SL. 11

2136 Words
Ujian kelulusan telah di depan mata yang membuat kelas 3 jelas jantungnya berdegup kencang karena sebentar lagi mereka akan meninggalkan sekolah tersebut yang tentunya banyak kenangan yang akan selalu di ingat. Anastasia melangkah berjalan menyusuri koridor sekolahannya menuju ruang kelas yang menjadi tempat ia melaksanakan ujian kelulusannya dan siyalnya itu adalah kelas Rekal dan tempat duduknya pun tempat duduk laki-laki tersebut. "Ana, lu disini?" tanya sosok laki-laki yang membuat gadis tersebut mendongak. "Lu disini juga." Sambil mengerutkan keningnya, laki-laki tersebut mengangguk dengan antusias. "Tuh meja gue," cetus Ari sambil menunjuk bangku yang dibelakang. Anastasia jelas mengikuti arah telunjuk laki-laki tersebut lalu ber Oh ria setelahnya. Gadis tersebut lalu kembali memposisikan kepalanya bersandar di kedua tangannya yang ia buat jadi bantal. Ari tersenyum manis melihatnya lalu melangkahkan kakinya ke arah tempat duduk. Hingga waktu berlalu dengan cepat, bell masuk juga telah berbunyi membuat para siswa-siswi bergegas untuk masuk ke ruang kelas yang sudah di atur oleh pihak sekolah. "Baik anak-anak, siapkan semua peralatan untuk ujian kalian, dan tas, handphone kumpulkan di depan," ucap salah satu guru tersebut. Semua siswa-siswi jelas langsung melaksanakan perintah dari guru tersebut. Ujian berlangsung hening, semuanya mengerjakan dengan tenang walau ada perasaan dag dig duga karena ada 3 pengawas yang mantau dalam setiap kelasnya. Bell istirahat berbunyi membuat para siswa-siswi berhamburan keluar ruang kelas dengan perasaan raut wajah yang sedikit pucat karena baru pertama ujian langsung di suguhi hitung-hitungan. "Ana, main yuk!" seru seseorang yang jelas sangat ia kenal, yaps siapa lagi kalau bukan sahabatnya Heni yang kini melangkahkan kakinya masuk ke ruang kelas yang ditempatinya. "Wah lu sekelas sama Ari," ucap Heni ketika melihat sosok laki-laki yang kini tersenyum manis ke arahnya dan sorot matanya melihat ke arah laki-laki di meja pojok. "Lu sekelas sama doi juga?" tanya Heni dengan berbisik. Anastasia beranjak berdiri sambil mengangguk kecil membuat kedua sahabatnya hanya manggut-manggut saja. "Eh tungguin, gue nyamper malah di tinggal,* kata Heni dengan sorot mata yang heran, Mila terkekeh sejenak sebelum akhirnya merangkul sahabatnya dan menyusul Anastasia yang melangkah keluar dari ruang kelas tersebut. Rekal yang posisinya masih merebahkan kepalanya di atas kedua tangannya yang menjadi bantal jelas kini terbangun, ia melangkahkan kakinya keluar dari ruang kelasnya tersebut untuk menuju kantin yang mungkin sudah ada kedua sahabatnya. "Lah baru mau gue teriak," kata Riki yang berpapasan di depan pintu kelas tersebut. Riki menoleh ke arah dalam ruang kelasnya dengan sorot mata yang sedikit terkejut. "Lu sekelas sama Ari?" tanya Riki, Bimo yang mendengar pertanyaan tersebut jelas mengerutkan keningnya penasaran. "Gue kira sama Anastasia saja lu, ama saingan lu juga ternyata," ujar Bimo dengan entengnya yang membuat Rekal menatap jengah kedua sahabatnya lalu melanjutkan langkah kakinya meninggalkan sahabatnya yany masih melongo tidak percaya. "Heh di Rekal sekelas sama Anastasia juga?" tanya Riki dengan penasaran. Bimo menyela, "Lah lu enggak baca timeline berita soal sekolah hari ini?" Riki menggelengkan kepalanya pelan dengan raut wajah melongo. "Emang ada apa si?" tanya Riki penasaran namun Bimo bukannya menjawab malah melangkahkan kakinya meninggalkan sahabatnya yang semakin melongo. "Si anjinc, gue malah di tinggal!" seru Riki dengan kesal, Bimo yang mendengar seruan sahabatnya hanya terkekeh saja mendengarnya. Sedangkan di sisi lain Anastasia telah duduk santai dengan makanan yang ia beli berada di hadapannya. "Habis kelar ujian kita ke pantai yuk," ucap Heni lalu melahap cemilannya yang ia beli. "Baru juga mulai udah mikirin liburan aja," cetus Anastasia sambil terkekeh pelan membuat Heni menatap dengan memgerucutkan bibirnya. "Lagi lu suka banget sama pantai si, apa-apa ngajaknya pantai mulu," ujar Mila. Heni terdiam sejenak baru saja ingin membuka mulutnya, Anastasia menjawab, "Karena pantai menenangkan." Heni yang mendengar jelas tersenyum manis ke arah sahabatnya. "Yaps, anda benar sekali," ujar Heni yang membuat Anastasia yang melihat hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. "Hai, boleh gabungkan?" tanya Ari yany kini langsung duduk tepat di samping Anastasia yang membuat kedua sahabatnya menatap satu sama lain. Ari kembali bertanya, "Bolehkan?" "Belum di jawab juga lu udah duduk, ngusir juga enggak sopan," kata Anastasia dengan pedasnya, kedua sahabatnya yang mendengar jelas menendang pelan kaki sahabatnya yang membuat gadis tersebut mengernyitkan dahinya bertanya kepada sahabatnya. Laki-laki tersebut tersenyum geli saja membuat kedua gadis dihadapannya ikut tersenyum karena merasa tidak enak. "Ri," panggil Depot salah satu sahabat Ari, laki-laki tersebut hanya nengangguk ke atas yang seolah dapat dimengerti laki-laki tersebut. "Nanti pulang sekolah jangan lupa ya," ujar Depot. Ari mengernyitkan dahinya lalu bertanya, "Lu sudah kabarin yang lain?" Depot hanya mengangguk saja untuk menjawabnya. "Kalau gitu gue ke bocah dulu ya," ujar Depot yang membuat Ari hanya mengangguk pelan. *** Hingga waktu sangat amat cepat berlalu, ujian kelulusan telah selesai dilaksanalan, para siswi-siswi hanya tinggal menunggu jawaban lulus atau tidak pada hari ini. Semua siswa-siswimjelas 3 jelas serempak datang menghadiri sekolah dan berkumpul di tengah lapangan. "Selamat siang anak-anak yang sangat bapak banggakan, bagaimana kabar kalian? Sudah lega telah selesai melaksanalan ujiannya?" tanya Pak Hasan - salah satu guru yang dekat dengan para muridnya karena asik dan selalu pengertian. "Siang Pak!!!!" Semua murid kompak menjawab dengan lantang, pria paruh baya tersebut jelas tersenyum lega menatap kepada murid yang berdiri tepat di hadapannya. "Hari ini bapak akan membacakan surat kelulusan untuk kalian semua," ucap Pak Hasan yang membuat mereka yang mendengarnya jelas kini terdiam menatap dengan sorot mata yang berharap. Pak Hasan terdiam dengan raut wajah lesu ketika membuka surat yang ada di genggamannya, ia menatap ke arah para muridnya dengan sorot mata yang sendu, jelas mereka yang melihat jelas mengerutkan keningnya sesekali menoleh ke arah teman yang ada di sampingnya. "Bapak enggak tega untuk membacakan, namun bagaanapun kaliam harus terima," kata Pak Hasan yang semakin membuat jantung berdebar hebat. "Duh gue deg-deg'an ini." "Apa jangan-jangan ada yang enggak lulus ya." "Kira-kira kita lulus enggak ya." "Pak Hasan cepatan dong bacain! Kita penasaran!" "Pak ada yang enggak lulus ya?" Para murid mulai berceloteh karena mereka deg-deg'an dengan sorot muka Pak Hasan yang seolah tidak meyakinkan kalau mereka lulus 100%. Pak Hasan menarik nafasnya lalu berkata, "Baik-baik bapak akan bacakan, kalian harus terima semuanya ya kalau–" perkataannya digantung dengan sorot mata yang menatap ke arah para murid yang menatapnya dengan penasaran. "KALAU KALIAN LULUS 100% TANPA KURANG!" teriak Pak Hasan yang membuat mereka yang mendengar jelas langsung bersorak berjingkrak karena senang. "AHHHH KITA LULUS GAISSS!!!!" teriak semua murid High School Nusantara tanpa terkecuali, para guru yany menyaksikan jelas turun bersuka cita karena kelulusan para muridnya. Pak Hasan mengetuk mic yang ia pegang membuat para murid yang tadinya bersorak kini menghentikan aktifitasnya dan memperhatikan pria paruh baya tersebut yang masih setia berdiei di depan mereka semua. "Sekarang Bapak minta kalian semua tepuk tangan untuk keberhasilan bersama," kata Pak Hasan yang kini menaruh mic-nya lalu melakukan tepuk tangan, semua murid serentak bertepuk tangan yang tanpa sadar membuat mereka menangis terharu. Anastasia, Heni dan Mila berpelukan dengan bahagianya. "Kita lulus,* kata Mila yang membuat kedua sahabatnya mengangguk dengan antusias. "Kita harus liburan buat ngerayain semuanya," ucap Heni. Anastasia berkata, "Makasih selama disekolah kalian sudah mau menjadi sahabat gue." Heni dan Mila menatap lekat ke arah sahabatnya yang tersenyum sedih, air mata gadis tersebut tanpa sadar turun begitu saja melalui sudut matanya. "Ahh Ana jangan nangis," kata Heni yang langsung memeluk sahabatnya tersebut. "Kita akan selalu jadi sahabat lu kok Na," ucap Mila yang kini ikut memeluk. Heni mengangguk seraya menyetujui perkataan sahabatny tersebut, mereka berpelukan dengan sangat erat, air mata mereka bertiga tidak tertahankan lagi namun beberapa detik kemudian mereka saling menatap satu sama lain lalu tertawa. "Kalian bertiga, selamat ya," kata Riki yang tiba-tiba saja membuat ketiga gadis tersebut mengernyitkan dahinya lalu tanpa pikir panjang menyambut jabat tangan laki-laki tersebut. "Kalian juga selamat ya," kata Heni dan Mila, Anastasia hanya tersenyum manis saja. Sorot mata gadis tersebut jelas melihat ke arah laki-laki yang kini mulai dikerubungi para siswi untuk berfoto sebagai kenang-kenangan. "Ana, boleh gue foto sama lu buat kenang-kenangan." Anastasia yang mendengar perkataan tersebut jelas menoleh ke arah sumber suara yang ternyata itu adalah Ari. Anastasia terdiam sejenak melihat ke arah laki-laki tersebut yang menatapnya dengan senyum tipis menunggu jawabannya, tanpa disadari sosok Rekal yang sedang sibuk di ajaki foto walau dengan raut wakah datar dan senyum yang sangat tipis melirik ke arah Anastasia dan Ari seolah tidak suka. "Na, itu jawaba! Malah diam saja," ujar Heni yang menyadarkan sahabatnya. Gadis tersebut lalu melangkah ke arah samping laki-laki tersebut yang membuat mereka yang melihat jelas mengernyitkan dahinya. "Katanya mau foto," ucap Anastasia dengan wajah datar, Ari yang menyadari jelas memberikan ponselnya kepala Heni lalu berkata, "Tolong fotoin ya." Beberapa kali Heni mengambil potret Anastasia dan Ari dengan berbagai gaya walau terkadang sahabatnya hanya berwajah datar. "Makasih ya Na," kata Ari dengan senyuman tipis, Heni memberikan ponsel laki-laki tersebut. Anastasia terdiam menatap Ari yang sesekali ia juga menatap ke arah Rekal yang tanpa menoleh dan melihat ke arahnya. "Kalau gitu gue ke teman-teman gue dulu ya, makasih ya Hen, Na makaish ya," kata Ari, Heni mengangguk sambil menjawab, "Santuy." Laki-laki tersebut melangkahkan kakinya menjauh dari ketiga gadia tersebut namun Anastasia menahannya dengan memanggil, "Ri." Ari yang mendengar jelas membalikkan badan lalu menyahut, "Iya Na, ada apa?" Gadis tersebut terdiam sejenak membuat mereka yang berada disana dan mendengar panggilan tersebut jelas menatap dengan sorot mata yang penasaran. "Gue mau es krim nanti," kata Anastasia yang membuat Ari jelas mengerutkan keningnya bingung, tidak hanya Ari bahkan kedua sahabtnya menatap bingung. "Es krim?" tanya Heni sambil mengerutkan keningnya, Mila hanya menghendikkan bahunya. Ari terdiam sejenak namun Anastasia tak berkata satu katapun, hingga laki-laki tersebut tersenyum manis lalu berkata, "Oke, gue tahu kedai es krim yang enak." Gadis tersebut mengangguk. "Yasudah nanti kita berangkat bareng," ucap Ari. Anastasia menyahut, "Gue tunggu." Laki-laki tersebut tersenyum lalu mengedipkan satu matanya sebelum melangkah kembali untuk menuju teman-temannya. Heni dan Mila kini menghampiri sahabatnya yang berbalik badan. "Es krim? Ada apa nih dengan es krim?" tanya Heni sambil menaikkan kedua alisnya lalu menyenggol pelan sahabatnya yang membuat Anastasia jelas tertawa pelan. "Apaan si Hen, enggak ada apa-apa," kata Anastasia yang menbuat Heni hanya menatap dengan sorot mata penasaran sambil menaikkan kedua alisnya seraya meledek. Mila menyela, "Kalau ada apa-apa ya enggak papa, kayanya si Ari suka banget sama lu." Gadis tersebut hanya terkekeh saja mendengarnya. "Sudah ah, gue mau ke toilet dulu," ucap Anastasia yang lalu melangkahkan kakinya membuat Heni berteriak, "Mau ditemenin enggak?" Anastasia mengangkat tangannya lalu melambai seolah menolak. Gadis tersebut melangkahkan kakinya menuju toilet, koridor sekolah sedikit sepi karena semua murid pada berkumpul di lapangan atau ada yang kini ke kantin. Anastasia telah selesai dengan urusan alamnya, ia mencuci tangan lalu setelahnya ia melangkah keluar dari toilet. "Awksh! Apa-apaan si!" seru Anastasia ketika tiba-tiba tangannya di cengkram lalu membuatnya terpojok ke dinding. "Apaan si Kal! Sakit!" seru Anastasia yang kini berontak untuk terlepas dari cengkraman tangan laki-laki tersebut. "Jauhin Ari!" seru Rekal yang membuat gadis tersebut mengenryitkan dahinya. "Apa urusannya sama lu?!" seru Anastasia dengan sarkas, Rekal yang mendengar jelas terdiam hingga perlahan ia melepas cengkraman tangannya kepada Anastasia. Rekal menatap lekat ke arah gadis yang ada di hadapannya, sorot matanya benar-benar menelusuk. "Gue bilang jauhin ya jauhin! Jangan murahaan jadi cewek!" seru Rekal dengan kesal, Anastasia yang mendengar jelas tersenyum miris. "Gue murahaan? Bacot lu tolong di jaga! Gue sama lu sudah selesai, kalau gue mau deket sama siapa juga enggak jadi masalah! Bukannya gue udah bilang, kapan saja gue bisa nyerah sama lu," jelas Anastasia dengan sarkas, jelas matanya mengembeng menahan air mata ketika ia menyorot sorot mata yang masih menjadi selalu ia rindukan. Rekal terbungkam karena perkataan gadis tersebut. "Ari itu enggak baik! Lu enggak tahu gimana brengsekknya dia!" seru Rekal. "Lu enggak ngaca? Apa lu udah baik selama ini? Apa sikap lu selama ini engga nyakitiin gue? Gue cuman menceritakan yang sebenarnya, tapi lu malah benci dan nyalahin gue. Lu pikir gue mau ada di posisi kaya gini? Lu pikir gue sengaja buat lu luka? Apa lu enggak mikir kalau gue juga terluka," jelas Anastasia, air matanya tidak bisa tertahan lagi. Gadis tersebut menyeka air matanya, Rekal melihat dengan jelas air mata tersebut dadanya jelas merasakan sesak. Laki-laki tersebut mengepalkan tangannya menahan amarah karena telah melihat air mata yang turun begitu saja dari mata cantik gadis tersebut. "Gue enggak khianatin lu, tapi sikap lu seolah nyalahin kalau kesalahan gue fatal seperti pengkhianatan," ujar Anastasia. Anastasia melangkah perlahan menjauh, namun ia menghentikan langkahnya sejenak, ia diam membelakangi tanpa menoleh kr arah Rekal. "Gue bilangin ini untuk yang terakhir, temuin Mamah. Gimanapun dia orang tua kandung lu, datengin makan Papah biar dia enggak kesiksa di alam saja. Gue mungkin enggak ngerasain gimana lu dulu, tapi rasa sakit yang lu rasa kini sudah didapetin oleh Mamah bahkan sakit yang di rasa kini berimbas ke gue," jelas Anastasia dengan perlahan, gadis tersebut melanjutkan langkah kakinya menjauh dari Rekal yang terdiam. Laki-laki tersebut mengepalkan tangannya dan beberapa detik kemudian ia memukul kencang dinding yang berada di hadapannya hingga membuat tangannya memar bahkan terluka, ia menatap getir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD