SL. 08

1150 Words
Anastasia berjalan menuruni anak tangga dengan pakaian yang selalu cocok dengan dirinya, celana levis dan kaos hitam polos serta tas selempang sangat pas untuk dirinya. Gadis tersebut melangkah menghampiri sang Mamah yang sedang bersantai di ruang keluarga sambil menonton televisi. "Mah, aku pamit keluar ya sama Heni dan Mila," ucap Anastasia sambil memeluk dari belakang wanita paruh baya tersebut. Meta yang sedang asik menonton televisi sedikit terkejut, ia melirik lalu tersenyum manis ke sang anak sambil mengelus pelan tangan Anastasia yang melingkar memeluknya dari belakang. "Mau mamah anterin sayang?" tanya Meta yang membuat Anastasia terdiam sejenak lalu bertanya, "Emang Mamah enggak ada janjian sama orang?" "Kamu ke mall Graha kan?" tanya Meta yang membuat gadis tersebut hanya mengangguk dengan senyuman manis. Wanita paruh baya tersebut lalu beranjak berdiri membuat Anastasia jelas mengerutkan keningnya bingung. "Sekalian saja, Mamah kebetulan ke arah mall tersebut," kata Meta. Anastasia menyela, "Mamah janjian sama orang daerah situ?" "Ya lewatin mall Graha si," jawab Meta, gadis tersebut terdiam sejenak menatap ke arah wanita paruh baya yang kini berjalan ke arah meja nakas untuk mengambil kunci mobil. "Gimana? Mau sekalian bareng Mamah?" tanya Meta sekali lagi, sambil sesekali melihat ke arah jam di tangannya. Anastasia tersenyum manis lalu merangkuk mesra lengan sang Mamah lalu berkata, "Boleh deh, sudah lama juga enggak di anterin Mamah." Meta tersenyum tipis lalu mengacak-ngacak pelan pucuk rambut sa g anak yang bersandar di pundaknya. Mereka berdua melangkah keluar dari rumah tersebut menuju mobil yang sudah terparkir dihalaman rumah. "Silahkan Nyonya," kata Anastasia ketika membukakan pintu mobil pengemudi untuk sang Mamah, wanita paruh baya tersebut jelas terkekeh pelan melihat perlakuan anak gadisnya tersebut. Anastasia berjalan lalu masuk ke mobil, tidak lupa ia memakai seatbeltnya. Gadis tersebut menoleh ke arah Meta dengan senyuman manis yang membuat wanita paruh baya gemas sendiri dengan sang anak. "Sudah siap?" tanya Meta. "Let's go!" seru Anastasia dengan senangnya. Meta menoleh ke arah anak gadisnya yang kini seolah bernyanyi sambil berjoget mengikuti lagu yang disetel, wanita paruh baya tersebut terkekeh lalu bertanya, "Kak tadi makanannya dimakan sama dia enggak?" Anastasia yang mendengar terdiam sejenak, bahkan ia menghentikan aktifitasnya yang membuat Meta jelas mengernyitkan dahinya. "Kak." Anastasia menoleh ke arah wanita paruh baya tersebut sambil tersenyum sebum akhirnya berkata, "Dimakan kok Mah." "Serius Kak? Wah besok Mamah buatin lagi deh, semoga saja perlahan dia bisa nerima dan maafin Mamah," kata Meta dengan sendu, Anastasia sontak langsung menatap lurus ke arah jalanan ia menggenggam tangannya dengan erat seolahm merasa bersalah kepada Mamahnya karena berbohong. "Maafin Ana Mah sudah bohong, tapi ini demi kebaikan Mamah, mana mungkin Ana bilang yang akan menyakiti hati Mamah," batin Anastasia sambil melirik ke arah sang Mamah dengan senyuman getir. "Kak." "Kak." "Anastasia." Gadis tersebut sontak terkejut atas panggilan tersebut yang membuatnya ia tersadar lalu berkata, "Iya Mah." Meta mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Ih kamu ngelamunin apasi." Anastasia menyengir kuda saja menanggapinya membuat wanita paruh baya tersebut menggelengkan kepalanya pelan. 20 menit kemudian Meta menghentikan mobilnya di pinggir jalan tepat di depan mall tersebut, yaps Anastasia lah yang meminta agar sang Mamah tidak perlu repot-repot memasuki area mall. "Kak, kalau mau pulang kabarin Mamah ya," kata Meta yang membuat Anastasia mengangguk dengan senyuman manis, ia melepas seatbelt-nya lalu turun dari mobil tersebut. Meta menurunkan kaca mobilnya membuat Anastasia melambaikan tangannya dengan senyum manis kepada sang Mamah, Meta jelas menyambut hangat. "Mamah hati-hati ya, kabarin kala sudah sampai," ujar Anastasia, wanita paruh baya tersebut mengangguk sebelum akhirnya melajukan mobilnya menjauh dari sang anak gadis. Anastasia menghentikan senyum manisnya, ia menatap sendu ke arah mobil sang Mamah yang mulai menjauh dari pandangannya. "Maafin Ana Mah," gumam Anastasia, ia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya berbalik badan dan melangkah menuju mall Graha tempat janjian ia bersama kedua sahabatnya. Dering telepon membuat Anastasia tanpa pikir panjang langsumg mengambil handphonenya yang berada di tas selempang yang ia kenakan, gadis tersebut langsung mengangkatnya. "Halo," kata Anastasia yang kini sudah memasuki mall megah tersebut. "Lu dimana? Sudah otw belum?" Anastasia jelas mengerutkan keningnya lalu berkata, "Gue udah di mall, nih baru masuk." "Gue sama Mila sudah di depan bioskop, udah gue pesanin juga tiketnya." "Tumben." Gadis tersebut lalu mematikan teleponnya secara sepihak yang membuat Heni jelas menatap layar ponselnya dengan kesal. "Aishhh!!! Nih orang kebiasaan banget asal matiin," cetus Heni dengan kesal yang membuat Mila terkekeh pelan lalu berkata, "Lu kaya enggak tahu dia saja." Heni menyela, "Emang kudu di jitak ini mah." Mila hanya tertawa saja melihat raut wajah kesal sahabatnya tersebut. "Dia udah dimana?" tanya Mila. "Baru sampe," balas Heni yang membuat Mila hanya mengangguk pelan saja menanggapinya. Beberapa menit kemudian Anastasia telah sampai di lantai tempat bioskop berada. "Tuh dia," kata Mioa ketika melihat Anastasia memasuki area bioskop. Anastasia melangkahkan kakinya ke arah sahabatnya yang terduduk manis menatap ke arahnya. "Lu tumben lama banget," kata Mila. "Lu berdua tumben cepat banget," cetus Anastasia yang membuat kedua sahabatnya jelas mengerutkan keningnya lalu menatap satu sama lain. "Yeuh kan nih bocah ngeselin banget!" seru Heni yang membuat Anastasia hanya terkekeh sejenak lalu duduk tepat di tengah-tengah mereka. Mila berkata, "Emang benar Hen kata lu, dia ngeselin banget." "Loh bukannya gue kangenin ya," balas Anastasia yang membuat kedua sahabatnya memutar bola matanya dengan jengah sambil belaga muntahh. Gadis tersebut jelas tertawa pelan yang membuat kedua sahabatnya yang tadinya ingin mencubit, menjitak, kini malah ikut tertawa karenanya. "Ana, Heni, Mila. Kalian nonton juga?" Ketiga gadis tersebut menghentikan ketawanya ketika melihat siapa yang bertanya, sorot mata mereka terkejut terutama Anastasia. Heni bertanya, "Iya, lu bertiga juga nonton?" Yaps, mereka bertemu dengan Rekal dkk. "Iya nih," jawab Riki sambil menunjukkan tiket film yang telah dibeli melalui online. Mila bertanya, "Nonton film horor juga?" Kedua laki-laki mengangguk, sedangkan satu laki-laki hanya terdiam saja sambil mengalihkan pandangannya. "Jangan, jangan–" Heni beranjak berdiri lalu melihat tiket yang dipegang oleh Riki hingga membuat mereka jelas mengerutkan keningnya, Anastasia hanya terdiam saja walau sesekali sorot matanya ke arah Rekal. Heni menatap terkejut, berulang kali ia menatap ke arah tiket. "Kenapa si Hen?" tanya Mila dengan penasaran. "Mereka satu baris sama kita," kata Heni yang membuat Anastasia jelas terkejut, jantungnya berdegup kencang. Rekal juga terkejut namun muka datarnya menutupi itu semua. "Waduh kayanya kita emang di takdirin buat bersama nih," kata Riki yamg membuat Heni menatap jengah. Heni menyela, "Kebetulan saja." "Ganti film," kata Rekal yang membuat kedua sahabatnya menoleh dengan kompak, kedua gadis juga terkejut namun Anastasia hanya terdiam saja mendengarnya seolah ia sudah memaklumi dengan keadaan itu. Bimo menyela, "Apaan si lu gonta ganti." "Plis deh Kal, ini film lagi beken belinya aja kudu online, dan ini tiket yang langkah," jelas Riki dengan nada si dramatis sambil mengangkat tiketnya tersebut. "Yeuh, kenapa lu? Takut sama horor," cetus Heni dengan nada sinisnya, sorot matanya jelas meremehkan. Rekal yang mendengar hanya terdiam saja sesekali ia melirik ke arah gadis yang sedari tadi diam saja. Pintu teater 3 sudah di buka. Pengumuman tersebut membuat mereka berenam langsung melangkah ke arah teater bioskop tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD