nasib pondok persilatan

1050 Words
“Blue … apakah Shifu marah kepada kami?” tanya Jiao Er “Aku rasa kalau marah kepada kalian semua tidak, kecuali kepada mereka bertiga. Tapi nanti akan ku tanyakan. Aku rasa juga ada baiknya kalian semua meminta maaf pada ayahku, dan bicara baik-baik mau kalian seperti apa,” usulku. Aku pergi meninggalkan para murid ayah, kembali menuju rumah. Setibanya di rumah, ayah sedang duduk di teras depan sambil menikmati secangkir teh hijau kesukaannya. Ku hampiri ayah yang sedang duduk sendiri. “Apakah ayah marah?” tanyaku dengan takut-takut. “Tidak, aku tidak marah padamu, dna aku juga tidak marah pada mereka. Aku hanya kecewa saja atas perilaku ketiga orang muridku yang selama ini aku percaya mereka dapat mengajarkan teman seperguruan tanpa ada rasa sombong. Tapi kali ini aku baru melihat dna mendengar sendiri, bahwa mereka bertiga benar-benar membuatku teramat sangat kecewa,” lirih Ayah. “Lalu apakah menurutmu keputusan untuk menutup pondok perguruan silat, merupakan ide yang baik?” tanyaku “Aku rasa baiknya memang seperti itu, karena setelah aku mendengar pengakauan Jiao Er, mereka justru takut kalau ada mereka bertiga. Lantas ketika aku pergi bersamamu, meninggalkan pondok, aku berpikir, pasti yang akan mereka bertiga lakukan adalah menindas para murid lainnya. Dan aku sangat tidak suka akan hal itu. hal tersebut akan menjadi sebuah dosa bagiku, jika aku terus membuka pondok ini.” Aku mengerti akan kerisauan ayah. Ia takut kalau sampai pondok persilatan yang sudah ia bangun akan di salah artikan nantinya jika Ayah pergi dan tinggal bersamaku di Amerika sana. “Baiklah, aku mengerti akan apa yang ayah pikirkan. Ayo sekarang saatnya ayah istirahat dan jangan terlalu memikirkan mereka bertiga. Aku tidak ingin ayah sakit, hanya karena ayah memikirkan mereka bertiga,” ucapku. “Jujur saja, aku memang memikirkan mereka bertiga. Timbul rasa penyesalan dalam diriku ini yang begitu percaya pada mereka, hingga aku melupakan murid-muridku yang lain.” Air mata ayah menetes di pipinya. “Ayah, sudahlah, mungkin memang sudah jalanya seperti ini, ayah dapat mengetahui siapa mereka bertiga yang sebenarnya. Kau boleh bersedih, tapi jangan terlalu lama, karena masih banyak murid-muridmu lainnya yang masih membutuhkan ilmu silatmu. Dan kau juga jangan pernah bilang menyesal karena telah mengajari mereka ilmu silat. Bagiku kau tidak bersalah, yang bersalah adalah bagaimana cara mereka memahami dan menerapkan ilmu yang kau berikan. Jika mereka tidak bisa menerapkan dengan baik, ya itu salah mereka. Kau kan sudah memberitahukan bahwa itu tidak baik bukan?” aku berusaha untuk menenangkan hati Ayah. “Blue, terima kasih kau sudah hadir dalam hidupku.” Ayah memelukku dan mencium keningku. “Terima kasih juga Ayah, karena kau juga telah mengajarkanku banyak hal,” jawabku. Sementara itu di pondok persilatan … Ming Zhe, Xiao Min, dan Xa Chou dan para murid lainnya masih berada di sana. Mereka semua menangis, saat ayah mengatakan akan menutup pondok persilatan ini. Para murid lainnya juga menyalahkan mereka bertiga atas perilakunya yang sudah mengecewakan ayahku. Satu per satu mereka pergi dari pondok persilatan dengan tetap menyalahkan mereka bertiga. “Ini semua gara-gara kalian bertiga! Kalau saja kalian tidak bersikap merendahkan kami  dan merendahkan wanita, mungkin Shifu masih akan tetap membuka pondok persilatan ini.” Ucap para murid wanita. “Hey Dao Zhe, kau mau kemana? Kau jangan pergi sebelum kau bebaskan kami!” pinta Ming Zhe “Baiklah, aku akan membebaskan syaraf kalian terlebih dahulu.”dengan sigap, Dao Zhe langsung membebaskan syaraf mereka yang sudah di kunci oleh Dao Zhe. Dalam perjalanan pulang, Dao zhe berpikir untuk menemui gurunya, dan juga Blue. Ia sudah lama tidak berjumpa dengan Blue. Bagi Dao Zhe, sosok Blue adalah sosok seorang gadis yang selalu memberikannya semangat hidup, dan juga teman berbagi ilmu pengetahuan. Dari Blue, Dao Zhe belajar banyak hal, mulai dari ilmu pengetahuan, ilmu social, ilmu hitung, sampai berbahasa Inggris Blue adalah sosok yang sangat sempurna bagi seorang gadis seusianya. Di saat para gadis lain sibuk mencari seorang kekasih atau sibuk berbelanja dan berpesta, tapi tidak untuk Blue. Dao Zhe tidak pernah menemui Blue pergi ke pesta hingga mabuk layaknya anak muda zaman sekarang. Atau menghabiskan uang banyak hanya untuk yang tidak jelas. Diam-diam Dao Zhe menaruh hati dan perasaannya untuk Blue, tapi … ia sadar betul, kalau fisiknya sangatlah jauh dari kata sempurna. Sebetulnya ketidak-sempurnaan Dao Zhe ada pada bentuk giginya yang terlihat maju. Tapi kalau dari segi tampan, ia tak kalah tampan dengan salah satu actor masa kini. “Permisi,”teriak Dao Zhe dari luar rumah. “Ya,” jawab ayah “Selamat siang Shifu, apakah boleh saya bertemu dengan Blue?” tanya Dao Zhe dengan sopan “Hmmm … sebentar akan ku panggilkan, kau duduk di sini dulu ya bersamaku, ada yang ingin kusampaikan padamu,” titah Ayah “Baik Shifu.” “Blueee … ada Dao Zhe, cepat bikinkan minuman untuknya!” titah Ayah “Baik,” jawabku “Kau darimana dan hendak kemana?” tanya Ayah “Dari pondok persilatan, dan hendak ke rumah Shifu, aku … sudah lama tidak bersua dengan Blue. Mungkin saja ada beberapa buku yang bisa kupinjam darinya,” ucap Dao Zhe. “Aaahh …pinjam  buku rupanya, ya … ya … aku ingat kalau kau dan Blue sama sama pecinta buku. Hmm baiklah sebelumnya aku ingin mengatakan padamu, kalau saat ini aku sangat bangga padamu!” “Bangga padaku Shifu? Memangnya kenapa?” tanya Dao Zhe        “Karena pagi ini, kau sudah menunjukkan padaku bagaimana menjadi seorang pria sejati, dan bagaimana menjadi seorang ksatria sejati, dan juga aku cukup bangga padamu, karena apa yang telah ku ajarkan padamu, di serap dengan baik. Aku minta padamu, tolong pertahankan sifat dan sikap pria mu ini! Jangan sampai ada yang berubah. Walau dunia yang berubah padamu, tapi tetaplah pertahankan kualitas dirimu dan jati dirimu yang sesungguhnya.” “Baik Shifu.” “Jujur saja, aku sebenarnya ingin mewariskan pondok persilatan ini padamu,aku yakin dan percaya, kalau pondok persilatan yang sudah aku bangun sejak 15 tahun lamanya akan berkembang menjadi lebih baik.” “Apa? Shifu mau menyerahkan pondok persilatan padaku? Tidak … aku tidak mau!” “Kenapa kau tidak mau?” tanya ayah             “Sebab aku ingin mengejar cita-citaku sendiri, aku juga punya tujuan hidupku sendiri, bukan hanya tinggal di sini lalu menikah dengan wanita di sini. Tidak begitu Shifu. Tapi aku juga ingin sama seperti Blue yang bisa mewujudkan cita-citaku. Aku belajar banyak dari Blue  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD