Psycho

1016 Words
"Aku punya usul, tapi itu terserah pada paman dan papa." Jethro dan Aaron saling melirik satu sama lain, dan melihatku dengan tatapan penasaran. "Apa yang ingin kau katakan pada kami?" tanya Aaron penasaran "Aku tahu kalian sangat kesal dan masih marah pada Paman Matthew, tapi aku punya usul, bagaimana kalau kita meminta bantuan nya." "Jangan gila kau Blue, aku tidak akan pernah mau untuk meminta bantuannya," tegas papa Jethro "Itu terserah padamu, tapi bagiku ini… mmmm tidak… tidak kau benar pa, baiklah kalau begitu aku akan menyerahkan diriku pada komplotan itu," ucapku sambil melirik Matthew. "Blue… kau jangan gila, aku tidak akan pernah mengizinkan kau untuk menyerahkan diri pada mereka." Aku menunggu reaksi dari Matthew, bagiku dia juga sedang bermain perannya dengan baik, Entah mengapa aku melihat orang ini begitu culas dan tak bisa di pegang kata-katanya. Mendengar ucapan ku, reaksi yang ditunjukkan oleh Matthew datar saja, tidak ada tanda-tanda dia ingin marah atau apapun. "Hebat sekali orang ini, benar-benar seperti seorang aktor yang pandai berakting. Papa benar, dia tidak patut untuk mendapat kepercayaan sama sekali, tapi mengapa Spencer bisa kenal dia, Aneh." batinku "Ya sudah jika memang sudah tidak ada pembahasan lagi, Hmmm… Spencer kau bisa antar kan Matthew kembali ke rumahnya,"titah Aaron. "Hmmm… aku boleh ikut kah?" tanyaku sambil menawarkan diri sendiri untuk menemani Spencer. Spencer menjadi kikuk, saat ku menawarkan untuk ikut dengannya. "Hmmm…." Spencer hanya melihat mimik muka Jethro. "Pa… boleh kan?" pintaku dengan merayu "Hmmm… ya silakan saja," jawab Jethro Spencer membawa Matthew kembali pulang ke rumah bersama dengan ku. Beberapa rekan-rekan banyak menanyakan pada kami, siapa sosok pria tua itu. "Blue...dia siapa?" tanya AJ "Tanyakan pada Matthew, karena dia tadi pergi ke sini bersama dengan Spencer," jawabku. "Nanti akan ku jawab, setelah aku pulang mengantar paman ini ya," sahut Spencer. Spencer berjalan lebih dulu, menunjukkan jalan pada Matthew, dan aku berjalan di belakangnya, hanya untuk mempelajari gerak gerik paman ini. Orang ini benar-benar aneh, firasatku mengatakan bahwa orang ini dalang dari kejadian yang selama ini sedang terjadi. Sepanjang perjalanan aku pancing dia lagi, dengan berbincang santai,diawali dengan berbincang dengan Spencer membahas mengenai berita yang kami dengar melalui radio "Sepertinya wartawan belum tahu, kalau David sudah di culik oleh komplotan ya," ucapku memulai perbincangan. "David? Di culik katamu?" tanya Matthew terkejut. "Memangnya paman tidak tahu?" tanyaku "Belum tahu sama sekali. Ah… kasihan sekali David. Tapi… bagaimana bisa?" tanya Matthew "Ah… rupanya saat ini ia sedang bermain peran menjadi orang yang baik, yang perhatian pada teman Baiknya. Kalau begitu nanti akan kita tunjukkan, peran dan sifat aslimu yang sesungguhnya." "Entahlah paman, Mungkin saja ada orang yang tidak, menyukai Paman David," Jawabku. "Hahahah… memang pembawaannya David seperti itu, sehingga mungkin ada orang yang sakit hati dengannya," jawab Matthew "Rupanya kau mengenal paman David dengan baik," sahut ku. "Sangat baik, bahkan dengan papa Mu." ucap Matthew bangga. "Aku memiliki 4 sahabat yang sangat baik dan setia. Mereka selalu hadir di kehidupan ku dan pada akhirnya persahabatan kami di lirik oleh pemerintah pusat," ucap Matthew "Dilirik oleh pemerintah pusat? Artinya profesi kalian adalah seorang tentara?" tanyaku penasaran. "Ya... Kau benar, kami berlima dulunya adalah seorang tentara," jawab Matthew. "Lalu maksud anda di lirik pemerintah itu memangnya hendak naik pangkat kah?"tanyaku "Benar… hendak dijadikan sebagai Pimpinan Jendral tertinggi. Mereka berempat berhasil dan begitu setia pada negara, hanya aku yang tidak… keegoisan dan ketamakan akan harta serta ketidakpuasan akan sebuah jabatan telah membutakan mata hatiku. Aku berkhianat dan menjual semua data informasi yang ku miliki pada musuh, hingga suatu hari aku lah yang membuka kunci masuknya teroris dan pembelot ke negara ini. " Dalam diam ku rekam semua pembicaraan ini dalam ponsel. "Oh begitu… jadi alasan itu, karena di iming - imingi jabatan dan harta, artinya sampai sekarang juga dong, paman masih setia berada di kelompok pembelot? Meski harus mengorbankan keluarga dan persahabatan," ucapku dengan santai. "Ya memang harus ada yang di kalahkan… walau aku harus kehilangan istri pertamaku, serta sahabat-sahabat. Pokoknya siapa saja yang, sudah menghalangiku, akan ku singkirkan." Spencer terkejut, mendengar jawaban Matthew. Entah secara sadar atau tidak, Matthew tampak begitu santai menjawab pertanyaan dariku. "Kalau begitu komplotan pembelot yang sekarang ramai beredar itu siapa yang menggerakkan ya" tanyaku kembali "Owh itu… aku kenal, hahahaha dasar bodoh, cepat atau lambat pasti dia akan tertangkap, pakai sok - sok an mau menguasai pemerintah pusat dengan menculik keempat Jendral," jawabnya sambil melirik ke arah jalanan. "Menguasai pemerintah pusat? Menculik keempat jenderal?" tanya Spencer "Yes… lihat saja nanti, ah… pasti akan Seru, keadaan akan seperti 20 tahun yang lalu." "Oh begitu, wah, pasti itu seru banget ya paman, terus siapa sih nama pimpinan yang akan di culik?" tanyaku "Presiden beserta jajaranya, Jendral tentara, Aaron, dan Jethro… kalau Yen aku yakin dia tidak berada di sini sangat jauh…" "Oh ini berdasarkan atas perintah siapa kalau menangkap mereka semua?" tanya Spencer "Lubna atas perintah…." "Lubna? Siapa itu Lubna?" tanyaku seperti seorang anak kecil yang sedang di ceritakan. "Lubna adalah komplotan yang memimpin pembelotan sekarang," jawabnya bangga "Oh Lubna, memangnya dia dimana markas nya ?" "Masa kalian nggak tahu? Ah payah sekali kalian hahahaha… coba dong cari tahu, nanti kalau tahu dari aku, nggak seru dong… hahahahaha." "Tapi kenapa Lubna ingin menculik Aaron dan papa? Seperti memiliki dendam," "Dendam… ya mungkin, karena mmmm… hahahaha lucu… hahahaha, duh kalau itu nanti tanyakan dulu sama Lubna, karena kalau di ceritakan itu sangat lucu sekali," ujar Matthew. Tiba di rumah Paman Matthew, kami sudah di sambut oleh wanita tua. "Hai Sayang… bagaimana kabarmu," sambut wanita separuh baya di halaman depan rumah. "Blue… kenalkan… ini istri kedua ku bernama Emma." "Salam," ucapku sambil mengatupkan kedua tangan. "Hallo… saya Emma… mm mari masuk," ajak Emma "Maaf bibi, kami tidak bisa berlamaama di sini, karena pekerjaan sedang menunggu," ucapku "Kami permisi." Sebelum kami pulang, Matthew kembali berpesan dan mengingatkan kami, untuk jangan menceritakan rahasia ini pada siapapun. "Kalian jangan ceritakan rahasia ini pada siapapun… sssssttt it's our little secret," pinta Matthew. Dalam perjalanan pulang, Spencer masih belum berani bertanya padaku mengenai diriku. Tangannya begitu dingin, dan tubuhnya berkeringat dengan banyak. "Eh… kamu berkeringat, aneh… kenapa berkeringat, padahal kan AC di mobil udah yang paling dingin!" seru ku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD