gadis di hadapannya tidak main-main. "Gue enggak pernah ada masalah sama lu ya, jadi jangan sampai kita ada masalah karena gue buka incaran lemah lu," kata Anastasia yang melepas cengkraman tersebut.
Veranica menarik nafasnya dalam-dalam, ia memegang pipinya yang sedikit sakit. Sedangkan Anastasia kini kembali ke wastafel untuk mencuci tangan, sorot matanya jelas tajam menatap melalu cermin yang membuat keempat gadis tersebut perlahan keluar dari toilet tersebut. "Gue enggak mau buat masalah sampai lulus," gumam Anastasia sambil menatap lurus dirinya di pantulan cermin tersebut.
Gadis tersebut keluar dengan raut wajah datarnya, terkadang ia semoat berpikir apakah harus kembali seperti dahulu. Anastasia melangkah sambil sesekali menunduk hingga tanpa sadar ia menubruk punggung seseorang yang membuatnya meringis sakit dan memegang dahinya. "Awksshh."
"Siapa si ish!" seru Anastasia lalu mendongak, sorot matanya jelas terkejut mendapatkan Rekal dengan raut wajah datar, kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya. "Na, lu enggak papa?" tanya Riki yang melihat Anastasia memegang dahinya.
Rekal menatap dari atas hingga bawah sebelum bertanya, "Lu enggak punya mata? Atau sengaja mau nabrak gue?" Dengan nada sarkasnya.
Gadis tersebut mengerutkan keningnya lalu melangkah begitu saja dari hadapan Rekal. Laki-laki tersebut menatap dengan datar punggung Anastasia yang semakin jauh dari pandangannya. "Kal, gue enggak bisa lihat lu berdua kaya gini terus," kata Riki yang membuat Rekal mengerutkan keningnya bingung.
"Gue enggak bisa balik sama dia," balas Rekal dengan serius yang membuat kedua sahabatnya mengernyitkan dahinya. "Lu yakin? Gue si enggak, kayanya takdir bukan mempersiapkan lu untuk pisah tapi cumab mempersadar saja," jelas Riki dengan yakin.
Laki-laki tersebut hanya menyeringai kecil mendengae jawaban dari sahabatnya tersebut.